Kamis, 14 Agustus
2014
Bacaan Alkitab: Matius 27:23-26
Ketika Pilatus
melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia
mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata:
"Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu
sendiri!" (Mat 27:24)
Jika Pemimpin
Malah “Cuci Tangan”
Siapa di antara kita yang mau menjadi seorang
pemimpin? Saya yakin hampir semua dari kita pasti mau kalau jadi pemimpin.
Entah di kantor maupun dalam lingkungan sekitar kita, mayoritas orang pasti
ingin menjadi pemimpin. Memang kita melihat bahwa menjadi seorang pemimpin itu
enak, karena kita memiliki power untuk dapat “memerintah” orang lain. Akan
tetapi, sayangnya memang tidak semua orang memiliki “bakat” menjadi pemimpin.
Walaupun pemimpin itu dapat dilatih (oleh karena itu ada training
kepemimpinan/leadership), tetapi tidak begitu mudah untuk mengubah karakter
seseorang untuk dapat menjadi pemimpin yang baik.
Menjadi pemimpin tidak hanya melulu bicara
tentang hak, fasilitas dan keuntungan yang diterima pemimpin tersebut. Menjadi
pemimpin juga membutuhkan komitmen dan tanggung jawab yang besar. Pemimpin
bertanggung jawab tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk setiap
orang yang dipimpinnya. Setiap keputusan atau kebijakan yang diambil pun harus
dipikirkan matang-matang setiap untung ruginya.
Banyak contoh pemimpin yang disebutkan di
Alkitab, tetapi hari ini kita akan
belajar dari apa yang dilakukan Pilatus saat menjadi pemimpin di Yerusalem.
Pontius Pilatus adalah Gubernur di daerah Yudea (yang mencakup Yerusalem) pada
saat itu. Yesus yang telah ditangkap oleh orang-orang suruhan Imam Kepala Bait
Allah, diserahkan kepada Pilatus. Pada saat itu Pilatus tahu bahwa Yesus tidak
melakukan kesalahan apapun yang pantas dihukum mati, Oleh karena itu, Pilatus
balik bertanya kepada orang Yahudi yang membawa Yesus “Kejahatan apakah yang
telah dilakukanNya?” karena ia tidak menemukan kesalahan yang layak untuk
diberikan hukuman mati (ay. 23a). Tetapi saat itu, orang Yahudi justru semakin
keras menekan Pilatus untuk menyalibkan Yesus (ay. 23b).
Pilatus sendiri sudah mencoba untuk
membebaskan Yesus, tetapi di sisi lain sudah mulai timbul kekacauan akibat
orang Yahudi yang menghendaki Yesus disalibkan (ay. 24a). Pilatus tahu bahwa
jika terjadi kekacauan atau huru-hara di Yerusalem, dan hal tersebut sampai
terdengar ke Kaisar di Roma, maka karir dan jabatannya berada dalam ancaman.
Oleh karena itu, Pilatus melakukan tindakan yang menurutnya paling aman, yaitu
“mencuci tangan” dan menyerahkan masalah ini kepada bangsa Yahudi (ay. 24b).
Pilatus menyerahkan Yesus kepada bangsa Yahudi, dengan catatan bahwa Pilatus
tidak bersalah dan apapun yang terjadi terkait Yesus, itu akan menjadi
tanggung jawab mereka (bangsa Yahudi) itu sendiri. Pilatus bahkan memberikan bonus
kepada mereka yaitu membebaskan Barabas (yang sebenarnya adalah benar-benar
penjahat) bagi bangsa Yahudi, tetapi Yesus justru disesah lalu diserahkan
kepada bangsa Yahudi untuk disalibkan (ay. 26).
Memang sepintas Pilatus tidak bersalah karena
ia sudah lepas tangan dan cuci tangan. Tetapi sebenarnya apa yang dilakukan
Pilatus tetap harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Pilatus tidak dapat
begitu saja cuci tangan dan menyerahkan tanggung jawabnya kepada orang lain/
bahkan ketika orang Yahudi sudah menyanggupi menanggung darah Yesus, bahkan
menyanggupi anak-anak mereka dan keturunan mereka menanggungnya juga (ay. 25),
hal tersebut tetap tidak membuat Pilatus terbebas dari tanggung jawabnya.
Hingga saat ini, Pilatus dikenal sebagai orang yang membuat Yesus disalibkan.
Bahkan sejarah menyatakan bahwa Pilatus tetap saja dicopot dari jabatannya
sebagai Gubernur Yudea beberapa waktu setelah penyaliban Yesus.
Sangat disayangkan bahwa Pilatus akhirnya
cuci tangan karena ingin menyelamatkan jabatannya, tetapi justru tetap
kehilangan jabatannya. Pilatus sebenarnya adalah salah satu orang yang
beruntung, karena ia memiliki waktu khusus untuk bercakap-cakap dengan Yesus
ketika Yesus masih ada di dunia ini. Bahkan Alkitab menulis bahwa Pilatus
sempat menanyakan apa arti kebenaran kepada Yesus (Yoh 18:38a). Tinggal sedikit
lagi Pilatus dapat mengenal kebenaran dan keselamatan kekal melalui Yesus.
Sayangnya, Paulus memilih untuk melakukan hal yang populer di mata orang banyak
untuk mengamankan jabatannya.
Seringkali kita melihat para pemimpin kita
bertindak seperti itu juga. Ketika keadaan genting, pemimpin yang kita harapkan
menjadi penolong justru malah cuci tangan dan menyelamatkan dirinya sendiri.
Atau mungkin kita yang sudah menjadi pemimpin (entah pemimpin di keluarga, di
gereja, di lingkungan, atau di kantor) juga pernah bersikap seperti itu. Jika kita
pernah bertindak seperti itu, mungkin sudah saatnya kita mengevaluasi diri kita
sendiri. Apakah kita benar-benar sudah layak dan mampu menjadi seorang
pemimpin, atau hanya “terlihat mampu” menjadi pemimpin. Pemimpin yang baik tidak pernah cuci tangan seperti Pilatus. Ia
harus mampu membuat keputusan yang benar di tengah tekanan sebesar apapun. Saat
itulah, kepemimpinan seorang pemimpin diuji, apakah ia memang benar-benar
pemimpin sejati, atau hanya pemimpin yang “gampangan”.
Bacaan Alkitab: Matius 27:23-26
27:23 Katanya:
"Tetapi kejahatan apakah yang telah dilakukan-Nya?" Namun mereka
makin keras berteriak: "Ia harus disalibkan!"
27:24 Ketika
Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul
kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata:
"Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu
sendiri!"
27:25 Dan seluruh
rakyat itu menjawab: "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas
anak-anak kami!"
27:26 Lalu ia
membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya
untuk disalibkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.