Selasa, 12 Agustus 2014

Jika Pemimpin Malah “Cuci Tangan”



Kamis, 14 Agustus 2014
Bacaan Alkitab: Matius 27:23-26
Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: "Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!" (Mat 27:24)


Jika Pemimpin Malah “Cuci Tangan”


Siapa di antara kita yang mau menjadi seorang pemimpin? Saya yakin hampir semua dari kita pasti mau kalau jadi pemimpin. Entah di kantor maupun dalam lingkungan sekitar kita, mayoritas orang pasti ingin menjadi pemimpin. Memang kita melihat bahwa menjadi seorang pemimpin itu enak, karena kita memiliki power untuk dapat “memerintah” orang lain. Akan tetapi, sayangnya memang tidak semua orang memiliki “bakat” menjadi pemimpin. Walaupun pemimpin itu dapat dilatih (oleh karena itu ada training kepemimpinan/leadership), tetapi tidak begitu mudah untuk mengubah karakter seseorang untuk dapat menjadi pemimpin yang baik.

Menjadi pemimpin tidak hanya melulu bicara tentang hak, fasilitas dan keuntungan yang diterima pemimpin tersebut. Menjadi pemimpin juga membutuhkan komitmen dan tanggung jawab yang besar. Pemimpin bertanggung jawab tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk setiap orang yang dipimpinnya. Setiap keputusan atau kebijakan yang diambil pun harus dipikirkan matang-matang setiap untung ruginya.

Banyak contoh pemimpin yang disebutkan di Alkitab,  tetapi hari ini kita akan belajar dari apa yang dilakukan Pilatus saat menjadi pemimpin di Yerusalem. Pontius Pilatus adalah Gubernur di daerah Yudea (yang mencakup Yerusalem) pada saat itu. Yesus yang telah ditangkap oleh orang-orang suruhan Imam Kepala Bait Allah, diserahkan kepada Pilatus. Pada saat itu Pilatus tahu bahwa Yesus tidak melakukan kesalahan apapun yang pantas dihukum mati, Oleh karena itu, Pilatus balik bertanya kepada orang Yahudi yang membawa Yesus “Kejahatan apakah yang telah dilakukanNya?” karena ia tidak menemukan kesalahan yang layak untuk diberikan hukuman mati (ay. 23a). Tetapi saat itu, orang Yahudi justru semakin keras menekan Pilatus untuk menyalibkan Yesus (ay. 23b).

Pilatus sendiri sudah mencoba untuk membebaskan Yesus, tetapi di sisi lain sudah mulai timbul kekacauan akibat orang Yahudi yang menghendaki Yesus disalibkan (ay. 24a). Pilatus tahu bahwa jika terjadi kekacauan atau huru-hara di Yerusalem, dan hal tersebut sampai terdengar ke Kaisar di Roma, maka karir dan jabatannya berada dalam ancaman. Oleh karena itu, Pilatus melakukan tindakan yang menurutnya paling aman, yaitu “mencuci tangan” dan menyerahkan masalah ini kepada bangsa Yahudi (ay. 24b). Pilatus menyerahkan Yesus kepada bangsa Yahudi, dengan catatan bahwa Pilatus tidak bersalah dan apapun  yang  terjadi terkait Yesus, itu akan menjadi tanggung jawab mereka (bangsa Yahudi) itu sendiri. Pilatus bahkan memberikan bonus kepada mereka yaitu membebaskan Barabas (yang sebenarnya adalah benar-benar penjahat) bagi bangsa Yahudi, tetapi Yesus justru disesah lalu diserahkan kepada bangsa Yahudi untuk disalibkan (ay. 26).

Memang sepintas Pilatus tidak bersalah karena ia sudah lepas tangan dan cuci tangan. Tetapi sebenarnya apa yang dilakukan Pilatus tetap harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Pilatus tidak dapat begitu saja cuci tangan dan menyerahkan tanggung jawabnya kepada orang lain/ bahkan ketika orang Yahudi sudah menyanggupi menanggung darah Yesus, bahkan menyanggupi anak-anak mereka dan keturunan mereka menanggungnya juga (ay. 25), hal tersebut tetap tidak membuat Pilatus terbebas dari tanggung jawabnya. Hingga saat ini, Pilatus dikenal sebagai orang yang membuat Yesus disalibkan. Bahkan sejarah menyatakan bahwa Pilatus tetap saja dicopot dari jabatannya sebagai Gubernur Yudea beberapa waktu setelah penyaliban Yesus.

Sangat disayangkan bahwa Pilatus akhirnya cuci tangan karena ingin menyelamatkan jabatannya, tetapi justru tetap kehilangan jabatannya. Pilatus sebenarnya adalah salah satu orang yang beruntung, karena ia memiliki waktu khusus untuk bercakap-cakap dengan Yesus ketika Yesus masih ada di dunia ini. Bahkan Alkitab menulis bahwa Pilatus sempat menanyakan apa arti kebenaran kepada Yesus (Yoh 18:38a). Tinggal sedikit lagi Pilatus dapat mengenal kebenaran dan keselamatan kekal melalui Yesus. Sayangnya, Paulus memilih untuk melakukan hal yang populer di mata orang banyak untuk mengamankan jabatannya.

Seringkali kita melihat para pemimpin kita bertindak seperti itu juga. Ketika keadaan genting, pemimpin yang kita harapkan menjadi penolong justru malah cuci tangan dan menyelamatkan dirinya sendiri. Atau mungkin kita yang sudah menjadi pemimpin (entah pemimpin di keluarga, di gereja, di lingkungan, atau di kantor) juga pernah bersikap seperti itu. Jika kita pernah bertindak seperti itu, mungkin sudah saatnya kita mengevaluasi diri kita sendiri. Apakah kita benar-benar sudah layak dan mampu menjadi seorang pemimpin, atau hanya “terlihat mampu” menjadi pemimpin. Pemimpin yang baik  tidak pernah cuci tangan seperti Pilatus. Ia harus mampu membuat keputusan yang benar di tengah tekanan sebesar apapun. Saat itulah, kepemimpinan seorang pemimpin diuji, apakah ia memang benar-benar pemimpin sejati, atau hanya pemimpin yang “gampangan”.


Bacaan Alkitab: Matius 27:23-26
27:23 Katanya: "Tetapi kejahatan apakah yang telah dilakukan-Nya?" Namun mereka makin keras berteriak: "Ia harus disalibkan!"
27:24 Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: "Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!"
27:25 Dan seluruh rakyat itu menjawab: "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!"
27:26 Lalu ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.