Kamis, 07 Agustus 2014

Stop Melakukan Pencitraan di Hadapan Tuhan



Senin, 11 Agustus 2014
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 5:1-11
Kata Petrus: "Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan? Lihatlah, orang-orang yang baru mengubur suamimu berdiri di depan pintu dan mereka akan mengusung engkau juga ke luar."  (Kis 5:9)


Stop Melakukan Pencitraan di Hadapan Tuhan


Beberapa waktu yang lalu, ketika menyambut Pemilihan Umum di tahun 2014, istilah “pencitraan” marak kita dengar di berita-berita baik itu di surat kabar, majalah, radio, televisi, bahkan internet. Gampangnya seperti ini, jika figur yang tidak kita sukai melakukan “hal yang baik” dan diliput oleh media, biasanya kita akan mudah mencap figur tersebut sedang melakukan pencitraan, yaitu melakukan hal tersebut hanya demi memperbaiki atau meningkatkan citranya di mata masyarakat.

Padahal dalam Alkitab, sudah ada dua orang yang melakukan pencitraan (walaupun Alkitab kita tidak menggunakan istilah “pencitraan”). Parahnya lagi, kedua orang tersebut melakukan pencitraan di hadapan Tuhan sehingga mereka berdua harus menanggung akibatnya. Kedua orang tersebut adalah Ananias dan Safira, yang akan kita pelajari hari ini.

Alkitab menulis ada sepasang suami isteri yang bernama Ananias dan Safira yang menjual sebidang tanah (ay. 1). Ananias kemudian dengan sepengetahuan isterinya, menahan sebagian hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dai diletakkan di depan kaki rasul-rasul, yaitu saat itu Rasul Petrus (ay. 2). Ingat bahwa pada saat itu (masa jemaat mula-mula), banyak jemaat yang memiliki pola hidup yang unik, yaitu ada jemaat yang menjual harta miliknya lalu membagi-bagi uangnya kepada jemaat yang memerlukan (Kis 2:45, 4:34). Bahkan sebelum tulisan mengenai Ananias dan Safira, Alkitab menulis bahwa ada seorang Lewi dari Siprus yang bernama Yusuf, yang menjual ladang miliknya lalu membawa uangnya di depan kaki rasul-rasul.

Dengan demikian, muncul pertanyaan, apa beda perbuatan yang dilakukan Ananias dan Safira dengan jemaat lain yang menjual tanahnya pada waktu itu? Jangankan dibandingkan dengan jemaat mula-mula, saya yakin jika kita saat ini menjual tanah atau rumah kita, mungkin sebagian besar kita juga tidak akan menyerahkan seluruh hasil uang penjualan tersebut kepada gereja atau hamba Tuhan, karena sebagian (entah kecil atau besar) pasti ada yang kita gunakan untuk keperluan diri kita sendiri kan?

Oleh karena itu, yang terpenting dalam hal ini bukan terletak pada berapa hasil penjualan tanah tersebut, atau berapa uang yang memang kita niat untuk kita berikan kepada Tuhan, tetapi terletak pada motivasi apa yang kita miliki dalam hati. Bandingkan dengan pernyataan Petrus kepada Ananias, tidak ada satu kalimat pun yang menyalahkan jika kita tidak memberi seluruh uang hasil penjualan tanah tersebut (ay. 4). Petrus justru mempermasalahkan Ananias yang memiliki motivasi dalam hati yang tidak benar, yaitu hatinya dikuasai iblis sehingga dengan sengaja menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu (ay. 3).

Lebih jelas lagi dalam ayat-ayat selanjutnya, bahwa yang menjadi masalah utama di sini adalah ketika Petrus kepada Safira yang baru saja datang (ia tidak tahu bahwa suaminya baru  mati karena hal ini), dan menanyakan berapa harga penjualan tanah tersebut kepada Safira, dan Safira tetap berbohong di hadapan Tuhan (ay. 7-8). Saya berpendapat bahwa Ananias dan Safira ini mungkin menjual tanah mereka seharga sekian rupiah, dan menahan sebagian bagi diri mereka sendiri. Sekali lagi, hal ini tidaklah salah. Tidak ada suatu keharusan bagi setiap jemaat Tuhan untuk mempersembahkan seluruh uang hasil penjualan tanah kepada Tuhan. Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika mereka hanya memberikan sebagian dari uang tersebut kepada Tuhan, mungkin mereka melakukan dengan motivasi yang tidak benar. Mereka mungkin bersepakat bahwa uang yang mereka bawa kepada para rasul adalah seluruh harga tanah yang mereka jual. Mereka memiliki motivasi agar dipuji oleh orang lain yang melihat, sehingga mereka dianggap sebagai jemaat yang memiliki kedermawanan tinggi karena seluruh uang penjualan tanah diserahkan kepada para rasul. Inilah hal yang tidak boleh dilakukan, karena hal tersebut sama saja melakukan pencitraan di hadapan jemaat lain, di hadapan hamba Tuhan, dan juga di hadapan Tuhan. Akibatnya sungguh luar biasa, Ananias dan Safira mati seketika (ay. 5-6, 9-10), dan jemaat Tuhan ditimpa kegentaran yang luar biasa (ay. 11).

Saya yakin Petrus pun tidak akan semudah itu mendoakan orang lain untuk mati. Akan tetapi dalam kasus Ananias dan Safira ini, masalahnya bukan hanya pada terletak pada besarnya uang yang tidak ditahan oleh Ananias dan Safira, tetapi karena niat dan motivasi dalam hati mereka yang melakukan segala cara agar mereka dipandang baik di hadapan jemaat dan hamba Tuhan. Mereka ingin terlihat sebagai jemaat yang dermawan, yang punya jiwa sosial, yang suka menyumbang dalam jumlah besar, dan lain sebagainya. Mereka lupa bahwa pencitraan semacam itu mungkin saja dapat dilakukan di depan orang lain, tetapi tidak di depan Tuhan.

Persoalannya, apakah selama ini tanpa kita sadari, kita juga pernah (atau malah sering) melakukan pencitraan seperti apa yang dilakukan oleh Ananias dan Safira? Mungkin kita sering memberikan persembahan kepada gereja, tetapi dengan motivasi yang kurang tulus. Atau mungkin kita selama ini sebagai pelayan Tuhan yang sering tampil di atas mimbar (misal worship leader/WL, pemusik, atau bahkan pengkhotbah), tetapi seringkali hidup kita masih penuh dengan dosa-dosa yang selama ini kita lakukan, bahkan di atas mimbar pun kita seringkali hanya melakukan “pencitraan” agar kita dikenal sebagai pribadi yang baik dan tulus, padahal sebenarnya hati kita masih penuh dengan segala kelicikan dan tipu daya semata. Jika hari ini kita membaca renungan ini, jangan tunda untuk bertobat. Jika Tuhan menerapkan standar yang sama dengan Ananias dan Safira, mungkin saat ini juga kita sudah mati. Akan tetapi kesempatan yang Tuhan berikan harus segera kita gunakan untuk bertobat. Tidak ada gunanya lagi melakukan pencitraan di depan jemaat atau di depan hamba Tuhan, karena setiap pencitraan di hadapan Tuhan, itu sama saja dengan mendustai Tuhan dan mendustai Roh Kudus.


Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 5:1-11
5:1 Ada seorang lain yang bernama Ananias. Ia beserta isterinya Safira menjual sebidang tanah.
5:2 Dengan setahu isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul.
5:3 Tetapi Petrus berkata: "Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?
5:4 Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu? Mengapa engkau merencanakan perbuatan itu dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah."
5:5 Ketika mendengar perkataan itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya. Maka sangatlah ketakutan semua orang yang mendengar hal itu.
5:6 Lalu datanglah beberapa orang muda; mereka mengapani mayat itu, mengusungnya ke luar dan pergi menguburnya.
5:7 Kira-kira tiga jam kemudian masuklah isteri Ananias, tetapi ia tidak tahu apa yang telah terjadi.
5:8 Kata Petrus kepadanya: "Katakanlah kepadaku, dengan harga sekiankah tanah itu kamu jual?" Jawab perempuan itu: "Betul sekian."
5:9 Kata Petrus: "Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan? Lihatlah, orang-orang yang baru mengubur suamimu berdiri di depan pintu dan mereka akan mengusung engkau juga ke luar."
5:10 Lalu rebahlah perempuan itu seketika itu juga di depan kaki Petrus dan putuslah nyawanya. Ketika orang-orang muda itu masuk, mereka mendapati dia sudah mati, lalu mereka mengusungnya ke luar dan menguburnya di samping suaminya.
5:11 Maka sangat ketakutanlah seluruh jemaat dan semua orang yang mendengar hal itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.