Senin, 11 Agustus
2014
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul
5:1-11
Kata Petrus:
"Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan? Lihatlah,
orang-orang yang baru mengubur suamimu berdiri di depan pintu dan mereka akan
mengusung engkau juga ke luar." (Kis 5:9)
Stop Melakukan
Pencitraan di Hadapan Tuhan
Beberapa waktu yang lalu, ketika menyambut
Pemilihan Umum di tahun 2014, istilah “pencitraan” marak kita dengar di
berita-berita baik itu di surat kabar, majalah, radio, televisi, bahkan
internet. Gampangnya seperti ini, jika figur yang tidak kita sukai melakukan
“hal yang baik” dan diliput oleh media, biasanya kita akan mudah mencap figur
tersebut sedang melakukan pencitraan, yaitu melakukan hal tersebut hanya demi
memperbaiki atau meningkatkan citranya di mata masyarakat.
Padahal dalam Alkitab, sudah ada dua orang
yang melakukan pencitraan (walaupun Alkitab kita tidak menggunakan istilah
“pencitraan”). Parahnya lagi, kedua orang tersebut melakukan pencitraan di
hadapan Tuhan sehingga mereka berdua harus menanggung akibatnya. Kedua orang
tersebut adalah Ananias dan Safira, yang akan kita pelajari hari ini.
Alkitab menulis ada sepasang suami isteri
yang bernama Ananias dan Safira yang menjual sebidang tanah (ay. 1). Ananias
kemudian dengan sepengetahuan isterinya, menahan sebagian hasil penjualan itu
dan sebagian lain dibawa dai diletakkan di depan kaki rasul-rasul, yaitu saat
itu Rasul Petrus (ay. 2). Ingat bahwa pada saat itu (masa jemaat mula-mula), banyak
jemaat yang memiliki pola hidup yang unik, yaitu ada jemaat yang menjual harta
miliknya lalu membagi-bagi uangnya kepada jemaat yang memerlukan (Kis 2:45,
4:34). Bahkan sebelum tulisan mengenai Ananias dan Safira, Alkitab menulis
bahwa ada seorang Lewi dari Siprus yang bernama Yusuf, yang menjual ladang miliknya
lalu membawa uangnya di depan kaki rasul-rasul.
Dengan demikian, muncul pertanyaan, apa beda perbuatan
yang dilakukan Ananias dan Safira dengan jemaat lain yang menjual tanahnya pada
waktu itu? Jangankan dibandingkan dengan jemaat mula-mula, saya yakin jika kita
saat ini menjual tanah atau rumah kita, mungkin sebagian besar kita juga tidak
akan menyerahkan seluruh hasil uang penjualan tersebut kepada gereja atau hamba
Tuhan, karena sebagian (entah kecil atau besar) pasti ada yang kita gunakan
untuk keperluan diri kita sendiri kan?
Oleh karena itu, yang terpenting dalam hal
ini bukan terletak pada berapa hasil penjualan tanah tersebut, atau berapa uang
yang memang kita niat untuk kita berikan kepada Tuhan, tetapi terletak pada
motivasi apa yang kita miliki dalam hati. Bandingkan dengan pernyataan Petrus
kepada Ananias, tidak ada satu kalimat pun yang menyalahkan jika kita tidak
memberi seluruh uang hasil penjualan tanah tersebut (ay. 4). Petrus justru
mempermasalahkan Ananias yang memiliki motivasi dalam hati yang tidak benar,
yaitu hatinya dikuasai iblis sehingga dengan sengaja menahan sebagian dari
hasil penjualan tanah itu (ay. 3).
Lebih jelas lagi dalam ayat-ayat selanjutnya,
bahwa yang menjadi masalah utama di sini adalah ketika Petrus kepada Safira
yang baru saja datang (ia tidak tahu bahwa suaminya baru mati karena hal ini), dan menanyakan berapa
harga penjualan tanah tersebut kepada Safira, dan Safira tetap berbohong di
hadapan Tuhan (ay. 7-8). Saya berpendapat bahwa Ananias dan Safira ini mungkin
menjual tanah mereka seharga sekian rupiah, dan menahan sebagian bagi diri
mereka sendiri. Sekali lagi, hal ini tidaklah salah. Tidak ada suatu keharusan
bagi setiap jemaat Tuhan untuk mempersembahkan seluruh uang hasil penjualan
tanah kepada Tuhan. Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika mereka hanya
memberikan sebagian dari uang tersebut kepada Tuhan, mungkin mereka melakukan
dengan motivasi yang tidak benar. Mereka mungkin bersepakat bahwa uang yang
mereka bawa kepada para rasul adalah seluruh harga tanah yang mereka jual.
Mereka memiliki motivasi agar dipuji oleh orang lain yang melihat, sehingga
mereka dianggap sebagai jemaat yang memiliki kedermawanan tinggi karena seluruh
uang penjualan tanah diserahkan kepada para rasul. Inilah hal yang tidak boleh
dilakukan, karena hal tersebut sama saja melakukan pencitraan di hadapan jemaat
lain, di hadapan hamba Tuhan, dan juga di hadapan Tuhan. Akibatnya sungguh luar
biasa, Ananias dan Safira mati seketika (ay. 5-6, 9-10), dan jemaat Tuhan
ditimpa kegentaran yang luar biasa (ay. 11).
Saya yakin Petrus pun tidak akan semudah itu
mendoakan orang lain untuk mati. Akan tetapi dalam kasus Ananias dan Safira
ini, masalahnya bukan hanya pada terletak pada besarnya uang yang tidak ditahan
oleh Ananias dan Safira, tetapi karena niat dan motivasi dalam hati mereka yang
melakukan segala cara agar mereka dipandang baik di hadapan jemaat dan hamba
Tuhan. Mereka ingin terlihat sebagai jemaat yang dermawan, yang punya jiwa
sosial, yang suka menyumbang dalam jumlah besar, dan lain sebagainya. Mereka
lupa bahwa pencitraan semacam itu mungkin saja dapat dilakukan di depan orang
lain, tetapi tidak di depan Tuhan.
Persoalannya, apakah selama ini tanpa kita
sadari, kita juga pernah (atau malah sering) melakukan pencitraan seperti apa
yang dilakukan oleh Ananias dan Safira? Mungkin kita sering memberikan
persembahan kepada gereja, tetapi dengan motivasi yang kurang tulus. Atau mungkin
kita selama ini sebagai pelayan Tuhan yang sering tampil di atas mimbar (misal
worship leader/WL, pemusik, atau bahkan pengkhotbah), tetapi seringkali hidup
kita masih penuh dengan dosa-dosa yang selama ini kita lakukan, bahkan di atas
mimbar pun kita seringkali hanya melakukan “pencitraan” agar kita dikenal
sebagai pribadi yang baik dan tulus, padahal sebenarnya hati kita masih penuh
dengan segala kelicikan dan tipu daya semata. Jika hari ini kita membaca
renungan ini, jangan tunda untuk bertobat. Jika Tuhan menerapkan standar yang
sama dengan Ananias dan Safira, mungkin saat ini juga kita sudah mati. Akan
tetapi kesempatan yang Tuhan berikan harus segera kita gunakan untuk bertobat.
Tidak ada gunanya lagi melakukan pencitraan di depan jemaat atau di depan hamba
Tuhan, karena setiap pencitraan di hadapan Tuhan, itu sama saja dengan
mendustai Tuhan dan mendustai Roh Kudus.
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul
5:1-11
5:1 Ada seorang
lain yang bernama Ananias. Ia beserta isterinya Safira menjual sebidang tanah.
5:2 Dengan setahu
isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa
dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul.
5:3 Tetapi Petrus
berkata: "Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau
mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?
5:4 Selama tanah
itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah
hasilnya itu tetap dalam kuasamu? Mengapa engkau merencanakan perbuatan itu
dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah."
5:5 Ketika
mendengar perkataan itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya. Maka sangatlah
ketakutan semua orang yang mendengar hal itu.
5:6 Lalu
datanglah beberapa orang muda; mereka mengapani mayat itu, mengusungnya ke luar
dan pergi menguburnya.
5:7 Kira-kira
tiga jam kemudian masuklah isteri Ananias, tetapi ia tidak tahu apa yang telah
terjadi.
5:8 Kata Petrus
kepadanya: "Katakanlah kepadaku, dengan harga sekiankah tanah itu kamu
jual?" Jawab perempuan itu: "Betul sekian."
5:9 Kata Petrus:
"Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan? Lihatlah,
orang-orang yang baru mengubur suamimu berdiri di depan pintu dan mereka akan
mengusung engkau juga ke luar."
5:10 Lalu
rebahlah perempuan itu seketika itu juga di depan kaki Petrus dan putuslah
nyawanya. Ketika orang-orang muda itu masuk, mereka mendapati dia sudah mati,
lalu mereka mengusungnya ke luar dan menguburnya di samping suaminya.
5:11 Maka sangat
ketakutanlah seluruh jemaat dan semua orang yang mendengar hal itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.