Senin, 04 Agustus 2014

Sudah Saatnya Menjadi Pengajar



Selasa, 5 Agustus 2014
Bacaan Alkitab: Ibrani 5:11-14
Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. (Ibr 5:12)


Sudah Saatnya Menjadi Pengajar


Dalam kehidupan kita di dunia ini, adalah umum jika kita harus naik tingkat seiring berjalannya waktu. Ambil contoh pada saat kita bersekolah, adalah sangat umum jika kita seharusnya naik kelas setiap tahunnya. Dari kelas 1 SD, naik ke kelas 2 SD, dan begitu seterusnya hingga kelas 6 SD, bahkan seharusnya juga dapat diteruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi di S1, S2, dan S3. Di dunia kerja juga sama demikian halnya. Seharusnya seiring perjalanan waktu, kita akan naik posisi, naik gaji, atau naik jabatan. Hampir tidak ada orang normal yang ingin terus-menerus berada di posisi yang sama, baik di sekolah maupun di kantor. Orang akan ingin untuk selalu naik walaupun tentu hal tersebut juga diiringi dengan meningkatnya beban tanggung jawab kita.

Dalam hal rohani juga demikian halnya. Di sebuah gereja yang umum, sejak kecil anak-anak diajar di dalam sekolah minggu, kemudian seiring bertambahnya umur mereka, maka mereka mulai masuk ke persekutuan remaja, pemuda, dewasa muda, dan setelah menikah pada umumnya beribadah di ibadah umum atau ibadah raya. Akan tetapi sayangnya banyak orang Kristen setelah menikah akhirnya berhenti “hanya” menjadi jemaat di ibadah raya. Mereka tidak lagi terlibat dalam pelayanan. Ketika ditanya alasannya, mereka hanya menjawab “biarkan saja generasi yang lebih muda yang aktif di gereja, kami ini sudah cukup menjadi jemaat biasa saja”.

Bagaimana pandangan Alkitab mengenai hal ini? Sesungguhnya Kekristenan adalah suatu perjalanan seumur hidup. Saya bahkan lebih suka menggunakan istilah bahwa Kekristenan adalah “Sekolah Teologi” seumur hidup. Oleh karena itu, sangat salah jika orang Kristen yang kemudian hanya ingin menjadi jemaat biasa.

Oleh karena itu penulis kitab Ibrani ini benar-benar menegur umat Tuhan yang selama ini selalu malas untuk naik level. Dalam hal ini, penulis kitab Ibrani mengkritik sikap mereka yang selalu lamban dalam mendengarkan walaupun sudah banyak yang disampaikan dan dijelaskan (ay. 11). Penulis kitab Ibrani ini mengkritik sikap umat Tuhan yang sebenarnya sudah sangat senior alias sudah cukup lama menjadi orang percaya, namun mereka belum siap untuk menjadi pengajar (ay. 12a). Bahkan mereka masih harus diajarkan hal-hal yang masih mendasar, ibarat bayi yang terus membutuhkan susu dan bukan makanan keras (ay. 12b).

Tentu saja untuk menjadi pengajar bukan hal yang mudah. Bukan hanya sekedar usia yang cukup atau telah menjadi orang Kristen selama puluhan tahun, tetapi juga adalah kompetensi dan hati yang memang terbeban untuk menjadi pengajar. Akan tetapi, jika seseorang sudah menjadi orang Kristen selama 30 atau 40 tahun, seharusnya orang tersebut pun minimal sudah mampu menjadi pengajar atau “pembawa Firman”, minimal dalam ibadah-ibadah keluarga atau kelompok sel. Gereja pun juga membuat suatu mekanisme untuk dapat memfasilitasi jemaatnya, bukan hanya membiarkan mereka menjadi jemaat yang pasif saja.

Gereja juga harus mengembangkan suatu sistem yang memungkinkan para anggota gereja mendapatkan makanan rohani dengan kualitas yang berbeda-beda. Jemaat yang masih merupakan “bayi rohani” atau “anak rohani” tentu membutuhkan makanan rohani yang masih lembut atau susu (ay. 13). Namun tentu si “bayi rohani” itu pun tetap harus bertumbuh dan diharapkan segera menjadi orang yang “dewasa rohani” sehingga dapat memakan makanan rohani yang keras (ay. 14). Oleh karena itu gereja (termasuk Gembala Sidang dan para Pendeta dan hamba Tuhan di gereja tersebut) harus sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan jemaat. Jangan jemaat yang baru percaya langsung dijejali dengan makanan-makanan rohani yang bersifat “keras”, tetapi harus ada suatu mekanisme bertahap agar ia pada akhirnya sanggup menerima makanan rohani yang “keras” tersebut. Di sisi lain, bagi jemaat yang sudah lama di gereja tersebut juga harus dijejali makanan rohani yang “keras”, bahkan mereka-mereka yang seharusnya secara waktu sudah siap untuk menyampaikan makanan rohani, perlu dibuatkan sistem agar mereka juga belajar menjadi pengajar atau pemberita Firman, meskipun mungkin belum pada ibadah raya di hari Minggu. Gereja Tuhan tidak dapat hanya menjadi gereja yang pasif, yang tidak mau mengerti kebutuhan jemaatnya, tetapi harus bertindak seperti Yesus Kristus, yang dalam pelayananNya pun terkadang menyampaikan kebenaran dengan lemah lembut, namun di sisi lain (terutama kepada murid-muridNya), Ia menyampaikan Firman yang “keras” dan sulit dimengerti.

Menjadi pertanyaan yang menarik bagi diri kita sendiri, apakah diri kita sendiri sudah layak untuk menjadi pengajar atau pembawa Firman? Jika dalam seminggu kita minimal mendengarkan khotbah 1 kali saja, maka dalam setahun minimal kita sudah mendengarkan 52 khotbah yang berbeda (itu dengan asumsi minimal kita tidak pernah mendengarkan khotbah lain, baik melalui radio, TV, atau ibadah lain selain ibadah raya hari Minggu). Bayangkan jika kita sudah 20 atau 30 tahun menjadi orang Kristen, masihkah kita menganggap diri kita hanya sebagai jemaat biasa? Saya dengan tegas menyampaikan bahwa jika kita sudah 20 tahun menjadi orang Kristen, seharusnya kita sudah naik level ke tingkat pengajar. Memang mungkin diperlukan banyak latihan, tetapi jika tidak demikian, maka suatu saat nanti kita akan kalah oleh orang-orang baru di gereja kita. Jangan sampai Firman Tuhan yang berkata “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu” (Mat 19:30) ternyata terjadi dalam hidup kita, dimana kita yang awalnya terdahulu tetapi justru menjadi yang  terakhir.


Bacaan Alkitab: Ibrani 5:11-14
5:11 Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan.
5:12 Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.
5:13 Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.
5:14 Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.