Selasa, 25 Juli 2017

Bukan Harta Milik Kita Sendiri



Selasa, 25 Juli 2017
Bacaan Alkitab: Lukas 16:10-13
Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? (Luk 16:12)


Bukan Harta Milik Kita Sendiri


Kebanyakan orang (termasuk orang Kristen) tentu merasa dan menganggap bahwa harta yang dimilikinya di dunia ini adalah hartanya sendiri. Tentu di mata manusia pada umumnya, hal ini adalah wajar, apalagi harta yang dimiliki dari usaha atau kerja keras seseorang. Pada umumnya mereka juga menganggap bahwa adalah wajar jika seseorang menikmati harta miliknya yang diperoleh dari kerja keras tersebut. Pertanyaan berikutnya kemudian muncul seperti judul renungan ini: Apakah benar harta yang kita miliki ini adalah harta kita sendiri?

Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat kita lihat di bagian bacaan Alkitab kita pada hari ini yang dimulai dengan ayat yang sudah tidak asing lagi: “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (ay. 10). Ayat ini begitu familiar hingga sering digunakan dalam banyak kesempatan. Dahulu saya juga mengira bahwa ayat ini berbicara mengenai kesetiaan kita dalam hal-hal yang kecil sebelum Tuhan percayakan hal-hal yang lebih besar. Sebagai contohnya, saya membayangkan bahwa jika kita setia melayani di gereja dari hal-hal kecil (misalnya membereskan kursi sebelum dan sesudah ibadah), maka Tuhan akan melihat ketulusan kita dan akan mempercayakan hal yang lebih besar lagi kepada kita.

Hal itu tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi menarik melihat ucapan Tuhan Yesus dalam ayat sebelumnya, yaitu jika kita tidak setia dalam hal mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepada kita harta yang sesungguhnya (ay. 11)? Jika kita melihat ke kamus Alkitab di bagian akhir Alkitab Terjemahan Baru terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kata mamon sendiri diartikan sebagai “harta benda dan kekayaan dibayangkan sebagai oknum (yang jahat)”. Ketika saya merenungkan hal ini, muncul pemahaman dalam diri saya bahwa ayat 10 di atas sebenarnya tidak hanya berbicara mengenai kesetiaan dalam hal yang kecil (seperti contoh/ilustrasi saya di atas), tetapi erat kaitannya dengan mamon dan harta yang sesungguhnya.

Banyak orang berpikir bahwa mamon (uang atau harta) yang dimiliki di dunia adalah harta yang sesungguhnya. Namun demikian, Tuhan Yesus dengan jelas membedakan mamon dengan harta yang sesungguhnya. Dalam hal ini mamon dianggap sebagai “hal atau perkara yang kecil” dan harta yang sesungguhnya adalah “hal atau perkara yang besar”. Oleh karena itu, dengan kata lain Tuhan Yesus ingin berkata bahwa orang (yaitu orang Kristen) harus bisa setia dalam hal mamon di dunia ini, barulah nanti ia akan dipercaya dengan harta yang sesungguhnya. Hal ini jelas terlihat di ayat selanjutnya, dimana Tuhan Yesus berkata bahwa jika kita tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan harta kita sendiri kepada kita? (ay. 12).

Dengan kata lain, ayat 10 hingga 12 mengerucut kepada satu kesimpulan yang luar biasa: segala harta yang kita miliki di dunia ini (yaitu mamon), bukanlah harta milik kita sendiri. Itu adalah “titipan Tuhan” yang dipercayakan kepada kita. Oleh karena itu suatu saat nanti Tuhan sebagai pemilik harta akan meminta pertanggungjawaban dari kita. Jika kita dipandang setia dalam hal mamon (yaitu dalam perkara kecil), maka kita akan dipercayakan harta kita yang sesungguhnya, yaitu harta milik kita sendiri, dalam kerajaan Allah yang kekal. Jadi jelas bahwa harta yang kita miliki di dunia ini sebenarnya bukanlah harta milik kita. Harta milik kita baru akan kita terima nanti di kekekalan, dengan catatan kita harus setia mengelola harta titipan Tuhan di bumi ini.

Hal ini paralel dengan ucapan Tuhan Yesus mengenai perumpamaan tentang talenta (Mat 25:14-26). Secara singkat kita bisa mengerti bahwa raja dalam perumpamaan tersebut memberikan talenta kepada hamba-hambanya untuk dikelola dan dikembangkan. Hamba yang baik dan setia akan mengembangkan talenta tersebut, sementara hamba yang tidak setia tidak akan mengembangkan talenta milik tuannya. Ingat bahwa talenta dalam perumpamaan itu bukanlah milik si hamba, melainkan milik tuan mereka. Para hamba tersebut hanya bertindak sebagai pengelola (manager) dan bukan pemilik (owner). Dan hanya manager yang baik dan setia yang kepadanya akan dipercayakan harta milik mereka sendiri.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berpikir bahwa semua hal yang kita miliki di dunia ini bukanlah milik kita sendiri. Dengan demikian kita tidak akan takut untuk “melepaskan” harta tersebut ketika Tuhan menghendakinya. Sama seperti Abraham yang sama sekali tidak ragu mempersembahkan Ishak, anaknya yang sangat ia kasihi, kepada Tuhan. Atau sama seperti Paulus yang rela kehilangan segala seuatu bahkan menganggap dunia ini seperti sampah supaya ia dapat mendapatkan Kristus (Flp 3:8). Di sini kita akan belajar sampai pada level dimana kita akan menyadari bahwa uang yang ada di dompet kita maupun tabungan kita itu bukanlah uang milik kita. Itu adalah uang milik Tuhan yang dititipkan atas nama kita. Oleh karena itu kita harus menggunakan uang (dan juga segenap harta) dengan bijaksana sesuai dengan kehendak Tuhan. Orang seperti ini tidak akan menggunakan uang dan hartanya untuk kepentingannya sendiri, melainkan hidupnya hanyalah untuk kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya.

Satu hal prinsip yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada 2 tuan (ay. 13a). Ini adalah prinsip yang penting terkait dengan ayat-ayat sebelumnya, yaitu jika kita tidak menjadi hamba Tuhan yang baik dan setia, maka kita “pasti” menjadi hamba dunia. Iblis sangat cerdik, ia tidak membuat kita terang-terangan menjadi hamba iblis. Namun iblis menawarkan dunia dan segala percintaan dunia supaya kita menjadi hamba dunia. Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah (Yak 4:4). Oleh karena itu kita harus sungguh-sungguh berjuang menjadi hamba-hamba Tuhan yang benar. Dalam hal ini kita harus menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tuan atau majikan kita. Kepada-Nyalah kita harus tunduk sepenuhnya tanpa batas, yaitu dengan menjadi hamba-hamba yang mau melakukan kehendak-Nya, mengelola harta titipan milik-Nya dengan sebaik-baiknya. Itulah kasih dan kesetiaan kita yang seharusnya, yaitu hanya kepada Tuhan. Itulah bukti pengabdian kita yang total kepada-Nya.




Bacaan Alkitab: Lukas 16:10-13
16:10 "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.
16:11 Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?
16:12 Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?
16:13 Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.