Senin, 22
Desember 2014
Bacaan Alkitab: Zefanya 3:1-5
“Celakalah si
pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan!” (Zef 3:1)
Kota yang Celaka
Saya percaya para pembaca renungan ini
pastilah tinggal di sebuah kota. Atau minimal pasti tinggal di sebuah desa.
Tidak mungkin para pembaca renungan ini tinggal di sebuah rumah yang terpencil
dan sendirian di atas sebuah gunung, tanpa tetangga di kanan kirinya. Ijinkan
saya bertanya satu hal kepada para pembaca sekalian, “menurut anda, kota mana
yang merupakan kota yang paling celaka di Indonesia ini?”. Saya kira jawabannya
pasti bermacam-macam. Ada yang menyebutkan nama kotanya sendiri, ada juga yang
menyebutkan nama kota lain. Akan tetapi, saya menebak bahwa kebanyakan dari
kita lebih melihat kota yang besar sebagai kota yang paling celaka.
Memang harus kita akui bahwa semakin besar
sebuah kota, maka masalah yang dihadapi pun semakin besar. Saya sendiri yang besar di kota
Jakarta, sebagai ibukota negara kita, merasa bahwa mungkin Jakarta adalah kota
yang paling banyak dosanya di Indonesia. Mulai dari kejahatan kemanusiaan,
korupsi, permufakatan jahat, segala konspirasi, pelacuran, dan lain sebagainya.
Saya rasa jika Tuhan menerapkan standar yang sama dengan Yerusalem pada zaman
dahulu, Jakarta akan menjadi kota pertama di Indonesia yang diluluhlantakkan.
Terkait dengan hal tersebut, bacaan Alkitab
kita hari ini dimulai dengan ucapan celaka. Ya benar, ucapan celaka kepada si
pemberontak dan si cemar (ay. 1a). Dan ucapan celaka tersebut ditujukan bukan secara
individual, tetapi secara kolektif, yaitu kepada kota yang penuh dengan
penindasan (ay. 1b). Kita sekarang mengetahui bahwa kota yang dimaksud adalah
kota Yerusalem, dimana kota tersebut adalah kota yang penuh dengan
pemberontakan dan kecemaran. Apa ciri-ciri kota yang celaka seperti itu?
Pertama, kota yang celaka adalah kota yang
tidak pernah mau mendengarkan teguran dan kecaman kepada dirinya (ay. 2a). Kota
yang celaka tentu kota yang penuh dengan kecemaran. Di balik mayoritas orang
yang hidup cemar, ada beberapa orang yang tetap berusaha hidup kudus, dan dari
beberapa orang tersebut, sejumlah kecil di antaranya berani menyampaikan
teguran dan kecaman dengan maksud baik, yaitu agar ada pertobatan di kotanya.
Namun kota yang celaka tidak pernah mau mendengar teguran, dan selalu merasa bahwa
dirinya adalah paling benar.
Kedua, kota yang celaka adalah kota yang
tidak percaya kepada Tuhan dan tidak menganggap penting persekutuan dengan
Tuhan (ay. 2b). Bukan hanya para penduduk kota tersebut banyak yang tidak/belum
percaya kepada Tuhan, bahkan orang-orang yang percaya kepada Tuhan pun banyak
yang melalaikan persekutuan dengan Tuhan. Gambaran sederhananya adalah ketika
hari Minggu, banyak orang yang tidak beribadah tetapi sibuk dengan kegiatan
lainnya. Mereka terlalu sibuk sehingga lupa bahwa persekutuan dengan Tuhan
adalah sesuatu hal yang sangat penting.
Ketiga, kota yang celaka adalah kota yang
memiliki pemuka yang seperti singa (ay. 3a). Seharusnya pemuka kota adalah
orang-orang yang peduli dengan rakyatnya. Mereka seharusnya memikirkan
kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya, bukannya justru memeras dan
bersukacita di atas penderitaan rakyatnya. Jika pemuka kotanya saja seperti ini,
tak dapat dibayangkan bagaimana dengan penduduk yang lain, dan betapa cemar
kota tersebut.
Keempat, kota yang celaka adalah kota yang
tidak memiliki keadilan. Hal ini digambarkan dengan para hakim yang seperti
serigala pada waktu malam, yang tidak meninggalkan apapun sampai pagi hari (ay.
3b). Para hakim seharusnya bertindak atas dasar kebenaran dan keadilan. Jika hukum
saja dapat diputarbalikkan, dan para hakim yang seharusnya adil justru
menjualbelikan keadilan demi keuntungan pribadinya, maka tidak akan ada pernah
ada kesejahteraan di dalam kota tersebut.
Kelima, kota yang celaka adalah kota dimana
para nabi justru adalah orang-orang yang ceroboh dan berkhianat (ay. 4a). Nabi
adalah penyambung lidah Tuhan. Seorang nabi seharusnya menyampaikan suara
kenabian yang tidak lain dan tidak bukan adalah suara Tuhan sendiri. Bayangkan
apa yang akan terjadi jika seorang nabi adalah orang yang ceroboh. Ia tidak
akan menyampaikan suara yang benar bukan? Bahkan yang lebih parah lagi adalah
jika nabi tersebut adalah pengkhianat. Tentu bukan suara Tuhan yang disampaikan
oleh “sang nabi”, tetapi justru suara iblis.
Keenam, kota yang celaka adalah kota dimana
para imam tidak menjaga kekudusan, bahkan memanfaatkan hukum Taurat (Firman
Tuhan) untuk kepentingannya sendiri (ay. 4b). Seorang imam menjadi alat Tuhan
untuk menjaga kekudusan umat dan menjaga umat agar hidup seturut Firman Tuhan.
Seorang imam harus mampu memimpin jemaat sehingga mereka dapat hidup sesuai
dengan standar Tuhan. Dan bayangkan jika “sang imam” justru tidak menjaga
kekudusan, maka umat/jemaat akan hidup dalam kecemaran juga, karena mereka akan
mencontoh sikap hidup imam tersebut. Bahkan seringkali imam memanfaatkan Firman
Tuhan demi keuntungan mereka sendiri. Sebagai contoh, menekankan tentang
pentingnya jemaat memberi persembahan yang besar, bahkan dengan setengah
memaksa, namun uang persembahan jemaat digunakan untuk kepentingan pribadinya.
Apa yang akan terjadi pada kota yang celaka
tersebut? Satu hal yang mereka lupa adalah bahwa Tuhan adalah Tuhan yang
berkuasa, dan Tuhan pasti melihat segala sesuatu. Suatu saat nanti Tuhan pasti
menunjukkan keadilanNya dengan menghukum kota tersebut (ay. 5a). Sayangnya kota
yang celaka tersebut terlalu malu untuk mengakui bahwa mereka adalah
orang-orang pemberontak dan cemar (ay. 5b). Sehingga mereka akan terlambat bertobat dan terlambat pula menyadari bahwa
waktu Tuhan untuk menghukum kota tersebut sudah datang.
Kita mungkin tidak dapat menghindari tinggal
di kota yang penuh dosa dan kecemaran. Tetapi minimal kita masih dapat
bertindak dengan benar. Kita tetap dapat hidup kudus di tengah-tengah lingkungan
yang cemar. Tuhan memanggil kita untuk melakukan yang kudus dan bukan melakukan hal yang
cemar. Oleh karena itu, mintalah kekuatan dari Tuhan agar kita mampu menjaga
iman kita di tengah lingkungan yang sulit ini. Dan percayalah, segala jerih
payah kita di dalam Tuhan tidak akan pernah sia-sia.
Bacaan Alkitab: Zefanya 3:1-5
3:1 Celakalah si
pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan!
3:2 Ia tidak mau
mendengarkan teguran siapa pun dan tidak mempedulikan kecaman; kepada TUHAN ia
tidak percaya dan kepada Allahnya ia tidak menghadap.
3:3 Para
pemukanya di tengah-tengahnya adalah singa yang mengaum; para hakimnya adalah
serigala pada waktu malam yang tidak meninggalkan apa pun sampai pagi hari.
3:4 Para nabinya
adalah orang-orang ceroboh dan pengkhianat; para imamnya menajiskan apa yang
kudus, memperkosa hukum Taurat.
3:5 Tetapi TUHAN
adil di tengah-tengahnya, tidak berbuat kelaliman. Pagi demi pagi Ia memberi
hukum-Nya; itu tidak pernah ketinggalan pada waktu fajar. Tetapi orang lalim
tidak kenal malu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.