Kamis, 18 Desember 2014

Kota yang Celaka



Senin, 22 Desember 2014
Bacaan Alkitab: Zefanya 3:1-5
“Celakalah si pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan!” (Zef 3:1)


Kota yang Celaka


Saya percaya para pembaca renungan ini pastilah tinggal di sebuah kota. Atau minimal pasti tinggal di sebuah desa. Tidak mungkin para pembaca renungan ini tinggal di sebuah rumah yang terpencil dan sendirian di atas sebuah gunung, tanpa tetangga di kanan kirinya. Ijinkan saya bertanya satu hal kepada para pembaca sekalian, “menurut anda, kota mana yang merupakan kota yang paling celaka di Indonesia ini?”. Saya kira jawabannya pasti bermacam-macam. Ada yang menyebutkan nama kotanya sendiri, ada juga yang menyebutkan nama kota lain. Akan tetapi, saya menebak bahwa kebanyakan dari kita lebih melihat kota yang besar sebagai kota yang paling celaka. 

Memang harus kita akui bahwa semakin besar sebuah kota, maka masalah yang dihadapi pun semakin  besar. Saya sendiri yang besar di kota Jakarta, sebagai ibukota negara kita, merasa bahwa mungkin Jakarta adalah kota yang paling banyak dosanya di Indonesia. Mulai dari kejahatan kemanusiaan, korupsi, permufakatan jahat, segala konspirasi, pelacuran, dan lain sebagainya. Saya rasa jika Tuhan menerapkan standar yang sama dengan Yerusalem pada zaman dahulu, Jakarta akan menjadi kota pertama di Indonesia yang diluluhlantakkan.

Terkait dengan hal tersebut, bacaan Alkitab kita hari ini dimulai dengan ucapan celaka. Ya benar, ucapan celaka kepada si pemberontak dan si cemar (ay. 1a). Dan ucapan celaka tersebut ditujukan bukan secara individual, tetapi secara kolektif, yaitu kepada kota yang penuh dengan penindasan (ay. 1b). Kita sekarang mengetahui bahwa kota yang dimaksud adalah kota Yerusalem, dimana kota tersebut adalah kota yang penuh dengan pemberontakan dan kecemaran. Apa ciri-ciri kota yang celaka seperti itu?

Pertama, kota yang celaka adalah kota yang tidak pernah mau mendengarkan teguran dan kecaman kepada dirinya (ay. 2a). Kota yang celaka tentu kota yang penuh dengan kecemaran. Di balik mayoritas orang yang hidup cemar, ada beberapa orang yang tetap berusaha hidup kudus, dan dari beberapa orang tersebut, sejumlah kecil di antaranya berani menyampaikan teguran dan kecaman dengan maksud baik, yaitu agar ada pertobatan di kotanya. Namun kota yang celaka tidak pernah mau mendengar teguran, dan selalu merasa bahwa dirinya adalah paling benar.

Kedua, kota yang celaka adalah kota yang tidak percaya kepada Tuhan dan tidak menganggap penting persekutuan dengan Tuhan (ay. 2b). Bukan hanya para penduduk kota tersebut banyak yang tidak/belum percaya kepada Tuhan, bahkan orang-orang yang percaya kepada Tuhan pun banyak yang melalaikan persekutuan dengan Tuhan. Gambaran sederhananya adalah ketika hari Minggu, banyak orang yang tidak beribadah tetapi sibuk dengan kegiatan lainnya. Mereka terlalu sibuk sehingga lupa bahwa persekutuan dengan Tuhan adalah sesuatu hal yang sangat penting.

Ketiga, kota yang celaka adalah kota yang memiliki pemuka yang seperti singa (ay. 3a). Seharusnya pemuka kota adalah orang-orang yang peduli dengan rakyatnya. Mereka seharusnya memikirkan kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya, bukannya justru memeras dan bersukacita di atas penderitaan rakyatnya. Jika pemuka kotanya saja seperti ini, tak dapat dibayangkan bagaimana dengan penduduk yang lain, dan betapa cemar kota tersebut.

Keempat, kota yang celaka adalah kota yang tidak memiliki keadilan. Hal ini digambarkan dengan para hakim yang seperti serigala pada waktu malam, yang tidak meninggalkan apapun sampai pagi hari (ay. 3b). Para hakim seharusnya bertindak atas dasar kebenaran dan keadilan. Jika hukum saja dapat diputarbalikkan, dan para hakim yang seharusnya adil justru menjualbelikan keadilan demi keuntungan pribadinya, maka tidak akan ada pernah ada kesejahteraan di dalam kota tersebut.

Kelima, kota yang celaka adalah kota dimana para nabi justru adalah orang-orang yang ceroboh dan berkhianat (ay. 4a). Nabi adalah penyambung lidah Tuhan. Seorang nabi seharusnya menyampaikan suara kenabian yang tidak lain dan tidak bukan adalah suara Tuhan sendiri. Bayangkan apa yang akan terjadi jika seorang nabi adalah orang yang ceroboh. Ia tidak akan menyampaikan suara yang benar bukan? Bahkan yang lebih parah lagi adalah jika nabi tersebut adalah pengkhianat. Tentu bukan suara Tuhan yang disampaikan oleh “sang nabi”, tetapi justru suara iblis.

Keenam, kota yang celaka adalah kota dimana para imam tidak menjaga kekudusan, bahkan memanfaatkan hukum Taurat (Firman Tuhan) untuk kepentingannya sendiri (ay. 4b). Seorang imam menjadi alat Tuhan untuk menjaga kekudusan umat dan menjaga umat agar hidup seturut Firman Tuhan. Seorang imam harus mampu memimpin jemaat sehingga mereka dapat hidup sesuai dengan standar Tuhan. Dan bayangkan jika “sang imam” justru tidak menjaga kekudusan, maka umat/jemaat akan hidup dalam kecemaran juga, karena mereka akan mencontoh sikap hidup imam tersebut. Bahkan seringkali imam memanfaatkan Firman Tuhan demi keuntungan mereka sendiri. Sebagai contoh, menekankan tentang pentingnya jemaat memberi persembahan yang besar, bahkan dengan setengah memaksa, namun uang persembahan jemaat digunakan untuk kepentingan pribadinya.

Apa yang akan terjadi pada kota yang celaka tersebut? Satu hal yang mereka lupa adalah bahwa Tuhan adalah Tuhan yang berkuasa, dan Tuhan pasti melihat segala sesuatu. Suatu saat nanti Tuhan pasti menunjukkan keadilanNya dengan menghukum kota tersebut (ay. 5a). Sayangnya kota yang celaka tersebut terlalu malu untuk mengakui bahwa mereka adalah orang-orang pemberontak dan cemar (ay. 5b). Sehingga mereka akan terlambat  bertobat dan terlambat pula menyadari bahwa waktu Tuhan untuk menghukum kota tersebut sudah datang.

Kita mungkin tidak dapat menghindari tinggal di kota yang penuh dosa dan kecemaran. Tetapi minimal kita masih dapat bertindak dengan benar. Kita tetap dapat hidup kudus di tengah-tengah lingkungan yang cemar. Tuhan memanggil kita untuk melakukan  yang kudus dan bukan melakukan hal yang cemar. Oleh karena itu, mintalah kekuatan dari Tuhan agar kita mampu menjaga iman kita di tengah lingkungan yang sulit ini. Dan percayalah, segala jerih payah kita di dalam Tuhan tidak akan pernah sia-sia.



Bacaan Alkitab: Zefanya 3:1-5
3:1 Celakalah si pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan!
3:2 Ia tidak mau mendengarkan teguran siapa pun dan tidak mempedulikan kecaman; kepada TUHAN ia tidak percaya dan kepada Allahnya ia tidak menghadap.
3:3 Para pemukanya di tengah-tengahnya adalah singa yang mengaum; para hakimnya adalah serigala pada waktu malam yang tidak meninggalkan apa pun sampai pagi hari.
3:4 Para nabinya adalah orang-orang ceroboh dan pengkhianat; para imamnya menajiskan apa yang kudus, memperkosa hukum Taurat.
3:5 Tetapi TUHAN adil di tengah-tengahnya, tidak berbuat kelaliman. Pagi demi pagi Ia memberi hukum-Nya; itu tidak pernah ketinggalan pada waktu fajar. Tetapi orang lalim tidak kenal malu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.