Senin, 22 Desember 2014

Makna Kekudusan Menyambut Malam yang Kudus



Rabu, 24 Desember 2014
Bacaan Alkitab: Matius 1:18-25
Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus. (Mat 1:24-25)


Makna Kekudusan Menyambut Malam yang Kudus


Tidak terasa sebentar lagi kita akan merayakan hari Natal. Tentu beberapa minggu terakhir ini kita sudah cukup familiar dengan lagu-lagu bertema natal yang terdengar di televisi, radio, di gereja, bahkan di pusat-pusat perbelanjaan. Apa lagu natal kesukaan kita? Dengan jawaban yang beragam, saya berani mengatakan bahwa salah satu lagu natal favorit umat Kristiani adalah lagu “Malam Kudus”. Kita tentu sering menyanyikan lirik lagu Malam Kudus ini bukan? Akan tetapi pernahkah kita berpikir mengapa malam tersebut disebut malam (yang) kudus? Dimana letak kekudusannya?

Pertama-tama kita perlu mengerti arti kata kudus. Jika kita melihat di kamus Alkitab di bagian belakang Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, salah satu penjelasan terhadap kata kudus adalah “dipilih dan dijadikan sebagai miliknya”. Lalu apa hubungannya antara kudus/kekudusan dengan hari Natal?

Dalam bacaan Kitab Suci kita hari ini, yang saya yakin bahwa kita sudah sangat sering membaca atau mendengarnya, terlebih di masa-masa Natal ini, kita melihat bahwa paling tidak ada tiga hal terkait kekudusan yang dapat kita pelajari.

Pertama, kita melihat bagaimana Maria menjaga kekudusan dengan menjaga keperawanannya dalam masa tunangannya dengan Yusuf (ay. 18). Hal ini dapat kita lihat lebih jauh lagi dalam Lukas 1:26-38, dimana dikatakan bahwa Maria adalah seorang perawan (Luk 1:27). Tentu saja Allah tidak akan sembarangan memilih orang yang akan mengandung dan melahirkan bayi Yesus di dunia ini. Saya yakin bahwa Maria adalah pilihan terbaik karena memang Maria adalah seorang gadis yang sangat menjaga kekudusan, dan juga memiliki ketaatan dan keberanian untuk menjadi “ibu jasmani” Yesus di dunia ini. Itulah salah satu sebab mengapa  Gereja Katolik Roma pun sangat menghargai peran dan jasa Maria sehingga menempatkkannya sebagai salah satu figur sentral dalam agama Katolik.

Kedua, kita melihat bagaimana Yusuf menjaga kekudusan dengan berencana untuk menceraikan Maria secara diam-diam (ay. 19). Pada masa itu, di masyarakat Yahudi ada tiga tingkatan sebelum menikah, yaitu: 1) pacaran; 2) bertunangan; dan 3) pernikahan. Posisi Maria dan Yusuf saat itu adalah pada tahap bertunangan, dan jika dalam masa pertunangan itu diketahui bahwa si wanita sudah hamil, maka pihak pria dapat mengadukannya kepada tua-tua dan jika memang si wanita hamil bukan karena pria yang telah menjadi tunangannya, si wanita itu akan dijatuhi hukuman yaitu dilempari denga batu. 

Tentu Yusuf memiliki pilihan untuk membawa perkara hamilnya Maria kepada tua-tua Yahudi. Akan tetapi kita melihat bagaimana Yusuf bertindak dengan bijaksana yaitu bermaksud untuk “menceraikan” Maria dengan diam-diam (ay. 19). Arti menceraikan di sini berbeda dengan cerai yang kita kenal saat ini. Istilah yang lebih tepat adalah membatalkan pertunangan, tetapi Yusuf bermaksud melakukannya dengan diam-diam untuk menjaga nama baik Maria. Tentu Maria sudah bercerita kepada Yusuf bahwa ia hamil karena Roh Kudus, tetapi ingatlah bahwa pada masa itu tidak ada yang tahu apa itu Roh Kudus, dan Yusuf sebagai seorang manusia pun tentu mengalami kebimbangan tentang apakah yang dikatakan Maria adalah benar atau hanya kebohongan semata. 

Tetapi Alkitab mengatakan bahwa ketika Yusuf sedang merencanakan untuk membatalkan pertunangannya dengan Maria secara diam-diam, seorang malaikat Tuhan datang kepada Yusuf dalam mimpi dan menjelaskan bahwa Maria memang mengandung dari Roh Kudus (ay. 20-23). Setelah mendapat penglihatan melalui mimpi tersebut, Yusuf pun segera mengambil Maria untuk menjadi isterinya (ay. 24). Hal ini berarti Yusuf segera “melegalkan” pertunangan mereka menjadi pernikahan yang sah secara adat dan agama Yahudi pada waktu itu.

Ini adalah sebuah keputusan yang besar yang diambil oleh Yusuf. Yusuf memilih untuk menikahi Maria dengan segala pertanyaan yang mungkin masih tersisa di benaknya. Yusuf memilih untuk taat kepada perintah Tuhan. Yusuf memilih untuk melindungi Maria dan bayi Yesus yang ada dalam kandungan Maria. Tanpa peran Yusuf, mungkin tidak akan ada bayi Yesus yang lahir ke dunia. Yusuf mampu memilih apa yang benar dan melakukan bagiannya untuk mendatangkan kerajaan Allah di dunia ini.

Ketiga, Yusuf dan Maria secara bersama-sama menjaga kekudusan mereka setelah mereka resmi hidup sebagai suami dan isteri (ay. 25). Ketika Yusuf mengambil Maria sebagai isterinya yang sah dalam ikatan pernikahan Yahudi pada saat itu, tentu saja Yusuf dan Maria memiliki hak penuh untuk melakukan apa  yang boleh mereka lakukan sebagai suami dan isteri, yaitu bersetubuh. Akan tetapi Yusuf dan Maria memilih untuk tetap menjaga kekudusan dengan tidak bersetubuh sampai Maria melahirkan Yesus di kota Betlehem. Alkitab memang tidak mengatakan berapa lama mereka menunda untuk melakukan hubungan suami isteri, tetapi saya yakin bahwa hal tersebut adalah hal yang sulit untuk mereka lakukan, karena mereka sudah tinggal serumah, bahkan sekamar, tetapi tetap menjaga dan menahan diri untuk menjaga kekudusan demi bayi Yesus. 

Inilah makna kekudusan yang sangat luar biasa di hari Natal ini. Tidak hanya malam kelahiran Yesus yang merupakan malam yang kudus, tetapi jauh sebelum itu, berbulan-bulan sebelumnya, sudah ada kekudusan yang dilakukan oleh Yusuf dan Maria sebagai “ayah dan ibu jasmani” Yesus. 

Sebentar lagi Natal akan datang. Jika 2.000 tahun yang lalu saja ada kekudusan yang luar biasa di balik makna Natal, bagaimana dengan kita saat ini? Apakah kita menyambut Natal dengan segala pesta pora, kemabukan, dan justru dengan segala ketidakkudusan hidup kita? Apakah kita mau berkorban menjaga kekudusan kita menyambut hari Natal ini? Bahkan seharusnya kita tetap  hidup kudus dan menjaga kekudusan dalam setiap hari kehidupan kita. Jika umat Islam saja benar-benar bertobat dan menjaga kekudusan menyongsong hari raya mereka, bukankah kita sebagai umat Kristiani juga perlu memiliki sikap seperti itu? Mari kita menjaga dan memelihara kekudusan menyambut malam yang kudus di hari Natal ini, bahkan seterusnya kita akan berusaha untuk hidup lebih kudus lagi untuk menyenangkan hati Allah.


Bacaan Alkitab: Matius 1:18-25
1:18 Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri.
1:19 Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.
1:20 Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.
1:21 Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka."
1:22 Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:
1:23 "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" -- yang berarti: Allah menyertai kita.
1:24 Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya,
1:25 tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.