Selasa, 16 Desember 2014

Mempunyai Hanya Satu Isteri



Kamis, 18 Desember 2014
Bacaan Alkitab: Titus 1:5-6
“Yakni orang-orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri, yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib.” (Tit 1:6)


Mempunyai Hanya Satu Isteri


Mengenai pernikahan, kekristenan hanya mengenal satu pasangan hingga maut memisahkan. Artinya seorang suami hanya boleh memiliki satu isteri pada satu waktu, dan seorang isteri hanya boleh memiliki satu suami pada satu waktu. Seorang suami boleh memiliki isteri lain jika dan hanya jika isterinya meninggal dunia. Demikian pula dengan seorang isteri boleh memiliki suami lain jika dan hanya jika suaminya meninggal dunia. Kekristenan tidak mengenal kata cerai, karena di dalam Tuhan tidak ada perceraian. Apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia. Oleh karena itu, kekristenan sangat ketat mengatur tentang pernikahan. Kekristenan tidak mengenal tentang poligami, poliandri, bahkan kata cerai sekalipun.

Dalam bacaan Alkitab kita hari ini, kita berbicara tentang bagaimana Paulus menasehatkan Titus, anak rohaninya, mengenai hal-hal yang harus ia atur sebagai pemimpin jemaat. Paulus menulis bahwa ia meninggalkan Titus di Kreta dengan maksud dan tujuan untuk mengatur jemaat di Kreta, serta menetapkan penatua-penatua di setiap kota, sebagaimana yang ia telah pesankan kepada Titus (ay. 5).

Terkait dengan jabatan penatua, Paulus memberikan suatu syarrat yang cukup ketat, yaitu tak bercacat, mempunyai hanya satu isteri, mempunyai anak-anak yang hidup beriman, dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau tidak tertib (ay. 6). Saya tertarik untuk menulis mengenai syarat “mempunyai hanya satu isteri”, karena dalam suratnya kepada Timotius, Paulus juga menetapkan syarat yang sama untuk jabatan penilik jemaat dan diaken (1 Tim 3:2 & 12).

Tentu syarat ini bukan berarti bahwa jemaat Tuhan dan pelayan Tuhan selain penatua, penilik jemaat dan diaken boleh punya lebih dari satu isteri. Setidaknya ada dua hal mengenai syarat mempunyai hanya satu isteri ini.

Pertama, hal ini berbicara tentang suatu syarat yang baru di dalam kekristenan. Sebelum orang-orang mengenal tentang Kristus, mereka memiliki latar belakang yang bermacam-macam. Di masa kekaisaran Romawi, sangat umum orang memiliki isteri lebih dari satu. Namun cukup banyak juga orang-orang yang mengerti tentang esensi pernikahan sehingga mereka memilih untuk hanya memiliki satu isteri. Paulus ingin menekankan tentang kudusnya suatu pernikahan dari sudut  pandang  Tuhan, sehingga Paulus menginginkan para pelayan Tuhan adalah orang-orang yang memang hanya memiliki satu isteri saja, bahkan termasuk mereka yang sudah menikah sebelum mengenal Kristus. Paulus ingin menjaga agar para penatua tidak dapat dituduh atau menjadi bahan omongan orang lain karena mempunyai isteri lebih dari satu.

Tentu saja orang-orang yang sudah menjadi Kristen sebelum mereka menikah, bagi mereka berlaku satu hukum yang universal yaitu hanya boleh menikah satu kali hingga maut memisahkan mereka dengan pasangan hidupnya. Oleh karena itu, ayat dalam Titus 1:6 tersebut harus dimaknai sesuai konteksnya, yaitu lebih kepada bagaimana Titus memilih orang-orang yang akan menjadi penatua, dan bukan alasan bahwa orang Kristen sesungguhnya boleh memiliki isteri lebih dari satu.

Kedua, hal ini juga berarti bahwa orang-orang yang menjadi penatua (dan juga penilik jemaat dan diaken seperti ditulis dalam 1 Tim 3:2 & 12), harus menjaga dirinya sehingga dalam kehidupannya ia hanya boleh memiliki satu orang isteri.  Bahkan jika isterinya juga telah meninggal dunia sekalipun, ia diharapkan untuk tetap melajang sehingga ia didapati tidak bercacat dan menghindarkan dirinya menjadi bahan omongan orang lain. Ini memang penafsiran saya sendiri, tetapi saya merasa bahwa memang sebaiknya (bukan seharusnya) seorang pelayan Tuhan (entah sebagai penatua, penilik jemaat, dan diaken), terlebih seorang hamba Tuhan full timer sebaiknya memiliki standar seperti ini.

Bayangkan jika seorang gembala sidang yang mempunyai banyak jemaat, ditinggal mati isterinya, kemudian menikah lagi dan ternyata isteri yang baru tidak mampu menjalankan perannya sebagai isteri gembala yang baik, maka pernikahannya yang kedua justru dapat menjadi batu sandungan. Alangkah baiknya jika gembala sidang tersebut tetap hidup melajang sepanjang sisa hidupnya, dan saya yakin jemaat Tuhan akan sangat diberkati dengan teladan dan harga yang telah dibayar oleh gembala sidang tersebut.

Karena poin kedua ini adalah penafsiran saya secara pribadi, maka saya pun hanya menggunakan kata “sebaiknya”, karena ini bukanlah suatu keharusan sebab Alkitab tidak mengatakan demikian dengan jelas. Namun bagi para pelayan Tuhan, ayat ini perlu dipikirkan sungguh-sungguh dan dipegumulkan dengan sungguh-sungguh pula. Tanyalah kepada Tuhan tentang apa yang harus kita lakukan ketika kita suatu saat berada di posisi tersebut. Dan alangkah baiknya jika kita tidak hanya mencari kepuasan dan kesenangan diri kita sendiri, tetapi menjaga hidup kita agar kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain, terlebih bagi jemaat yang kita layani.


Bacaan Alkitab: Titus 1:5-6
1:5 Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini, supaya engkau mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota, seperti yang telah kupesankan kepadamu,
1:6 yakni orang-orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri, yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.