Minggu, 19 November 2017

Anjing dan Babi dalam Alkitab (29): Seperti Menangkap Telinga Anjing yang Berlalu



Selasa, 21 November 2017
Bacaan Alkitab: Amsal 26:17-21
Orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain adalah seperti orang yang menangkap telinga anjing yang berlalu. (Ams 26:17)


Anjing dan Babi dalam Alkitab (29): Seperti Menangkap Telinga Anjing yang Berlalu


Dalam kehidupan ini, pasti setiap kita pernah mengalami konflik dengan orang lain. Bahkan konflik tersebut lebih sering terjadi di dalam keluarga, misalnya antara suami dengan istri, antara orang tua dengan anak, serta antara saudara dengan saudara. Konflik juga tidak hanya terjadi di kantor tetapi juga mulai timbul di sekolah atau kampus. Bahkan jika mau jujur, konflik sangat mungkin terjadi di lingkungan gereja, yaitu antara jemaat dengan jemaat, antara pendeta dengan jemaat, bahkan antara pendeta dengan pendeta.

Konflik lebih disebabkan karena adanya perbendaan pendapat dan pandangan antara dua pihak. Perbedaan itu sebenarnya tidaklah selalu salah, karena dalam segi positif hal tersebut dapat saling melengkapi sudut pandang kedua belah pihak tersebut. Sayangnya, di dunia yang sudah rusak ini, perbedaan tersebut sering disikapi sebagai konflik, bahkan hal tersebut dapat menimbulkan pertengkaran antara pihak-pihak yang berbeda pandangan. Bayangkan jika pertengkaran itu terjadi di gereja yang seharusnya menjadi suatu gambaran yang ideal akan orang-orang yang mengasihi Tuhan. Gereja yang harusnya menampilkan gambaran suasana surgawi justru bisa menampilkan suasana neraka ketika pertengkaran itu mulai membesar dan memuncak.

Pertengkaran antara kedua belah pihak itu dapat menjadi lebih tidak terkendali ketika ada orang-orang yang kemudian ikut campur dalam pertengkaran. Jika awalnya hanyalah perbedaan pandangan antara 2 pihak saja, maka pihak yang ikut campur dapat menambah runyam suasana. Amsal menulis bahwa orang-orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain adalah seperti orang yang menangkap telinga anjing yang berlalu (ay, 17). Apakah artinya itu?

Jika ada anjing yang berjalan atau berlalu, sebenarnya orang tidak perlu repot-repot menangkap telinga anjing tersebut. Orang bisa saja membiarkan anjing tersebut berjalan tanpa mencoba mengusiknya apalagi menangkapnya. Namun ada orang-orang yang memang suka ikut campur dalam masalah orang lain. Mereka bisa melakukannya karena iseng, karena terpancing hasutan salah satu pihak, atau justru karena ingin masalah dan konflik tersebut menjadi lebih besar lagi. Tentu alternatif terakhir ini bisa terjadi karena yang bersangkutan memiliki kepentingan pribadi terhadap konflik tersebut. Sebagai contoh, jika ada konflik yang terjadi antara pendeta, mungkin ada orang-orang tertentu yang menginginkan konflik tetap terjadi karena ia mengincara jabatan pendeta di gereja tersebut.

Jika demikian yang terjadi, berarti orang tersebut memang sengaja mencari gara-gara atau mencari masalah. Anjing yang sedang berjalan atau berlalu dan tidak membahayakan, justru ditangkap telinganya oleh orang tersebut. Akibatnya tentu anjing akan menyalak, menggonggong bahkan menggigit. Ini sama saja dengan orang gila yang menembakkan panah api kepada orang lain supaya api semakin besar dan berkobar lama (ay. 18). Perhatikan bahwa orang-orang semacam ini memang membuat api membesar tetapi kemudian ia akan berkelit dan berkata bahwa ia tidak sengaja melakukannya. Ia akan membuat alasan bahwa ia tidak bermaksud membuat konflik menjadi lebih besar atau ia akan berkata bahwa ia tidak tahu bahwa tindakannya bisa mengakibatkan masalah (ay. 19). Padahal alasan itu hanyalah alasan yang dibuat-buat karena sebenarnya ia memiliki kepentingan pribadi di balik konflik yang terjadi. Kita harus berhati-hati terhadap orang-orang seperti ini, karena mereka pun juga ada di dalam gereja atau persekutuan.

Oleh karena itu kita harus memperhatikan apa yang menyebabkan api konflik atau api pertengkaran itu tetap menyala. Kita harus menjadi orang-orang yang berusaha memadamkan konflik dan pertengkaran yang terjadi. Dalam teori mengenai api ada 3 unsur yang membuat api tetap menyala, yaitu: panas, bahan bakar, dan oksigen. Jadi untuk memadamkan api, salah satu unsur harus dihilangkan. Untuk ukuran kitab Amsal yang ditulis sekitar 3.000 tahun yang lalu, hikmatnya sudah sangat luar biasa karena juga membenarkan teori tentang api tersebut. Amsal di ayat selanjutnya berkata bahwa bila kayu habis, maka padamlah api (ay. 20a). Tentu pemahaman manusia 3.000 tahun yang lalu belum secerdas di zaman modern ini. Mereka berpikir bahwa api hanya akan dapat padam jika bahan bakarnya (yang digambarkan sebagai kayu) sudah habis. Oleh karena itu, cara untuk memadamkan api adalah dengan menghilangkan faktor-faktor yang menjadi bahan bakar api tersebut.

Lanjutan ayat tersebut menguraikan apa yang dimaksud dengan kayu dan api. Jika api adalah suatu pertengkaran atau konflik yang terjadi, maka kayu adalah orang-orang yang menjadi “bahan bakar” sehingga api konfik terus menyala. Dalam ayat tersebut jelas bahwa kayu adalah gambaran dari orang-orang yang bertindak sebagai pemfitnah (ay. 20b). Kata pemfitnah dalam bahasa aslinya (bahasa Ibrani) adalah נִרְגָּן (nirgan) yang dapat diartikan sebagai  a slanderer, talebearer, whisperer” (seorang pemfitnah, pengadu/penggosip, atau pembisik). Jadi orang tipe ini bukan saja hanya orang yang suka memfitnah, tetapi ia juga memiliki ciri-ciri suka mengadu domba, menggosipkan orang lain (di belakang), dan membisik-bisikkan hal-hal yang dapat memicu konflik. Apa keuntungan bagi orang-orang seperti ini? Tentu karena konflik yang terjadi dapat menimbulkan keuntungan baginya, seperti ia dapat tampil seakan-akan sebagai seorang pahlawan, atau justru berakting sebagai seorang “korban”. Intinya semua itu dilakukan karena ada kepentingan atau ambisi pribadi.

Orang-orang seperti ini tentu menyukai pertengkaran dan perbantahan yang semakin panas. Orang seperti ini ibarat arang yang membuat bara terus menyala dan kayu yang membuat api  tetap menyala (ay. 21). Meskipun bara terlihat sudah padam di bagian luarnya, tetapi di di bagian dalamnya bara itu tetap menyala. Orang-orang yang menyukai pertengkaran dan perbantahan pasti tidak sungguh-sungguh ingin memadamkan bara tersebut. Mereka boleh terlihat memadamkan api tetapi dari dalam mereka menjaga supaya bara tersebut tetap menyala sehingga sewaktu-waktu dapat disulut kembali.

Penting bagi kita untuk menguji diri kita sendiri di pihak manakah kita berdiri. Apakah kita masih merupakan orang-orang yang menyukai konflik tetap terjadi? Ataukah kita adalah orang-orang yang berusaha memadamkan konflik yang sudah terlanjur terjadi? Menjadi pemadam kebakaran bukan berarti setuju terhadap penyebab kebakaran. Kita harus tetap memiliki idealisme tinggi mengenai standar kebenaran. Jangan hanya karena tidak ingin konflik terjadi maka kita harus menurunkan standar kebenaran Tuhan dan firman-Nya.

Standar kebenaran tetap harus dipasang setinggi mungkin, yaitu sesuai dengan kesempurnaan Allah. Ketika Tuhan Yesus hidup pun tetap terjadi konflik antara Tuhan Yesus dengan orang Farisi. Ketika jemaat mula-mula hidup pun tetap terjadi konflik antara mereka dengan orang Farisi dan juga dengan pihak kekaisaran Romawi. Dalam hal ini, Tuhan Yesus, para rasul dan jemaat mula-mula tetap memegang teguh standar yang seharusnya. Mereka tetap memerangi nabi-nabi palsu dan para pengajar-pengajar palsu. Namun demikian, mereka tidak menjadi orang-orang yang dengan sengaja membuat konflik tetap menyala bahkan semakin berkobar. Mereka tidak mau mengambil keuntungan pribadi dari konflik tersebut dan juga tidak membuat konflik demi kepentingan pribadi. Jika konflik tersebut harus terjadi karena membela kebenaran Tuhan, maka mereka siap menghadapinya. Tetapi selain karena kepentingan kerajaan surga, mereka berusaha untuk hidup damai dengan semua orang.



Bacaan Alkitab: Amsal 26:17-21
26:17 Orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain adalah seperti orang yang menangkap telinga anjing yang berlalu.
26:18 Seperti orang gila menembakkan panah api, panah dan maut,
26:19 demikianlah orang yang memperdaya sesamanya dan berkata: "Aku hanya bersenda gurau."
26:20 Bila kayu habis, padamlah api; bila pemfitnah tak ada, redalah pertengkaran.
26:21 Seperti arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah orang yang suka bertengkar untuk panasnya perbantahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.