Selasa, 21 November 2017
Bacaan
Alkitab: Amsal 26:17-21
Orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain adalah seperti orang
yang menangkap telinga anjing yang berlalu. (Ams 26:17)
Anjing dan Babi dalam Alkitab (29): Seperti Menangkap
Telinga Anjing yang Berlalu
Dalam kehidupan ini, pasti setiap kita
pernah mengalami konflik dengan orang lain. Bahkan konflik tersebut lebih
sering terjadi di dalam keluarga, misalnya antara suami dengan istri, antara
orang tua dengan anak, serta antara saudara dengan saudara. Konflik juga tidak
hanya terjadi di kantor tetapi juga mulai timbul di sekolah atau kampus. Bahkan
jika mau jujur, konflik sangat mungkin terjadi di lingkungan gereja, yaitu
antara jemaat dengan jemaat, antara pendeta dengan jemaat, bahkan antara
pendeta dengan pendeta.
Konflik lebih disebabkan karena adanya
perbendaan pendapat dan pandangan antara dua pihak. Perbedaan itu sebenarnya
tidaklah selalu salah, karena dalam segi positif hal tersebut dapat saling
melengkapi sudut pandang kedua belah pihak tersebut. Sayangnya, di dunia yang
sudah rusak ini, perbedaan tersebut sering disikapi sebagai konflik, bahkan hal
tersebut dapat menimbulkan pertengkaran antara pihak-pihak yang berbeda pandangan.
Bayangkan jika pertengkaran itu terjadi di gereja yang seharusnya menjadi suatu
gambaran yang ideal akan orang-orang yang mengasihi Tuhan. Gereja yang harusnya
menampilkan gambaran suasana surgawi justru bisa menampilkan suasana neraka
ketika pertengkaran itu mulai membesar dan memuncak.
Pertengkaran antara kedua belah pihak
itu dapat menjadi lebih tidak terkendali ketika ada orang-orang yang kemudian
ikut campur dalam pertengkaran. Jika awalnya hanyalah perbedaan pandangan
antara 2 pihak saja, maka pihak yang ikut campur dapat menambah runyam suasana.
Amsal menulis bahwa orang-orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain
adalah seperti orang yang menangkap telinga anjing yang berlalu (ay, 17).
Apakah artinya itu?
Jika ada anjing yang berjalan atau
berlalu, sebenarnya orang tidak perlu repot-repot menangkap telinga anjing
tersebut. Orang bisa saja membiarkan anjing tersebut berjalan tanpa mencoba
mengusiknya apalagi menangkapnya. Namun ada orang-orang yang memang suka ikut
campur dalam masalah orang lain. Mereka bisa melakukannya karena iseng, karena
terpancing hasutan salah satu pihak, atau justru karena ingin masalah dan
konflik tersebut menjadi lebih besar lagi. Tentu alternatif terakhir ini bisa
terjadi karena yang bersangkutan memiliki kepentingan pribadi terhadap konflik
tersebut. Sebagai contoh, jika ada konflik yang terjadi antara pendeta, mungkin
ada orang-orang tertentu yang menginginkan konflik tetap terjadi karena ia
mengincara jabatan pendeta di gereja tersebut.
Jika demikian yang terjadi, berarti
orang tersebut memang sengaja mencari gara-gara atau mencari masalah. Anjing
yang sedang berjalan atau berlalu dan tidak membahayakan, justru ditangkap
telinganya oleh orang tersebut. Akibatnya tentu anjing akan menyalak,
menggonggong bahkan menggigit. Ini sama saja dengan orang gila yang menembakkan
panah api kepada orang lain supaya api semakin besar dan berkobar lama (ay.
18). Perhatikan bahwa orang-orang semacam ini memang membuat api membesar
tetapi kemudian ia akan berkelit dan berkata bahwa ia tidak sengaja
melakukannya. Ia akan membuat alasan bahwa ia tidak bermaksud membuat konflik
menjadi lebih besar atau ia akan berkata bahwa ia tidak tahu bahwa tindakannya
bisa mengakibatkan masalah (ay. 19). Padahal alasan itu hanyalah alasan yang dibuat-buat
karena sebenarnya ia memiliki kepentingan pribadi di balik konflik yang
terjadi. Kita harus berhati-hati terhadap orang-orang seperti ini, karena
mereka pun juga ada di dalam gereja atau persekutuan.
Oleh karena itu kita harus
memperhatikan apa yang menyebabkan api konflik atau api pertengkaran itu tetap
menyala. Kita harus menjadi orang-orang yang berusaha memadamkan konflik dan
pertengkaran yang terjadi. Dalam teori mengenai api ada 3 unsur yang membuat
api tetap menyala, yaitu: panas, bahan bakar, dan oksigen. Jadi untuk
memadamkan api, salah satu unsur harus dihilangkan. Untuk ukuran kitab Amsal
yang ditulis sekitar 3.000 tahun yang lalu, hikmatnya sudah sangat luar biasa
karena juga membenarkan teori tentang api tersebut. Amsal di ayat selanjutnya
berkata bahwa bila kayu habis, maka padamlah api (ay. 20a). Tentu pemahaman
manusia 3.000 tahun yang lalu belum secerdas di zaman modern ini. Mereka
berpikir bahwa api hanya akan dapat padam jika bahan bakarnya (yang digambarkan
sebagai kayu) sudah habis. Oleh karena itu, cara untuk memadamkan api adalah
dengan menghilangkan faktor-faktor yang menjadi bahan bakar api tersebut.
Lanjutan ayat tersebut menguraikan apa
yang dimaksud dengan kayu dan api. Jika api adalah suatu pertengkaran atau
konflik yang terjadi, maka kayu adalah orang-orang yang menjadi “bahan bakar”
sehingga api konfik terus menyala. Dalam ayat tersebut jelas bahwa kayu adalah
gambaran dari orang-orang yang bertindak sebagai pemfitnah (ay. 20b). Kata pemfitnah
dalam bahasa aslinya (bahasa Ibrani) adalah נִרְגָּן (nirgan) yang
dapat diartikan sebagai “a slanderer, talebearer, whisperer”
(seorang pemfitnah, pengadu/penggosip, atau pembisik). Jadi orang tipe ini bukan
saja hanya orang yang suka memfitnah, tetapi ia juga memiliki ciri-ciri suka
mengadu domba, menggosipkan orang lain (di belakang), dan membisik-bisikkan
hal-hal yang dapat memicu konflik. Apa keuntungan bagi orang-orang seperti ini?
Tentu karena konflik yang terjadi dapat menimbulkan keuntungan baginya, seperti
ia dapat tampil seakan-akan sebagai seorang pahlawan, atau justru berakting
sebagai seorang “korban”. Intinya semua itu dilakukan karena ada kepentingan
atau ambisi pribadi.
Orang-orang seperti ini tentu menyukai
pertengkaran dan perbantahan yang semakin panas. Orang seperti ini ibarat arang
yang membuat bara terus menyala dan kayu yang membuat api tetap menyala (ay. 21). Meskipun bara
terlihat sudah padam di bagian luarnya, tetapi di di bagian dalamnya bara itu
tetap menyala. Orang-orang yang menyukai pertengkaran dan perbantahan pasti
tidak sungguh-sungguh ingin memadamkan bara tersebut. Mereka boleh terlihat
memadamkan api tetapi dari dalam mereka menjaga supaya bara tersebut tetap
menyala sehingga sewaktu-waktu dapat disulut kembali.
Penting bagi kita untuk menguji diri
kita sendiri di pihak manakah kita berdiri. Apakah kita masih merupakan
orang-orang yang menyukai konflik tetap terjadi? Ataukah kita adalah
orang-orang yang berusaha memadamkan konflik yang sudah terlanjur terjadi? Menjadi
pemadam kebakaran bukan berarti setuju terhadap penyebab kebakaran. Kita harus
tetap memiliki idealisme tinggi mengenai standar kebenaran. Jangan hanya karena
tidak ingin konflik terjadi maka kita harus menurunkan standar kebenaran Tuhan dan
firman-Nya.
Standar kebenaran tetap harus dipasang
setinggi mungkin, yaitu sesuai dengan kesempurnaan Allah. Ketika Tuhan Yesus
hidup pun tetap terjadi konflik antara Tuhan Yesus dengan orang Farisi. Ketika
jemaat mula-mula hidup pun tetap terjadi konflik antara mereka dengan orang
Farisi dan juga dengan pihak kekaisaran Romawi. Dalam hal ini, Tuhan Yesus,
para rasul dan jemaat mula-mula tetap memegang teguh standar yang seharusnya.
Mereka tetap memerangi nabi-nabi palsu dan para pengajar-pengajar palsu. Namun
demikian, mereka tidak menjadi orang-orang yang dengan sengaja membuat konflik
tetap menyala bahkan semakin berkobar. Mereka tidak mau mengambil keuntungan
pribadi dari konflik tersebut dan juga tidak membuat konflik demi kepentingan
pribadi. Jika konflik tersebut harus terjadi karena membela kebenaran Tuhan,
maka mereka siap menghadapinya. Tetapi selain karena kepentingan kerajaan
surga, mereka berusaha untuk hidup damai dengan semua orang.
Bacaan
Alkitab: Amsal 26:17-21
26:17 Orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain adalah seperti
orang yang menangkap telinga anjing yang berlalu.
26:18 Seperti orang gila menembakkan panah api, panah dan maut,
26:19 demikianlah orang yang memperdaya sesamanya dan berkata: "Aku
hanya bersenda gurau."
26:20 Bila kayu habis, padamlah api; bila pemfitnah tak ada, redalah
pertengkaran.
26:21 Seperti arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah
orang yang suka bertengkar untuk panasnya perbantahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.