Kamis, 30 November 2017

Anjing dan Babi dalam Alkitab (33): Gembala yang Fasik = Anjing



Kamis, 30 November 2017
Bacaan Alkitab: Yesaya 56:9-12
Sebab pengawal-pengawal umat-Ku adalah orang-orang buta, mereka semua tidak tahu apa-apa; mereka semua adalah anjing-anjing bisu, tidak tahu menyalak; mereka berbaring melamun dan suka tidur saja; anjing-anjing pelahap, yang tidak tahu kenyang. Dan orang-orang itulah gembala-gembala, yang tidak dapat mengerti! Mereka semua mengambil jalannya sendiri, masing-masing mengejar laba, tiada yang terkecuali. (Yes 56:10-11)


Anjing dan Babi dalam Alkitab (33): Gembala yang Fasik = Anjing


Sepintas, judul renungan saya seperti provokatif. Bagi sebagian orang, judul renungan saya akan sangat menusuk hati dan membuat mereka tersinggung. Bahkan saya yakin mereka yang tersinggung bukanlah dari kelompok jemaat umum, melainkan mereka yang berprofesi sebagai pendeta dan terlebih lagi mereka yang merasa sebagai gembala jemaat. Tetapi sekali lagi saya hanya mengambil kalimat tersebut dari apa yang tertulis di dalam Alkitab untuk dapat mengerti makna asli dari penggunaan kata anjing dan babi di dalam Alkitab.

Namun memang jika kita mau jujur, kitab Yesaya pasal 56 ini mengandung suatu sindiran yang sangat keras yang ditujukan kepada para pemimpin umat, yang dalam konteks waktu itu adalah para raja dan imam. Mereka seharusnya menjadi gembala-gembala yang menjaga domba-domba mereka, yaitu segenap umat Israel. Namun demikian Tuhan sendiri menyatakan bahwa para pengawal umat-Nya (yaitu para pemimpin umat) adalah orang-orang yang buta (ay. 10a). Mereka berlagak sok tahu, sok penting, dan sok suci padahal mereka sebenarnya tidak tahu apa-apa (ay. 10b).

Tuhan bahkan menyatakan bahwa sebenarnya mereka tidak dapat mengerti tugas dan tanggung jawab mereka di hadapan Tuhan (ay. 11b). Padahal kebanyakan bangsa Israel memiliki mata pencaharian sebagai petani dan/atau peternak. Tentu mereka sangat paham tentang profesi seorang gembala, termasuk tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh seorang gembala. Tetapi pada kenyataannya, para pemimpin umat tersebut lupa bahwa mereka juga adalah gembala bagi umat Tuhan. Akibatnya, umat Tuhan menjadi tidak terurus dan tidak terjaga.

Hal ini antara lain disebabkan bahwa para pemimpin umat (yaitu raja dan imam) tidak bertindak menurut jalan Tuhan tetapi masing-masing mengambil jalannya sendiri (ay. 11c). Mereka tidak mau berjuang demi kepentingan Tuhan tetapi masih hidup untuk kepentingannya sendiri. Mereka tidak mau hidup dalam pemerintahan Kerajaan Tuhan tetapi justru sedang mendirikan kerajaan mereka sendiri, dimana mereka menjadi tuan dan raja yang bertindak sewenang-wenang.

Dalam lanjutan ayat tersebut, dikatakan bahwa masing-masing pemimpin umat tersebut mengejar laba (atau mengejar keuntungan), tanpa kecuali (ay. 11d). Ini menunjukkan bahwa hampir semua pemimpin umat menggunakan kedudukannya demi keuntungan pribadinya. Ini bisa berbicara mengenai keuntungan finansial, dimana ada banyak umat yang memberikan uang atau barang kepada mereka, atau juga keuntungan non finansial seperti kedudukan yang terhormat dan terpandang di mata masyarakat, perlakuan yang lebih terhormat dari orang lain, bahkan kekuasaan yang diwariskan turun temurun kepada keturunannya.

Sikap yang salah seperti ini yang menyebabkan Tuhan pada akhirnya menyamakan para pemimpin umat (atau gembala) yang fasik tersebut dengan hewan najis yaitu “anjing”. Tidak tanggung-tanggung, dalam 4 ayat tersebut digunakan 2 kali kata “anjing” untuk menunjukkan betapa najisnya para pemimpin dan gembala umat Tuhan pada waktu itu.

Dalam kalimat pertama, digunakan kata “anjing-anjing bisu” yang digambarkan sebagai anjing-anjing yang tidak tahu menyalak, melainkan mereka hanya berbaring melamun dan suka tidur saja (ay. 10c). Tentu ini harus dilihat dalam konteks ayat tersebut dimana mereka adalah orang-orang buta yang tidak tahu apa-apa. Mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat, dan kerja mereka hanyalah tidur dan bermalas-malasan tetapi mengharapkan uang dan kehormatan terus mengalir ke diri mereka.

Seekor anjing penjaga memiliki tugas menjaga rumah tuannya. Jika ada pencuri atau orang tidak dikenal yang masuk, seekor anjing yang baik tentu akan menyalak dan menggonggong. Bahkan beberapa anjing penjaga dilatih untuk langsung mengejar dan menyerang pencuri yang masuk ke rumah tuannya. Oleh karena itu, jika ada anjing penjaga yang bermalas-malasan saja, berarti anjing tersebut tidak tahu tujuan dari tuannya yang menempatkan dirinya. Ini berlaku bagi para pemimpin dan gembala umat yang tidak tahu tujuan dari posisi tersebut. Mereka berpikir bahwa “Toh saya sudah jadi imam sejak dulu, bapak saya juga imam, jadi ya saya tinggal meneruskan saja tanpa harus bersusah-susah”. Mereka tidak sadar bahwa seorang  gembala memiliki tanggung jawab yang besar atas nyawa domba-dombanya.

Dalam kalimat kedua, digunakan kata “anjing-anjing pelahap” yang digambarkan sebagai anjing yang selalu lapar dan tidak tahu kenyang (tidak pernah puas) (ay. 11a). Tentu kata tersebut berkaitan dengan sifat para pemimpin dan gembala yang memiliki nafsu rakus dan serakah. Para pemimpin dan gembala umat tersebut sebenarnya sudah terhormat dalam batasan tertentu, minimal pasti dihormati oleh umat yang dilayaninya. Mereka juga sebenarnya sudah berkecukupan dalam batasan tertentu, karena para umat pasti membawa dan memberikan persembahan kepada pemimpin dan gembalanya. Namun demikian, karena sifat yang tidak pernah puas tersebut, maka para pemimpin dan gembala yang fasik tersebut justru semakin rakus dan semakin menuntut lebih banyak.

Hal ini mungkin terjadi dari sisi jumlah jemaat, dimana para pemimpin dan gembala yang fasik tersebut berlomba-lomba mendapatkan pengikut, karena semakin besar jumlah pengikut maka hal tersebut pasti berbanding lurus dengan nilai diri dan juga nilai uang yang diterimanya. Tidak heran bahwa ada gembala yang bisa berebut domba dengan gembala lainnya karena ingin memiliki domba sebanyak-banyaknya.

Prinsip tidak pernah puas tersebut juga berlaku dari sisi penghormatan yang diterima. Mungkin selama ini ia sudah merasa cukup puas dihormati oleh umat dan orang lain di sekitarnya. Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai ingin dihormati oleh orang-orang yang lebih tinggi. Atau mungkin juga ia mulai ingin istrinya, anaknya, menantunya, bahkan cucunya juga dihormati seperti dirinya. Akan timbul suatu ironi jika ternyata anggota keluarganya tersebut melakukan dosa yang memalukan, tetapi pemimpin atau gembala tersebut  menuntut umat untuk tetap menghormati keluarganya. Akibatnya mulai muncul sikap otoriter yang menuntut penghormatan yang tidak proporsional kepada mereka yang sebenarnya tidak pantas dihormati.

Hal ini juga terjadi dari sisi uang, harta, dan kekayaan. Kita tahu bahwa pemimpin dan gembala umat pasti menerima persembahan dari umatnya. Dalam kitab Taurat pun diatur jenis-jenis persembahan umat yang boleh diterima dan dimakan oleh para imam. Tentunya hal tersebut bertujuan untuk mencukupkan kebutuhan para pemimpin umat tersebut sehingga mereka tidak perlu bekerja di ladang seperti orang lain untuk mencari nafkah, melainkan mereka dapat fokus kepada tugas pelayanan mereka. Namun demikian, betapa berbahaya jika ada pemimpin umat yang masih memiliki sikap materialistis dan konsumerisme, dimana kebanggaannya adalah uang yang banyak maupun gaya hidup mewah, bahkan ketika umatnya sendiri hidup sederhana bahkan berkekurangan. Mereka menuntut banyak dengan dalih bahwa “Jika kalian memberikan kepada kami, berarti kalian juga memberikan kepada Tuhan, karena kami adalah wakil  Tuhan di dunia ini”. Akibatnya umat digiring untuk memberi lebih kepada pemimpin dan gembala yang fasik tersebut tanpa diajar untuk memiliki hati yang mengasihi Tuhan. Mereka membangun kerajaannya sendiri di dunia ini tanpa mempedulikan kerajaan Tuhan dan tidak membawa umat untuk mengenal Tuhan dengan benar

Oleh sebab itu, Tuhan sang pemilik umat atau pemilik domba murka terhadap para pemimpin dan gembala yang fasik tersebut. Mengapa demikian? Karena mereka tidak menjaga umat dan bahkan tidak membawa umat mengenal pemiliknya yang benar. Mereka membuat umat menjadi bodoh dan juga fasik sehingga seluruh umat berdosa kepada Tuhan. Oleh sebab itu, Tuhan mengizinkan segala binatang di padang dan di hutan untuk datang dan makan di Israel dan Yehuda (ay. 9). Tidak ada lagi pemimpin dan gembala umat yang benar di Israel dan Yehuda, sehingga binatang-binatang dari tempat lain datang dan menduduki wilayah mereka. Bahkan binatang-binatang tersebut akan berpesta pora di wilayah Israel dan menikmati kekayaan mereka (ay. 12), semua karena dosa-dosa umat yang disebabkan oleh dosa-dosa para pemimpin dan gembala yang fasik. Tidak heran bahwa Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa para pemimpin dan gembala yang fasik tersebut sama dengan anjing-anjing, bahkan sampai 2 kali disebutkan dalam ayat 10 dan 11 tersebut.

Dalam konteks kehidupan kita saat ini, harus diakui pasti ada oknum pemimpin umat dan gembala umat yang juga hidup fasik seperti contoh tersebut. Mereka tidak mengerti tugas dan tanggung jawab mereka untuk membawa umat Tuhan mencapai kesempurnaan seperti standar yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus. Mereka yang seharusnya menjaga umat justru akan menjadi seperti “pagar makan tanaman”, dimana umat dieksploitasi sedemikian rupa untuk kepentingan dan kerajaan para pemimpin fasik itu sendiri. Tentu eksploitasi ini dilakukan dengan kedok nama Tuhan dan kerajaan Tuhan, sehingga umat yang polos tidak mengerti akan jebakan dari para pemimpin yang fasik tersebut.

Sikap materialistis dan konsumerisme juga jelas terlihat dalam kehidupan para pemimpin dan gembala yang fasik tersebut. Biasanya khotbah yang disampaikan juga berkutat pada berkat-berkat duniawi, bagaimana manusia bisa semakin kaya, rumah semakin megah, pakaian semakin mewah, mobil semakin baru, serta uang semakin banyak. Umat akan digiring pada pemahaman bahwa kalau harta semakin banyak maka itu adalah tanda umat yang diberkati. Umat akan dibawa untuk memburu harta kekayaan yang bersifat fana dibandingkan dengan apa yang bersifat kekal. Hal tersebut akan lebih jelas lagi terlihat dari gaya hidup pemimpin tersebut yang berorientasi pada hedonisme. Umat yang polos dan lugu tentu tidak dapat melihat penipuan ini, tetapi umat yang cerdas tentu dapat membedakan manakah pemimpin atau gembala yang fasik.

Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa firman Tuhan yang kita baca hari ini pasti masih relevan dengan kondisi kita di zaman modern ini. Tentu saya tidak berkata bahwa semua gembala atau pemimpin umat adalah anjing, tetau “oknum” pemimpin/gembala yang fasiklah yang pantas disebut sebagai anjing. Mereka disebut anjing karena mereka “bisu” dan “pelahap”. Bisu disini dapat juga diartikan tidak bersuara sebagaimana mestinya. Mereka yang seharusnya menyampaikan suara kebenaran tetapi justru menyampaikan suara penyesatan. Pelahap di sini berbicara tentang sikap tidak pernah puas, akibatnya muncul ambisi yang tinggi dan sikap iri hati terhadap orang-orang yang melebihi diri mereka. Mereka melahap siapapun dan apapun sehingga lupa bahwa Tuhan Yesus memberikan teladan hidup yang sederhana dan rendah hati.

Tidaklah heran jika Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa pada hari terakhir akan ada banyak orang yang berseru kepada Tuhan dengan menyebutkan apa yang mereka telah lakukan dalam “pelayanan” mereka seperti bernubuat, mengusir setan, dan juga mengadakan mujizat. Tentu orang-orang ini pasti sudah memiliki kedudukan yang terhormat di mata manusia, bahkan sangat mungkin sebagian mereka sudah menjadi pemimpin umat. Namun ternyata orang-orang seperti ini ditolak Tuhan untuk masuk ke dalam kerajaan-Nya. Bisa jadi hal ini disebabkan karena selama menjadi pemimpin umat, mereka tidak melakukan apa yang benar melainkan masuk ke dalam kategori anjing-anjing bisu dan anjing-anjing pelahap. Mereka mungkin sudah menyesatkan umat sehingga tidak mencapai standar Tuhan. Oleh karena itu mereka ditolak Tuhan untuk masuk ke dalam kerajaan surga meskipun di dunia mereka sudah melakukan banyak pelayanan, tetapi tidak ada satu pun yang mereka lakukan sudah melayani perasaan Tuhan.

Jika ada orang yang tersinggung dengan renungan ini, saya harapkan orang tersebut bisa membaca ayat demi ayat dengan rendah hati. Saya tidak memandang semua pemimpin dan gembala umat adalah orang fasik. Tetapi bagi para pemimpin dan gembala yang fasik (dengan semua ciri-ciri di atas), maka sebenarnya orang-orang tersebut dapat masuk ke dalam kategori “anjing” sesuai dengan Firman Tuhan itu sendiri. Ini seharusnya menjadi peringatan keras kepada kita semua, termasuk diri saya sendiri, dan khususnya mereka yang menjadi pemimpin dan gembala umat. Berjuanglah supaya kita hidup benar di hadapan Tuhan dan tidak sampai tertolak pada saat hari penghakiman nantinya.



Bacaan Alkitab: Yesaya 56:9-12
56:9 Hai segala binatang di padang, hai segala binatang di hutan, datanglah untuk makan!
56:10 Sebab pengawal-pengawal umat-Ku adalah orang-orang buta, mereka semua tidak tahu apa-apa; mereka semua adalah anjing-anjing bisu, tidak tahu menyalak; mereka berbaring melamun dan suka tidur saja;
56:11 anjing-anjing pelahap, yang tidak tahu kenyang. Dan orang-orang itulah gembala-gembala, yang tidak dapat mengerti! Mereka semua mengambil jalannya sendiri, masing-masing mengejar laba, tiada yang terkecuali.
56:12 "Datanglah," kata mereka, "aku akan mengambil anggur, baiklah kita minum arak banyak-banyak; besok akan sama seperti hari ini, dan lebih hebat lagi!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.