Kamis, 29 September 2011
Bacaan Alkitab: Yohanes 2:13-17
“Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya.” (Yoh 2:15)
Ketika Yesus Marah
Dalam Injil, Tuhan Yesus digambarkan sebagai sosok manusia yang sempurna. Ia pintar menjawab pertanyaan dari orang Farisi dan ahli Taurat, Ia dapat menyembuhkan orang dan mengusir setan, Ia mengajar dengan perumpamaan-perumpamaan yang mampu dimengerti orang awam, Ia penuh kasih kepada orang lain, dan lain sebagainya. Namun, dalam bacaan kita kali ini, kita menemukan sosok Yesus yang sedikit berbeda dari biasanya. Ya, Yesus ternyata bisa marah juga. Walau tidak disebutkan dengan jelas bahwa Yesus marah, namun dari bacaan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa Yesus memang sedang marah besar saat itu.
Apa yang menyebabkan Yesus yang biasanya berkhotbah tentang kasih dapat marah luar biasa? Ternyata itu semua disebabkan karena Yesus melihat Bait Allah sudah dipenuhi dengan para pedagang hewan korban dan para penukar uang. Memang pada saat hari raya Paskah, orang Yahudi diwajibkan membawa hewan untuk dijadikan korban sembelihan di Bait Allah. Jika orang tersebut berasal dari kota yang jauh, memang tak mungkin membawa hewan dari kota tersebut ke Yerusalem. Bisa-bisa hewan tersebut mati di tengah jalan. Oleh karena itulah muncul para pedagang hewan yang menjajakan barang dagangannya di area Bait Allah untuk memudahkan orang Yahudi yang datang untuk mempersembahkan korban mereka.
Sepintas, sepertinya tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Namun di mata Tuhan, hal itu salah. Yesus tidak ingin Bait Allah menjadi seperti pasar. Yesus ingin agar Bait Allah tetap menjadi Bait Allah dengan tujuan semula, yaitu agar orang Yahudi dapat menyembah Allah di Bait Allah tersebut. Ketika marah itulah akhirnya Yesus membuat cambuk dari tali dan mengusir semua pedagang-pedagang tersebut dari Bait Allah (ay. 15). Bahkan meja-meja para pedagang pun dibalikkan oleh Yesus. Hal itu hanya mungkin terjadi jika Yesus marah terhadap kelakuan para pedagang tersebut.
Walaupun demikian, Alkitab menceritakan kepada kita bahwa Yesus marah bukan tanpa dasar yang jelas. Dalam ayat 17 dikatakan bahwa Yesus marah karena Ia sangat mencintai rumahNya, dalam hal ini adalah Bait Allah. Karena cintalah maka Yesus marah. Bahkan ketika marah pun Yesus memberikan solusi. Ia tidak hanya marah-marah tanpa adanya tindakan perbaikan. Ketika kondisi tidak sesuai dengan apa yang Yesus inginkan, Yesus marah tapi sekaligus bertindak dengan mengusir para pedagang-pedagang yang berjualan.
Sering kali kita marah kepada orang lain hanya karena masalah sepele. Kita marah karena isteri membuatkan teh yang terlalu manis, kita marah karena anak kita memecahkan gelas, kita marah karena anak buah kita tidak mau mendengarkan kita, dan seterusnya. Kita justru sering marah kepada orang-orang terdekat dengan kita, tanpa menyadari bahwa sesungguhnya kita juga memiliki kesalahan. Kita sering memarahi orang lain dengan kata-kata yang keluar dari mulut kita, tanpa adanya tindakan dari kita untuk memperbaiki kekurangan yang terjadi.
Sesungguhnya Alkitab tidak melarang kita untuk marah. Marah adalah bagian dari emosi. Kita boleh marah, asal tidak menjadi pemarah, karena kasih itu tidak pemarah (1 Kor 13:5). Alkitab juga mengatakan bahwa ketika kita marah, jangan sampai kita berbuat dosa karena rasa marah yang ada dalam hati kita. Janganlah kita masih marah sampai matahari terbenam (Ef 4:26). Hal tersebut berarti dalam keadaan marah pun kita harus dapat mengendalikan diri kita agar kita tidak sampai berbuat dosa dalam kemarahan kita.
Salah satu peluang terjadinya dosa ketika kita marah adalah melalui kata-kata kita. Ketika kita marah, kita seringkali tidak dapat mengendalikan apa yang keluar dari mulut kita. Seringkali kita dengan spontan mengumpat ketika kita marah. Alkitab mengatakan bahwa kita harus cepat untuk mendengar tapi lambat untuk berkata-kata, dan lambat untuk marah (Yak 1:19). Dalam suratnya pun, Rasul Paulus mengatakan bahwa salah satu syarat bagi pelayan dalam pekerjaan Tuhan adalah tidak pemarah (1 Tim 3:3, Tit 1:7). Marilah kita melihat diri kita masing-masing. Adakah kita masih sering marah tanpa alasan yang jelas? Mari kita belajar menguasai diri kita, agar dalam kemarahan pun kita tidak melakukan dosa akibat kata-kata yang keluar dari diri kita, dan orang yang kita marahi juga dapat mengerti bahwa kita marah karena kita juga ingin orang yang kita marahi menjadi lebih baik lagi.
Bacaan Alkitab: Yohanes 2:13-17
2:13 Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem.
2:14 Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ.
2:15 Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya.
2:16 Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."
2:17 Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.