Kamis, 29 September 2011

Yang Telah Dipersatukan, Tidak Dapat Diceraikan

Sabtu, 1 Oktober 2011

Bacaan Alkitab: Matius 19:1-6

“… Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Mat 19:6b)

Yang Telah Dipersatukan, Tidak Dapat Diceraikan

Hari ini, tanggal 1 Oktober 2011, adalah pernikahan seseorang yang sangat spesial bagi saya. Dia dapat dikatakan sebagai teman, sahabat, adik, bahkan anak rohani saya. Setelah berpacaran selama beberapa tahun, akhirnya ia mengambil keputusan untuk menikah dengan wanita pilihannya. Sungguh, saya sangat berbahagia dengan keputusan yang telah ia ambil, dan saya berdoa agar rumah tangganya yang baru ini tetap disertai Tuhan dalam kondisi apapun sehingga ia tetap dapat memimpin bahtera rumah tangganya melewati berbagai badai kehidupan yang ada di depan.

Pernikahan adalah salah satu kehendak Tuhan bagi manusia. Sejak manusia diciptakan di Taman Eden, Allah sudah merencanakan bahwa seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kej 2:24). Kalimat yang sama dikutip lagi oleh Tuhan Yesus ketika orang Farisi datang kepadaNya dan menanyakan apakah mereka boleh menceraikan isteri dengan alasan apapun (ay. 3). Memang dahulu Musa pernah memberikan peraturan bahwa seorang laki-laki dapat menceraikan isterinya (Ul 24:1-4), sehingga orang Farisi mencoba untuk menjebak Yesus dengan pertanyaan mereka tadi.

Tapi apa jawaban Yesus sungguh luar biasa. Tuhan Yesus mengatakan bahwa dari semula Tuhanlah yang menciptakan manusia laki-laki dan perempuan, dan ketika mereka bersatu menjadi satu daging (dalam hal ini berarti menikah), itu pun adalah rencana Allah (ay. 4-5). Pernikahan bukanlah inisiatif dari manusia, tetapi dari Allah. Sama seperti Allah yang berinsiatif untuk menjadikan Hawa sebagai pasangan Adam, demikian juga Allah tetap menjadi pihak yang berinisiatif dalam sebuah pernikahan.

Oleh karena pernikahan adalah inisiatif Allah, maka tidak ada yang dapat menggugat apa yang Allah telah lakukan. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang yang mau menikah untuk benar-benar meyakini bahwa orang yang nantinya akan menjadi pasangan mereka tersebut memang benar-benar pasangan yang diberikan Allah kepada mereka. Dengan kata lain, pernikahan hanya bisa terjadi jika ada kehendak Allah untuk mempersatukan kedua orang tersebut. Dan sekali pernikahan telah terjadi, maka di hadapan Allah, kedua orang tersebut telah dianggap menjadi satu, dan tidak boleh ada yang menceraikan apa yang telah dipersatukan oleh Allah (ay. 6).

Prinsip ini sebenarnya tidak hanya berlaku dalam pernikahan, tetapi juga dalam setiap hal. Apa yang telah disatukan Allah, tidak dapat diceraikan oleh manusia. Apa yang telah diberikan oleh Allah, tidak ada manusia yang dapat mengambilnya kembali, dan tentunya berlaku sebaliknya. Bukankah kita sering kali kuatir tentang masa depan kita? Kita sering bertanya “Mengapa sampai saat ini doa-doaku belum dijawab?” atau “Mengapa hingga umur saya yang sekarang ini saya belum menikah?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut seharusnya kita serahkan kembali kepada Tuhan. Yakinlah bahwa jika Tuhan telah menetapkan sesuatu bagi kita, kita hanya tinggal mengimaninya dan menunggu waktu Tuhan saja untuk mendapatkan jawaban doa-doa tersebut. Ingatlah bahwa jika Tuhan telah berkata “ya”, maka apapun keadaan kita, apapun usaha orang lain, apapun hal yang terjadi, tidak akan mampu membuat Tuhan berubah dan mengatakan “tidak”.

Saya berharap bagi kita yang telah menikah, kita tetap mengingat bagaimana Tuhan telah campur tangan dalam kehidupan kita sehingga kita dapat menikah, dan sampai saat ini pun Tuhan tetap campur tangan dalam keluarga dan rumah tangga kita. Apapun persoalan rumah tangga yang kita hadapi, percayalah bahwa tidak ada yang mampu untuk menceraikan apa yang Tuhan telah persatukan. Bagi yang akan menikah, marilah kita yakin dan percaya bahwa pasangan kita adalah pasangan yang terbaik yang Tuhan berikan bagi kita, dan mantaplah menatap masa depan dengan percaya bahwa Tuhanlah yang berinisiatif membuat pernikahan ini dan Tuhan juga yang akan tetap menyertai pernikahan kita seterusnya. Bagi yang belum menikah, Tuhan mungkin masih mempersiapkan kita agar ketika saatnya nanti tiba, kita benar-benar siap untuk memasuki pernikahan tersebut. Atau mungkin memang Tuhan memanggil kita untuk tidak menikah (ay. 12). Memang kita tidak tahu masa depan kita seperti apa, namun satu hal yang kita percaya, Tuhan pasti memberikan yang terbaik bagi kita. Jika Tuhan telah membuka pintu, siapakah yang dapat menutupnya? Jika Tuhan telah mempersatukan, siapakah yang dapat menceraikan?

Bacaan Alkitab: Matius 19:1-6

19:1 Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.

19:2 Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Ia pun menyembuhkan mereka di sana.

19:3 Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?"

19:4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?

19:5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.

19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.