Selasa, 05 Desember 2017

Anjing dan Babi dalam Alkitab (34): Hukuman Tuhan atas Bangsa Israel



Selasa, 5 Desember 2017
Bacaan Alkitab: Yesaya 65:1-7
Yang duduk di kuburan-kuburan dan bermalam di dalam gua-gua; yang memakan daging babi dan kuah daging najis ada dalam kuali mereka. (Yes 65:4)


Anjing dan Babi dalam Alkitab (34): Hukuman Tuhan atas Bangsa Israel


Dalam kelanjutan renungan kita mengenai anjing dan babi dalam Alkitab, kita akan membaca firman Tuhan mengenai bangsa-bangsa. Perikop ini diawali dengan perkenanan Tuhan kepada suatu bangsa. Bahkan ketika bangsa tersebut tidak pernah mencari dan menanyakan siapakah Tuhan Semesta Alam, tetapi Tuhan telah berkenan memberi petunjuk kepada bangsa tersebut (ay. 1a). Tuhan tidak hanya memberi petunjuk mengenai keberadaan-Nya kepada bangsa tersebut, tetapi sekalipun bangsa tersebut tidak pernah mau mencari diri-Nya, Tuhan berkenan untuk ditemukan oleh mereka (ay. 1b). Bahkan Tuhan berkata “Ini Aku, ini Aku!” kepada bangsa-bangsa yang sebelumnya tidak memanggil nama-Nya (ay. 1c).

Siapakah bangsa tersebut? Tentu jika kita belajar Alkitab kita akan mengerti bahwa bangsa itu adalah bangsa Israel. Tuhan menyatakan diri-Nya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, serta mengikat perjanjian dengan mereka bahwa keturunan mereka akan menjadi umat pilihan Tuhan. Tuhan bahkan menyatakan diri-Nya secara khusus kepada bangsa Israel dengan segala macam mujizat, firman, dan tanda-tanda alam kepada bangsa Israel supaya mereka menjadi umat-Nya dan Tuhan menjadi Allah mereka.

Tuhan sebenarnya telah mengulurkan tangan-Nya yang berkuasa kepada bangsa Israel. Sejak Tuhan menyatakan diri kepada mereka di tanah Mesir, Tuhan telah menyatakan kekuatan tangan-Nya kepada bangsa Israel melalui tanda-tanda heran dan tulah yang dicurahkan kepada bangsa Mesir. Tuhan membuat mujizat dengan membelah laut Merah, termasuk segala mujizat yang dilakukan-Nya kepada bangsa Israel selama 40 tahun di tanah Mesir. Tuhan juga telah memberikan kemenangan kepada bangsa Israel melawan bangsa-bangsa di Kanaan sehingga mereka dapat menduduki tanah tersebut. Namun ternyata bangsa Israel adalah bangsa yang memberontak di hadapan Tuhan (ay. 2a).

Apa definisi dari memberontak? Ayat tersebut memberikan definisi sederhana mengenai apa itu pemberontakan: yaitu ketika seseorang memilih untuk menempuh jalan yang tidak baik dan mengikuti rancangannya sendiri (ay. 2b). Ini menunjukkan bahwa bangsa Israel sebenarnya sudah diajarkan dan sudah mengerti mengenai jalan yang baik tersebut, sesuai dengan firman Tuhan yang dinyatakan melalui hukum Taurat dan juga suara nabi-nabi yang diutus Tuhan. Namun demikian mereka mengabaikan apa yang baik dan apa yang benar tersebut, serta memilih apa yang tidak baik di hadapan Tuhan. Mereka juga lebih mengikuti rancangannya sendiri dibandingkan dengan rancangan Tuhan. Mereka tidak berjuang untuk hidup sebagaimana umat Tuhan seharusnya hidup. Sebagai umat pilihan Tuhan di zaman Perjanjian Lama, mereka seharusnya tunduk sepenuhnya kepada Tuhan dan bukannya berpikir bahwa mereka berhak melakukan apa-apa saja yang mereka sukai.

Itulah sebabnya mengapa Tuhan sendiri berfirman bahwa bangsa Israel senantiasa menyakitkan hati Tuhan di depan mata Tuhan (ay. 3a). Dalam hal ini khususnya terkait dengan praktik ibadah bangsa Israel yang mempersembahkan korban kepada dewa-dewa lain di tempat-tempat tertentu (ay. 3b). Jika apa yang dilakukan oleh bangsa Israel itu dilakukan oleh bangsa-bangsa lain, yaitu bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan, tentu Tuhan mungkin masih memakluminya karena bangsa-bangsa lain tersebut tidak memiliki firman Tuhan (yaitu hukum Taurat) dan tidak melihat pernyataan Tuhan melalui mujizat dan suara-suara nabi Tuhan. Namun bangsa Israel dipilih Tuhan menjadi umat pilihan Tuhan, sehingga standar hidup mereka haruslah lebih tinggi daripada bangsa lainnya. Itulah mengapa Tuhan murka ketika bangsa Israel tidak hidup menurut standar umat pilihan dengan “berselingkuh terhadap Tuhan” melalui penyembahan kepada dewa-dewa lain.

Bangsa Israel juga masih melakukan praktik-praktik mistis yang tidak sesuai dengan hukum Taurat. Mereka sebenarnya sudah memiliki tempat ibadah di Yerusalem yaitu Bait Allah. Di sanalah mereka seharusnya beribadah kepada Tuhan Allah (Elohim Yahweh) yang benar. Namun demikian, pada praktiknya, mereka masih suka mencari “petunjuk” di kuburan-kuburan dan bermalam di gua-gua (ay. 4a). Hal ini masih kita temukan di bangsa kita dimana ada sejumlah orang yang mencari “wangsit” di kuburan-kuburan atau bersemedi di tempat-tempat keramat seperti di gua-gua maupun di atas gunung. Mereka masih berharap mendapatkan berkat dari kuasa-kuasa kegelapan dari tempat-tempat tertentu ketimbang mencari Tuhan di tempat yang sudah dinyatakan Tuhan yaitu di Bait Allah. Hal ini menunjukkan bagaimana kehidupan rohani bangsa Israel justru dipengaruhi oleh bangsa-bangsa lain dengan praktik-praktik mistis tersebut dan bukannya sebaliknya.

Bangsa Israel juga telah menerima firman mengenai apa yang halal dan apa yang haram, apa yang boleh dimakan dan apa yang tidak boleh dimakan. Mereka tentu sudah mengerti bahwa babi adalah salah satu contoh binatang yang haram dna tidak boleh dimakan. Namun kenyataannya, bangsa Israel justru memakan daging babi dan memasak daging najis sebagai kuah bagi makanan mereka (ay. 4b). Ini menunjukkan bagaimana bangsa Israel lebih mementingkan kenikmatan perut mereka dengan memakan makanan yang sedap di lidah meskipun mereka sudah mendapatkan Firman mengenai larangan memakan apa yang haram.

Tentu ini adalah konteks bagi bangsa Israel yaitu umat pilihan Tuhan di Perjanjian Lama dan bukan bagi umat pilihan Tuhan di Perjanjian Baru. Umat pilihan di Perjanjian Baru tidak terikat lagi mengenai apa yang haram dan tidak haram, tetapi lebih kepada apa yang berguna dan tidak berguna. Hal ini tidak membuat kita sebagai umat pilihan Tuhan di Perjanjian Baru menjadi lebih bebas dalam hal makanan, tetapi kita harus makan atau minum untuk memuliakan Tuhan. Standar haram kita tidak diatur dalam suatu hukum tertulis tertentu, tetapi apakah makanan kita tersebut membuat kita sehat (dan memuliakan Tuhan) atau tidak. Jangankan daging babi, daging kambing, daging sapi, atau daging ayam pun harus kita pandang “haram” jika memang itu dapat membahayakan kesehatan kita (misal jika kita alergi akan hal-hal tersebut yang kemudian dapat membuat kita sakit).

Kembali kepada bangsa Israel, sebenarnya mereka sudah tahu bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan standar hidup yang diatur dalam hukum Taurat. Namun demikian, mereka merasa masih menjadi umat yang kudus, apalagi jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa di sekitar mereka. Meskipun mereka hidup dalam dosa dan pemberontakan kepada Tuhan, mereka masih merasa bahwa mereka adalah umat pilihan yang pasti dikasih Tuhan tanpa batas dan dibela habis-habisan oleh Tuhan. Mereka berpikir bahwa sebagai umat pilihan Tuhan, maka sekali dipilih pasti akan dilindungi Tuhan, apapun perbuatan mereka. Hal ini membuat bangsa Israel menjadi sombong rohani. Dalam kenajisan hidup mereka, mereka bahkan masih berani berkata: “Menjauhlah, janganlah meraba aku, nanti engkau menjadi kudus olehku!” (ay. 5a). Ini adalah suatu pelecehan yang luar biasa berat terhadap kekudusan Tuhan. Semua ini bukannya tidak diperhatikan oleh Tuhan, tetapi Tuhan sudah melihat bagaimana hidup bangsa Israel yang munafik tersebut, seperti api yang menyala dan asapnya naik hingga ke hadirat Tuhan (ay. 5b).

Oleh karena itu, Tuhan sendiri berfirman bahwa Ia tidak akan tinggal diam. Bahkan sekalipun bangsa Israel adalah umat pilihan Tuhan di Perjanjian Lama, Tuhan akan tetap mengadakan pembalasan terhadap dosa-dosa Israel (ay. 6). Hukuman Tuhan ini tentu terkait dengan dosa-dosa dan kesalahan mereka sendiri (ay. 7a). Ingat bahwa Tuhan tidak akan menghukum umat-Nya tanpa alasan, apalagi kepada umat Tuhan yang sudah diberikan panduan berupa firman Tuhan dalam hukum Taurat dan berkali-kali diingatkan. Jika mereka sudah berkali-kali diingatkan tetapi tetap keras kepala, maka pada akhirnya Tuhan pun menjatuhkan hukuman kepada mereka. Karena dosa-dosa bangsa Israel yang membakar korban di gunung-gunung dan mengaibkan nama Tuhan, maka Tuhan pun memberi “upah” (yaitu hukuman) atas perbuatan-perbutaan bangsa Israel tersebut. Ini adalah prinsip dari hukum tabur tuai yang konsisten sejak zaman Perjanjian Lama hingga saat ini di Perjanjian Baru.



Bacaan Alkitab: Yesaya 65:1-7
65:1 Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak menanyakan Aku; Aku telah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Aku. Aku telah berkata: "Ini Aku, ini Aku!" kepada bangsa yang tidak memanggil nama-Ku.
65:2 Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada suku bangsa yang memberontak, yang menempuh jalan yang tidak baik dan mengikuti rancangannya sendiri;
65:3 suku bangsa yang menyakitkan hati-Ku senantiasa di depan mata-Ku, dengan mempersembahkan korban di taman-taman dewa dan membakar korban di atas batu bata;
65:4 yang duduk di kuburan-kuburan dan bermalam di dalam gua-gua; yang memakan daging babi dan kuah daging najis ada dalam kuali mereka;
65:5 yang berkata: "Menjauhlah, janganlah meraba aku, nanti engkau menjadi kudus olehku!" Semuanya ini seperti asap yang naik ke dalam hidung-Ku, seperti api yang menyala sepanjang hari.
65:6 Sesungguhnya, telah ada tertulis di hadapan-Ku: Aku tidak akan tinggal diam, malah Aku akan mengadakan pembalasan, ya, pembalasan terhadap diri mereka,
65:7 atas segala kesalahan mereka sendiri, maupun atas kesalahan nenek moyangnya, semuanya serentak, firman TUHAN. Sebab mereka telah membakar korban di atas gunung-gunung dan mengaibkan Aku di atas bukit-bukit. Memang Aku akan menakar ke dalam jubah mereka upah untuk perbuatan-perbuatan mereka yang dahulu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.