Senin, 15 Agustus 2016

Menjadi Batu Penjuru atau Batu Sandungan



Kamis, 18 Agustus 2016
Bacaan Alkitab: 1 Petrus 2:4-8
“Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: "Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan." (1 Ptr 2:7)


Menjadi Batu Penjuru atau Batu Sandungan


Ketika kita dihadapkan kepada satu pertanyaan, “Apakah kita mau menjadi batu penjuru atau menjadi batu sandungan?”, tentu sebagian besar dari antara kita akan memilih untuk menjadi batu penjuru, dan hampir tidak ada yang memilih untuk menjadi batu sandungan. Benarkah sikap yang demikian? Sebenarnya hal ini disebabkan karena pemahaman yang masih belum lengkap mengenai apa artinya batu sandungan.

Dalam bacaan Alkitab hari ini kita membaca mengenai Tuhan Yesus yang disebut sebagai batu hidup (ay. 4a). Sebagai batu hidup, Tuhan Yesus mengalami dua sisi yang berbeda, yaitu dibuang oleh manusia, namun dipilih dan dihormati di hadirat Allah (ay. 4b). Jika kita mengaku diri kita sebagai orang Kristen, yang artinya kita wajib hidup seperti Kristus hidup dan meneladani hidup-Nya sepenuhnya (1 Yoh 2:6), maka kita pun harus menjadi seperti batu hidup sama seperti Tuhan Yesus. Bagi kita yang mengikut Kristus, kita harus menjadi batu hidu untuk membangun suatu rumah rohani bagi suatu imamat kudus bagi kemuliaan Allah (ay. 5).

Tentu dalam membangun rumah rohani tersebut, kita juga perlu memandang Tuhan Yesus sebagai batu penjuru yang mahal (ay. 6). Batu penjuru di sini dapat diartikan sebagai suatu patokan yang memberi arah bagaimana suatu bangunan harus dibangun. Selain itu batu penjuru juga dapat diartikan sebagai batu penting yang menopang batu-batu di atasnya. Tentu dalam membangun batu penjuru ini kita perlu membangun di atas dasar yang benar, yaitu Tuhan Yesus Kristus sendiri. Jika kita membangun di atas dasar yang lain, maka sesungguhnya pekerjaan kita adalah sesat.

Dalam hal ini jika Tuhan Yesus dipandang sebagai batu penjuru, tentu kita juga harus menjadi batu penjuru. Dalam hal ini tentu kita tidak mungkin menyamai kualitas batu penjuru sepertu Tuhan Yesus (yang menjadi dasar gereja Tuhan di seluruh dunia), namun paling tidak kita dapat menjadi batu penjuru yang mendukung pekerjaan Tuhan di tempat kita masing-masing. Menjadi batu penjuru tidaklah harus dipandang sebagai menjadi seorang pendeta atau pelayan mimbar (seperti worship leader atau pemain musik) di gereja, tetapi sesungguhnya segenap hidup kita adalah pelayanan bagi Tuhan. Salah besar jika pelayanan hanya dinilai di atas mimbar gereja, tetapi kelakuan kita sehari-harinya tidak mencerminkan Tuhan dalam hidup kita.

Alkitab mengatakan bahwa Tuhan Yesus menjadi batu penjuru yang mahal bagi orang percaya (ay. 6-7a). Akan tetapi bagi orang yang tidak peraya, maka Tuhan Yesus menjadi batu sentuhan dan sandungan (ay. 7b). Batu sentuhan dan batu sandungan adalah batu yang menyebabkan orang lain terantuk, tersandung, dan jatuh. Dalam hal ini, kedua kata tersebut dalam bahasa aslinya ternyata memiliki makna yang netral (bisa positif maupun negatif). Hal ini terlihat bahwa dalam ayat-ayat lainnya Tuhan Yesus sendiri juga dikonotasikan sebagai batu sandungan (Mat 15:12, Rm 8:33, 1 Kor 1:23). Jika demikian, maka kita harus mau mengakui dengan terbuka bahwa kita juga harus menjadi batu sandungan.

Namun demikian, kita tidak boleh menjadi batu sandungan bagi orang percaya, tetapi haruslah menjadi batu sandungan bagi orang yang tidak percaya atau yang binasa (Rm 14:21, 1 Kor 8:9 & 13). Hidup kita harus sampai “mengganggu” atau membuat orang lain yang binasa menjadi tidak nyaman. Sama seperti kehidupan Tuhan Yesus yang “mengganggu” para imam, ahli Taurat dan orang Farisi, maka kita pun harus bersikap demikian. Jadilah batu sandungan dengan membuktikan kehidupan yang benar menurut Firman Tuhan di tengah-tengah mereka yang bengkok hatinya. Jika orang di sekitar kita korupsi, kita harus berani berkata tidak pada korupsi. Jika orang di sekitar kita semua mencontek (bagi yang masih sekolah atau kuliah), maka kita harus berani tidak mencontek meskipun konsekuensinya nilai kita akan ada di bawah mereka yang mencontek.

Ingat bahwa orang-orang yang hidup tidak benar ini sedang berjalan menuju kebinasaan. Mereka sebenarnya butuh pertobatan. Tugas kita sebagai batu sandungan bagi mereka sehingga mereka terjatuh dan bertobat, sehingga kembali kepada jalan yang benar (ay. 8). Oleh karena itu kita harus menjadi batu sandungan dengan penuh kasih, dengan harapan agar orang-orang yang akan binasa dapat diselamatkan, tentu sambil menjaga diri kita supaya tidak tersandung dan tersesat. Oleh karena itu, jangan hanya berpikir bahwa kita harus menjadi batu penjuru, tetapi juga sebagai batu sandungan, sehingga kita akan menjadi batu penjuru bagi mereka yang percaya, dan menjadi batu sandungan bagi mereka yang tidak percaya atau yang akan binasa.


Bacaan Alkitab: 1 Petrus 2:4-8
2:4 Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah.
2:5 Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.
2:6 Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan."
2:7 Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: "Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan."
2:8 Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.