Selasa, 8 Agustus 2017
Bacaan
Alkitab: 1 Tesalonika 2:3-6
Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak
murni dan juga tidak disertai tipu daya (1 Tes 2:3)
Nasehat dari Maksud yang Tidak Murni
Suatu hari seorang ibu (sebut saja ibu
A) datang dan bercerita kepada saya. Ia punya seorang anak perempuan yang saat
ini sedang berpacaran dengan seorang laki-laki non Kristen. Suatu saat, ada
seorang ibu lain (sebut saja ibu B) yang datang kepada ibu A lalu berkata
kepadanya: “Bu, kapan mantu? Kan anak perempuan ibu sudah punya calon, mbok ya segera dinikahkan saja”.
Mendengar hal itu, ibu A datang dan bertanya kepada saya, mengapa kok ibu B bisa
memberikan nasehat seperti itu, padahal ibu A saja sedang berjuang untuk
meyakinkan anaknya supaya tidak menikah dengan orang yang beda agama.
Saya kemudian mencoba mencerna mengapa
ibu B sampai memberikan nasehat seperti itu. Ternyata, ibu B ini pernah punya
masalah dalam keluarganya, yaitu anak laki-lakinya menghamili seorang janda (sama-sama
jemaat di gereja yang sama) dan terpaksa dinikahkan karena hamil duluan.
Persoalan lebih lanjut karena keluarga ibu B ini mempunyai posisi yang cukup
tinggi di dalam gereja (dan permasalahan anak si ibu B ini membuat jemaat cukup
goncang bahkan menjadi pergunjingan di masyarakat sekitar gereja). Mengetahui
hal tersebut, saya menjadi yakin bahwa ibu B ini memberikan nasehat kepada ibu
A dengan maksud yang tidak murni atau tidak tulus. Ibu B menyarankan ibu A
untuk menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki yang beda agama tersebut supaya
posisi ibu A tidak terlalu malu dan ada alasan untuk berkata “Tuh kan, walaupun
anakku menikah karena menghamili janda, yang penting ia nikah sama sesama orang
Kristen. Tapi anaknya ibu B tuh, menikah kok sama orang non Kristen. Kelihatan
kan kalau anakku jauh lebih baik daripada anaknya ibu B?”. Jadi ibu B
memberikan saran atau nasehat yang licik kepada ibu A supaya posisi ibu B tidak
menjadi yang paling buruk di pandangan masyarakat dan jemaat.
Saya tidak habis pikir bahwa saya
sendiri bisa mendengar nasehat yang seperti itu. Paulus sendiri dalam suratnya
kepada jemaat Tesalonika berkata bahwa nasihat mereka tidak lahir dari
kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya
(ay. 3). Paulus tentu memberikan banyak nasehat kepada jemaat Tesalonika (dan
juga kepada jemaat-jemaat yang lain). Akan tetapi jelas bahwa nasehat Paulus
tidak pernah lahir dari pikiran yang sesat atau dari maksud yang tidak murni.
Nasehat Paulus juga tidak disertai dengan tipu daya untuk kepentingan dirinya
sendiri.
Paulus memberikan nasehat dengan tulus,
dengan maksud yang murni dan lahir dari kebenaran. Paulus hanya ingin jemaat
dan umat percaya hidup dalam pemahaman Injil yang benar, yang mengubah pola
pikir mereka sehingga memiliki pola pikir Kristus (Flp 2:5-7). Paulus dan
rekan-rekan sepelayanannya sadar bahwa Allah telah mempercayakan Injil kepada
mereka, sehingga mereka harus berbicara dan menyuarakan Injil bukan hanya untuk
menyukakan manusia, tetapi untuk menyukakan Allah yang tidak bisa dibohongi
(ay. 4). Ingat bahwa Allah sanggup melihat hati kita yang paling dalam,
sehingga yang terpenting di hadapan Allah adalah motivasi batin kita dalam
melakukan sesuatu. Jika kita memberi nasehat, apakah motivasi kita di balik
nasehat itu benar? Jika kita memberitakan Firman Tuhan, apakah motivasi kita di
balik pemberitaan Firman Tuhan itu sudah benar? Hal itulah yang harus kita
pergumulkan dan perkarakan di hadapan Tuhan.
Paulus selanjutnya berkata bahwa ia
sama sekali tidak pernah bermulut manis (ay. 5a). Paulus tidak pernah memberi
nasehat atau memberitakan Firman hanya dengan mulut manis supaya perkataannya enak
didengar di telinga orang lain. Paulus lebih suka menyampaikan kebenaran dengan
keras walaupun memiliki konsekuensi pahit untuk didengar. Nyatanya, banyak
nasehat yang benar adalah nasehat yang keras di telinga. Justru kebanyakan
nasehat yang manis itu adalah nasehat yang “menipu” karena menjanjikan suatu
kenyamanan tetapi tidak akan menyelesaikan masalah.
Paulus juga berkata bahwa ia tidak
pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi (ay. 5b). Artinya adalah dalam
memberikan nasehat ataupun perkataan Firman, tidak ada maksud dari Paulus untuk
kepentingan dirinya sendiri. Semua nasehat dan Firman yang disampaikan hanya
supaya manusia mengerti kehendak Allah dan mau berjuang untuk hidup benar di
hadapan-Nya. Paulus tidak pernah berkata: “Berikanlah persembahanmu dengan
limpah kepada kami supaya nanti kami mendoakan jemaat agar semakin diberkati
dengan limpah”. Paulus tidak pernah memiliki maksud untuk mencari keuntungan pribadi
melalui nasehat dan perkataan Firman yang disampaikan. Hal ini ditekankan
Paulus bahwa Allah akan menjadi saksi apabila Paulus memiliki maksud loba yang
tersembunyi, dan hal itu akan bisa membuat seorang hamba Tuhan atau pelayan Tuhan
ditolak oleh Tuhan sendiri pada hari penghakiman nanti (Mat 7:21-23).
Selanjutnya, Paulus juga menekankan
bahwa dalam segala pelayanannya, ia tidak pernah mencari pujian dari manusia
(ay. 6). Paulus sadar bahwa yang terpenting bukanlah pujian dari manusia atau penerimaan
dari manusia. Yang terpenting adalah perkenanan Tuhan dan bukan perkenanan
manusia (Gal 1:10). Paulus melakukan apapun dengan harapan agar apa yang ia
lakukan dapat berkenan di hadapan-Nya. Tidak masalah jika manusia menolak atau
mencibir dirinya. Tidak masalah jika jemaat tidak mau memuji dirinya, yang
terpenting adalah pada hari penghakiman nanti, Tuhan akan memuji dirinya
sebagai seorang hamba yang baik dan setia (Mat 25:21)
Kembali ke cerita saya di atas,
seringkali kita mendapatkan masukan atau nasehat dari orang lain. Tidak semua
nasehat dari sesama orang Kristen (atau bahkan dari hamba Tuhan atau pendeta)
adalah nasehat yang benar. Tidak semua nasehat dari orang non-Kristen adalah
nasehat yang buruk. Kita sendiri yang harus belajar untuk menjadi cerdas, sehingga
kita bisa membedakan mana nasehat yang lahir dari kebenaran atau yang lahir
dari kesesatan; mana nasehat yang lahir dari maksud yang murni atau yang lahir maksud
yang tidak murni; dan mana nasehat yang lahir dari ketulusan atau yang lahir
dari tipu daya.
Selanjutnya, kita juga harus belajar
untuk bisa memberikan nasehat dengan benar kepada orang lain yang membutuhkan. Kita
harus belajar supaya perkataan kita adalah perkataan yang dapat membangun orang
lain. Jaga lidah kita supaya kata-kata kita tidak hambar tetapi dapat menjadi
berkat bagi orang lain. Jaga hati dan pikiran kita supaya kita dapat memberikan
nasehat tanpa maksud loba yang tersembunyi, tanpa mulut manis, dan tanpa
mengharapkan pujian dari manusia. Belajarlah seperti Paulus yang memiliki
motivasi yang murni dalam melakukan apapun, supaya suatu saat kita dapat
dipandang Tuhan sebagai hamba-Nya yang baik dan setia, dan bukan hamba dosa
yang sering mengajarkan kesesatan.
Bacaan
Alkitab: 1 Tesalonika 2:3-6
2:3 Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang
tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya.
2:4 Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk
mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk
menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.
2:5 Karena kami tidak pernah bermulut manis -- hal itu kamu ketahui -- dan
tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi -- Allah adalah saksi --
2:6 juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu,
maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai
rasul-rasul Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.