Rabu, 9 Agustus 2017
Bacaan
Alkitab: 1 Timotius 1:5-7
Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati
nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas. (1 Tim 1:5)
Tujuan Nasehat yang Sebenarnya
Masih menyambung dengan renungan sebelumnya
mengenai nasehat, maka pada hari ini kita akan belajar mengenai apa sih tujuan nasehat
yang sebenarnya itu. Paulus dalam suratnya kepada Timotius mengatakan bahwa
tujuan nasehat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci dan hati nurani
yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas (ay. 5). Jadi jelas bahwa nasehat itu harus diberikan dalam kasih
supaya mereka yang mendengar nasehat juga boleh memiliki kasih yang sama dengan
kasih kita dan juga kasih Tuhan (ay. 5a). Sebagai contoh, jika ada orang yang
sedang dimusuhi oleh orang lain, nasehat apa yang harus kita berikan? Salah
satu nasehat yang baik adalah jika kita menasehatkan agar orang tersebut
mengampuni orang lain yang memusuhinya. Dalam hal itu kita memberikan nasehat
dalam kasih supaya orang tersebut memiliki kasih yang sama dengan kita. Jika
kita belum hidup dalam kasih, maka akan mustahil kita dapat memberikan nasehat
dalam kasih.
Selanjutnya, nasehat juga diberikan supaya mereka yang mendengarnya dapat memiliki
hati nurani yang murni (ay. 5b). Dalam hal ini kita harus punya kecerdasan
supaya kita yang mendengar nasehat dapat membedakan mana nasehat yang diberikan
dengan maksud yang murni dan mana nasehat yang diberikan dengan maksud yang
tidak murni atau tidak tulus. Di sisi lain, kita yang memberikan nasehat juga
harus belajar menjaga hati dan motivasi kita supaya nasehat kita adalah nasehat
yang lahir dari hati nurani yang murni. Akan sangat berbahaya jika kita
memberikan nasehat yang menyesatkan karena niat hati kita tidak tulus untuk membantu,
misalnya karena kita iri hati, dendam, atau punya rasa tidak mau kalah dengan
orang lain. Di situ nasehat kita akan mulai menyimpang dari jalan yang
seharusnya. Betapa berbahayanya jika kesalahan ini dilakukan oleh mereka yang
menjadi pemimpin, khususnya pemimpin jemaat. Orang seperti itu tidak hanya
merusak dirinya sendiri, tetapi juga akan merusak iman jemaat yang dipimpinnya
dengan nasehat yang berasal dari hati nurani yang sudah gelap dan tidak murni
lagi.
Terakhir, nasehat juga harus diberikan dari iman yang tulus ikhlas. Di sini
ada dua kata penting yaitu iman dan ketulusan/keikhlasan. Nasehat yang
diberikan dari iman artinya adalah dalam setiap hal, nasehat yang kita berikan
tidak menyimpang dari kebenaran di dalam Injil. Sebagai contoh jika ada seorang
wanita datang kepada kita dan mengeluh bahwa suaminya bukan orang percaya dan memaksanya
untuk pindah agama ke agama suaminya, maka tentu kita tidak bisa menggunakan
ayat “hai istri, tunduklah kepada suamimu”. Kita harus memberikan nasehat
dengan bijak yaitu bahwa ia harus lebih tunduk kepada Tuhan daripada kepada
suaminya. Dalam hal ini ia harus tetap mengasihi dan tunduk kepada suaminya
dalam batas-batas tertentu saja, dan tidak boleh meninggalkan iman percayanya
demi suaminya. Nasehat yang diberikan dari iman yang benar akan membuat orang
yang mendengar dan melakukan nasehat tersebut semakin beriman kepada Tuhan dan
bukannya justru meninggalkan Tuhan.
Selain itu, nasehat juga harus
diberikan dengan ketulusan dan kehikhlasan. Artinya dalam memberikan nasehat kita
tidak boleh mengharapkan sesuatu. Jangan sampai kita memberikan nasehat kepada
orang lain dengan tujuan untuk keuntungan dan/atau kepentingan diri kita
sendiri. Sebagai contoh jika ada orang lain sedang sakit, apakah kita boleh
menawarkan obat yang kita jual (misal dari MLM yang kita ikuti)?. Jika obat
tersebut memang benar-benar manjur (dan kita tahu pasti khasiatnya dan penyakit
yang diderita orang itu), maka tidak salah kita menawarkan obat yang kita jual.
Akan tetapi jika tujuan kita menawarkan obat tersebut hanyalah supaya produk
kita laku dijual, kita dapat untung, dapat poin, atau dapat bonus dari MLM
tersebut, maka itu bukanlah nasehat yang tulus ikhlas.
Dalam ayat selanjutnya Paulus dengan
tegas mengatakan bahwa ada orang-orang yang tidak sampai pada tujuan itu (yaitu
tujuan memberikan nasehat denga benar). Akibatnya, mereka tersesat dalam
omongan yang sia-sia (ay. 6). Tentu dalam hal ini jika nasehat tidak diberikan
dengan benar, maka yang ada hanyalah perdebatan tanpa akhir. Akhirnya
terciptalah suatu omongan/perkataan yang sia-sia antara kedua belah pihak.
Nasehat yang menyesatkan jika dilakukan maka akan menimbulkan masalah baru.
Selanjutnya pihak yang menerima nasehat akan menyalahkan pihak yang memberi
nasehat, dan seterusnya.
Oleh karena itu, mereka yang hendak
memberi nasehat harus menguji diri sendiri dahulu apakah ia sudah layak dan
pantas untuk memberi nasehat dengan benar. Betapa berbahayanya jika orang-orang
yang sudah merasa berhak memberikan nasehat, apalagi sudah merasa berhak
mengajar, kemudian menyampaikan nasehat dengan cara yang tidak benar. Mereka
diibaratkan sebagai orang-orang yang ingin mengajar hukum Taurat, tetapi mereka
tidak mengerti pokok-pokok ajaran mereka (ay. 7). Mereka bahkan sebenarnya
tidak mengerti perkataan mereka sendiri. Oleh sebab itu tanpa disadari (atau
mungkin dengan sadar juga), mereka sedang mengajarkan penyesatan kepada orang
lain.
Jika orang tersebut adalah seorang
pembicara/pengkhotbah/pendeta, maka jemaat akan dibawa kepada kesesatan yang
sistematis. Tidak jarang bahwa pokok-pokok Firman Tuhan atau nasehat-nasehat
yang disampaikan adalah bagaimana membangun kerajaan si pembicara tersebut di
dunia ini. Mereka mulai mengkultuskan dirinya sendiri, menganggap semua kritik
kepada pembicara itu adalah dosa karena pembicara adalah hamba Tuhan, dan lain
sebagainya. Akibatnya, gereja seperti ini tidak akan membawa jemaat ke surga
tetapi gereja hanya akan memarkir jemaat tersebut di bumi. Di dalam gereja
seperti itu, bisa jadi nasehat adalah sesuatu yang langka, karena hanya pendeta
yang boleh memberikan nasehat. Lagipula, nasehat yang diberikan juga belum
tentu adalah nasehat yang benar, sehingga jemaat tidak akan dibawa kepada
pemahaman dan pengenalan akan Tuhan yang benar. Mereka hanya dibuat nyaman di
bumi dan lupa untuk memikirkan kekekalan abadi.
Bacaan
Alkitab: 1 Timotius 1:5-7
1:5 Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari
hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.
1:6 Tetapi ada orang yang tidak sampai pada tujuan itu dan yang sesat dalam
omongan yang sia-sia.
1:7 Mereka itu hendak menjadi pengajar hukum Taurat tanpa mengerti
perkataan mereka sendiri dan pokok-pokok yang secara mutlak mereka kemukakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.