Rabu, 3 Januari 2018
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:11
Dan mereka berkata: "Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan
pada Yang Mahatinggi?" (Mzm 73:11)
Mazmur 73 (Ayat 11): Menyombongkan Diri terhadap Allah
Kalimat dalam ayat 11 ini masih
bersambung dengan kalimat dalam ayat-ayat sebelumnya, dimana banyak orang
justru tergoda untuk mengikuti jalan kefasikan dan bukannya mengikuti jalan
kebenaran. Dalam ayat sebelumnya kita telah melihat bagaimana banyak orang
berbondong-bondong datang kepada orang fasik itu dan mereka dihabiskan oleh
orang fasik itu. Terkait dengan hal tersebut, orang fasik menjadi semakin
sombong, tidak hanya sombong di hadapan manusia tetapi juga menyombongkan diri
terhadap Allah. Mereka semakin berani berkata-kata mengatasnamakan nama Tuhan
atau nama Allah, bahkan berani berkata: “Bagaimana Allah tahu hal itu? Adakah
pengetahuan pada Yang Mahatinggi?” (ay. 11).
Dalam hal ini orang fasik menyangka
bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak tersentuh oleh Tuhan. Mereka
memposisikan Tuhan sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa dan mudah dibujuk
atau dipengaruhi dengan iming-iming persembahan. Mereka merasa bahwa Tuhan akan
diam meskipun mereka berlaku fasik, asalkan mereka tetap memberikan
persembahan, persepuluhan, atau ketika mereka terlibat dalam pelayanan gereja.
Dalam hal ini orang-orang fasik secara tidak langsung mengajarkan bahwa
persembahan maupun pelayanan mereka dapat menutupi kefasikan mereka.
Tidak heran bahwa orang-orang fasik
semacam ini justru akan semakin berambisi terlibat dalam pelayanan. Mereka
mungkin memulainya dari hal-hal sederhana, seperti penerima tamu, kemudian
mulai berambisi terlibat lebih dalam lagi di dalam pelayanan gereja, seperti
petugas kolekte, bendahara gereja, ketua pemuda/remaja, ketua panitia natal, singer, pemusik, worship leader, bahkan jika bisa menjadi orang kesayangan
pendeta/gembala sidang dan masuk menjadi bagian dari keluarga mereka. Jika
sudah demikian, mereka akan dengan mudah masuk dan mempengaruhi pendeta/gembala
sidang dalam pengambilan keputusan, dan mereka lebih mudah untuk menduduki
jabatan-jabatan tertentu dalam gereja.
Setelah menduduki jabatan tertentu,
mereka akan dapat menyembunyikan kefasikan mereka di balik topeng pelayanan.
Pelayanan yang seharusnya dilakukan dengan motivasi yang tulus dan murni, kini
menjadi semacam “barang dagangan” di gereja. Pelayanan tidak dipandang sebagai
sesuatu yang sakral dan kudus, tetapi diobral sedemikian rupa sehingga nyaris
siapapun bisa menjadi pelayan Tuhan. Dalam hal ini, saya setuju bahwa setiap
orang memang harus melayani Tuhan, tetapi bukan berarti siapa saja boleh mengambil
bagian dalam pelayanan tanpa adanya seleksi yang pantas dan memadai.
Dalam posisi yang tinggi seperti itu,
kesombongan orang-orang fasik itu mulai terlihat. Mereka akan bersembunyi di
balik topeng pelayanan, sehingga ketika ada orang yang memberi masukan langsung
dicap sebagai pemberontak. Tidak heran, pendeta maupun gembala sidang yang
sudah terkontaminasi oleh kefasikan mereka, bisa membela orang-orang fasik ini
habis-habisan. Di gereja-gereja semacam ini, Tuhan seakan-akan dibuat mainan,
karena Tuhan dibuat seperti menyetujui pelayanan yang dilakukan oleh orang
fasik, dan orang benar semakin disingkirkan dari pelayanan di gereja tersebut.
Jika dikritik, mereka akan berkata:
Bagaimana kamu tahu akan hal itu? Apakah kamu ada di pihak Allah? Bukankah kami
yang ada di pihak Allah karena kami adalah pelayan-pelayan yang diangkat oleh
gereja atau oleh sinode? Padahal faktanya adalah sinode atau gereja boleh saja
mengesahkan seseorang sebagai pejabat atau pelayan gereja, tetapi Tuhan belum
tentu mengangkat orang itu sebagai pelayan-Nya. Mereka berpikir bahwa hanya kelompok
mereka yang boleh paling tahu, dan orang lain tidak boleh lebih tahu dari
mereka. Mereka menyamakan diri mereka dengan Allah, karena mereka merasa diri
mereka paling tahu dan berdiri di pihak Tuhan (karena mereka sudah terlibat
dalam pelayanan).
Terkadang menghadapi orang-orang
seperti itu, orang-orang yang benar seperti sudah kehabisan akal. Perkataan
yang benar bisa diputarbalikkan sehingga seakan-akan kita yang salah. Ayat
Alkitab bisa diputarbalikkan untuk mendukung kebijakan yang diambil, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini mereka bisa menjadi semakin berani karena Tuhan
seakan-akan diam. Mereka bisa bersuara: “Kalau kami salah, tentu Tuhan pasti
sudah bertindak. Toh nyatanya kami yang jadi pelayan di gereja dan bukan kalian”.
Di situ kebenaran sepertinya tampak bisa disalahkan oleh kefasikan. Namun
demikian, percayalah bahwa kebenaran tidak akan bisa dikalahkan, karena pada
hari penghakiman nanti semua orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
masing-masing di hadapan Tuhan.
Di situlah suara-suara yang selama ini
meninggikan diri terhadap Tuhan akan diam dan dibungkam, ketika Tuhan dengan
segala kemahakuasaannya dan kemuliaannya datang untuk menghakimi semua orang
baik yang hidup dan yang mati. Di situ mereka yang berani membuka mulut
terhadap Tuhan: “Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang
Mahatinggi?” akan menyesal, namun sudah tidak ada kesempatan lagi. Oleh karena
itu, jika dalam hidup kita atau dalam pelayanan kita, kita menemukan adanya
orang-orang fasik seperti ini yang seakan-akan merasa paling benar atau lebih benar,
di situ sebenarnya ujian Tuhan bagi kita untuk memproses karakter kita. Di situ
Tuhan mendidik kita untuk bisa sabar, tidak membalas, tetapi berjuang
membuktikan kebenaran melalui hidup kudus yang kita lakukan. Kita bisa saja
difitnah, dilecehkan, disakiti, dan dihina, tetapi kita tahu bahwa semua itu
suatu saat nanti pasti akan ada perhitungannya, yaitu pada hari penghakiman
kelak.
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:11
73:11 Dan mereka berkata: "Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah
pengetahuan pada Yang Mahatinggi?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.