Selasa, 02 Januari 2018

Mazmur 73 (Ayat 12): Senang Selamanya?



Kamis, 4 Januari 2019
Bacaan Alkitab: Mazmur 73:12
Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya! (Mzm 73:12)


Mazmur 73 (Ayat 12): Senang Selamanya?


Ayat 12 boleh dikatakan sebagai kesimpulan terhadap ciri-ciri orang fasik. Ayat 12 diawali dengan kalimat: “Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik” (ay. 12a). Hal ini menyimpulkan ciri-ciri yang sudah disebutkan dari ayat 4 hingga ayat 11. Kata “sesungguhnya” dalam bahasa aslinya adalah הִנֵּה (hinneh), yaitu sebuah kata particle yang bersifat demonstratif, yang dapat diterjemahkan sebagai behold, see (lihatlah, perhatikanlah). Kata hinneh digunakan untuk menunjuk kepada orang dan benda tertentu, atau mengawali suatu klausa atas suatu predikat tertentu (introducing clauses involving predication). Jadi kata hinneh disini hendak menunjuk agar para pembaca melihat dan memperhatikan benar-benar apakah orang fasik itu (sebagai predikatnya).

Kata orang fasik di ayat 12 ini sama persis dengan sebutan orang fasik di ayat 3. Tentu ayat-ayat di antaranya yaitu ayat 4 s.d. 11 telah menjelaskan panjang lebar mengenai ciri-ciri orang fasik tersebut. Namun demikian, sebagai simpulan dari penjabaran tentang orang fasik, ayat 12 juga mengandung sebuah ciri yang harus kita perhatikan (karena arti kata hinneh tadi juga menyuruh kita untuk melihat dan memperhatikannya). Ciri  tersebut adalah bahwa orang fasik selalu menambah harta benda dan senang selamanya (ay. 12b).

Ketika saya pertama kali membaca ayat ini dalam Alkitab, saya nyaris protes kepada Tuhan. Pikir saya: “Tuhan, kenapa justru orang fasik kok sepertinya hidupnya selalu enak, ibarat peribahasa bahasa jawa: “penak karo penak” (enak dan enak)? Bahkan dikatakan bahwa mereka dengan mudah dapat menambah harta benda mereka, bahkan selalu senang selamanya? Tentu mereka bisa senang hatinya karena apapun yang mereka inginkan bisa dicapai, apapun yang mereka ingin beli dapat mereka beli (dengan uang mereka). Bukankah itulah inti kebahagiaan di dunia ini?

Dalam ayat 12 ini ada 2 ciri orang fasik yaitu: 1) menambah harta benda; dan 2) senang selamanya. Kata “menambah” dalam bahasa aslinya adalah הִשְׂגּוּ (hiś·gū-) dari akar kata שָׂגָה (sagah). Kata sagah secara umum berarti to grow, increase, grow up (bertumbuh, meningkat, naik, bertambah banyak, membesar, menjadi dewasa). Jadi kata sagah tidak hanya berbicara tentang peningkatan secara fisik (semakin banyak, semakin besar), tetapi juga dari sisi kualitasnya. Sementara itu kata “harta benda” dalam bahasa aslinya adalah חָֽיִל (ḥa·yil) dari akar kata חָ֫יִל (chayil). Kata chayil sendiri secara umum bermakna strength (kekuatan, kekuasaan), ability (kemampuan) efficiency (efisiensi, ketangkasan), wealth (kekayaan, harta benda), force/army (tentara, pasukan, termasuk di dalamnya kekuasaan atas pasukan).

Memang kata chayil dalam ayat 12 lebih tepat diterjemahkan sebagai harta benda atau kekayaan. Tetapi semakin banyak harta benda dan kekayaan yang dimiliki seseorang, maka semakin besar kekuasaan orang tersebut, semakin besar kemampuan untuk membeli/mengatur sesuatu, semakin besar pula pengaruhnya terhadap orang-orang. Tanpa disadari, orang tersebut mampu mempengaruhi orang lain dengan harta benda, kekayaan, dan kekuasaannya. Bisa saja suatu waktu ada orang-orang yang mau menjadi “pasukan” untuk membela si orang fasik meskipun mereka tahu bahwa orang fasik tersebut sebenarnya salah.

Jika harta benda, kekayaan, kekuasaan, pengaruh seseorang semakin bertambah banyak dan bertambah besar, tentu saja mereka akan merasa aman. Tidak hanya merasa aman, mereka juga tentu merasa senang dan bahagia. Senang karena semua keinginan mereka dapat terpenuhi, bahkan ada orang-orang tertentu yang menghormati mereka. Tidak heran Asaf menulis bahwa orang-orang fasik ini senang selamanya.

Kata “senang” dalam bahasa aslinya adalah וְשַׁלְוֵ֥י (wə·šal·wê) dari akar kata שָׁלֵיו (shalev). Kata shalev ini sebenarnya cukup jarang digunakan di dalam Alkitab, tercatat hanya sekitar 8 kali ayat ini ada di dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kata shalev sendiri dapat bermakna at ease (santai), quiet (tenang), peaceable (damai), in prosperity (dalam kemakmuran), wealthy (kaya). Tentu saja orang-orang fasik tersebut (yang harta bendanya semakin bertambah-tambah) akan menjadi semakin senang, santai, makmur, dan dapat menikmati hidup mereka. Dalam kesantaian dan ketenangan mereka, seakan-akan hidup mereka sudah lengkap di dunia ini.

Sepintas kata “selamanya” yang digunakan di ayat 12 ini memberi kesan bahwa orang-orang fasik ini memang akan senang terus-menerus, bahkan hingga mereka mati pun mereka tetap senang, atau sampai di kekekalan pun mereka tetap senang selamanya. Padahal kata “selamanya” dalam bahasa aslinya adalah ע֝וֹלָ֗ם (‘ō·w·lām) dari akar kata עוֹלָם (olam), yang memang menunjuk satuan waktu yang lama (long duration). Kata olam dapat merujuk kepada waktu di masa lalu, atau merujuk kepada masa depan yang tidak tentu (indefinite futurity). Kata olam juga dapat merujuk kepada masa di bumi ini dan juga hingga kepada kekekalan. Oleh karena itu, penting untuk mengerti konteks penggunaan kata olam dalam ayat 12 ini.

Jika kata olam diterjemahkan selamanya hingga kepada kekekalan, tentu hal ini menjadi kontradiktif dengan ayat-ayat setelahnya (yang akan kita baca di renungan pada hari-hari yang akan datang). Oleh karena itu, saya cenderung menggunakan kata olam untuk menggambarkan suatu durasi waktu yang lama, tetapi terbatas. Durasi waktu yang dimaksud itu adalah durasi selama orang fasik tersebut hidup di dunia. Mereka tentu bisa senang selamanya (selama di dunia), tetapi ketika mereka berhadapan dengan realitas kekekalan, pastilah orang fasik itu akan gentar.

Sayangnya, telah cukup lama gereja dan pendeta seperti diam dan tidak berani mengangkat suara terhadap orang-orang fasik ini. Bahkan ada kesan gereja dan pendeta seperti membenarkan kehidupan orang fasik ini. Sebut saja contoh ketika ada orang fasik yang meninggal dunia, maka pada saat ibadah penghiburan, pada umumnya pendeta itu berkata: “Meskipun saudara kita sudah meninggal dunia, dan banyak omongan yang buruk akan dirinya selama ia hidup di dunia ini, tetapi karena kasih Kristus dan anugerah yang diberikan Tuhan kepada saudara kita tersebut, maka tentulah ia sudah mendapatkan hidup kekal bersama-sama dengan Tuhan di surga”. Akibatnya, orang yang mendengar khotbah pendeta tersebut tidak akan berjuang untuk hidup benar. Mereka akan berpikir: “Ah untuk apa susah-susah hidup benar, toh orang yang fasik selama di dunia saja hidup fasik katanya bisa masuk surga”. Tentu teologi seperti ini tidak akan mendorong orang Kristen untuk memiliki standar hidup yang kudus di hadapan Tuhan.

Jadi kesenangan orang fasik itu terbatas, meskipun tentu memiliki durasi yang lama. Orang fasik dapat mengumpulkan harta kekayaan yang cukup hingga 7 turunan. Namun demikian, harta yang dimiliki tersebut tidak akan berguna lagi di kekekalan, karena Tuhan tidak dapat disogok dengan uang. Oleh karena itu, jika saya boleh berkata, orang fasik adalah orang yang sebenarnya paling malang. Mereka merasa diri mereka beruntung, diberkati, selalu senang, dan menikmati hidup. Namun mereka tidak sadar akan ujung jalan hidup mereka, yaitu kebinasaan kekal. Mereka bisa tertawa senang di dalam dunia ini, tetapi akan meratap di dalam kekekalan.



 

Bacaan Alkitab: Mazmur 73:12
73:12 Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.