Kamis, 4 Januari 2019
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:12
Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan
senang selamanya! (Mzm 73:12)
Mazmur 73 (Ayat 12): Senang Selamanya?
Ayat 12 boleh dikatakan sebagai
kesimpulan terhadap ciri-ciri orang fasik. Ayat 12 diawali dengan kalimat: “Sesungguhnya,
itulah orang-orang fasik” (ay. 12a). Hal ini menyimpulkan ciri-ciri yang sudah
disebutkan dari ayat 4 hingga ayat 11. Kata “sesungguhnya” dalam bahasa aslinya
adalah הִנֵּה (hinneh),
yaitu sebuah kata particle yang bersifat
demonstratif, yang dapat diterjemahkan sebagai behold, see (lihatlah, perhatikanlah). Kata hinneh digunakan untuk menunjuk kepada orang dan benda tertentu, atau
mengawali suatu klausa atas suatu predikat tertentu (introducing clauses involving predication). Jadi kata hinneh disini hendak menunjuk agar para
pembaca melihat dan memperhatikan benar-benar apakah orang fasik itu (sebagai
predikatnya).
Kata orang fasik di ayat 12 ini sama
persis dengan sebutan orang fasik di ayat 3. Tentu ayat-ayat di antaranya yaitu
ayat 4 s.d. 11 telah menjelaskan panjang lebar mengenai ciri-ciri orang fasik
tersebut. Namun demikian, sebagai simpulan dari penjabaran tentang orang fasik,
ayat 12 juga mengandung sebuah ciri yang harus kita perhatikan (karena arti kata
hinneh tadi juga menyuruh kita untuk
melihat dan memperhatikannya). Ciri
tersebut adalah bahwa orang fasik selalu menambah harta benda dan senang
selamanya (ay. 12b).
Ketika saya pertama kali membaca ayat
ini dalam Alkitab, saya nyaris protes kepada Tuhan. Pikir saya: “Tuhan, kenapa
justru orang fasik kok sepertinya hidupnya selalu enak, ibarat peribahasa
bahasa jawa: “penak karo penak” (enak
dan enak)? Bahkan dikatakan bahwa mereka dengan mudah dapat menambah harta
benda mereka, bahkan selalu senang selamanya? Tentu mereka bisa senang hatinya
karena apapun yang mereka inginkan bisa dicapai, apapun yang mereka ingin beli
dapat mereka beli (dengan uang mereka). Bukankah itulah inti kebahagiaan di
dunia ini?
Dalam ayat 12 ini ada 2 ciri orang
fasik yaitu: 1) menambah harta benda; dan 2) senang selamanya. Kata “menambah” dalam
bahasa aslinya adalah הִשְׂגּוּ (hiś·gū-)
dari akar kata שָׂגָה (sagah).
Kata sagah secara umum berarti to
grow, increase, grow up (bertumbuh, meningkat, naik, bertambah banyak, membesar,
menjadi dewasa). Jadi kata sagah tidak
hanya berbicara tentang peningkatan secara fisik (semakin banyak, semakin
besar), tetapi juga dari sisi kualitasnya. Sementara itu kata “harta benda”
dalam bahasa aslinya adalah חָֽיִל (ḥa·yil)
dari akar kata חָ֫יִל (chayil).
Kata chayil sendiri secara umum
bermakna strength (kekuatan,
kekuasaan), ability (kemampuan) efficiency (efisiensi, ketangkasan), wealth (kekayaan, harta benda), force/army (tentara, pasukan, termasuk
di dalamnya kekuasaan atas pasukan).
Memang kata chayil dalam ayat 12 lebih tepat diterjemahkan sebagai harta benda
atau kekayaan. Tetapi semakin banyak harta benda dan kekayaan yang dimiliki
seseorang, maka semakin besar kekuasaan orang tersebut, semakin besar kemampuan
untuk membeli/mengatur sesuatu, semakin besar pula pengaruhnya terhadap
orang-orang. Tanpa disadari, orang tersebut mampu mempengaruhi orang lain
dengan harta benda, kekayaan, dan kekuasaannya. Bisa saja suatu waktu ada orang-orang
yang mau menjadi “pasukan” untuk membela si orang fasik meskipun mereka tahu
bahwa orang fasik tersebut sebenarnya salah.
Jika harta benda, kekayaan, kekuasaan,
pengaruh seseorang semakin bertambah banyak dan bertambah besar, tentu saja
mereka akan merasa aman. Tidak hanya merasa aman, mereka juga tentu merasa
senang dan bahagia. Senang karena semua keinginan mereka dapat terpenuhi,
bahkan ada orang-orang tertentu yang menghormati mereka. Tidak heran Asaf menulis
bahwa orang-orang fasik ini senang selamanya.
Kata “senang” dalam bahasa aslinya
adalah וְשַׁלְוֵ֥י (wə·šal·wê)
dari akar kata שָׁלֵיו (shalev).
Kata shalev ini sebenarnya cukup
jarang digunakan di dalam Alkitab, tercatat hanya sekitar 8 kali ayat ini ada
di dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kata shalev
sendiri dapat bermakna at ease (santai), quiet (tenang), peaceable (damai), in
prosperity (dalam kemakmuran),
wealthy (kaya). Tentu saja orang-orang fasik tersebut (yang harta bendanya
semakin bertambah-tambah) akan menjadi semakin senang, santai, makmur, dan
dapat menikmati hidup mereka. Dalam kesantaian dan ketenangan mereka, seakan-akan
hidup mereka sudah lengkap di dunia ini.
Sepintas kata “selamanya” yang
digunakan di ayat 12 ini memberi kesan bahwa orang-orang fasik ini memang akan
senang terus-menerus, bahkan hingga mereka mati pun mereka tetap senang, atau
sampai di kekekalan pun mereka tetap senang selamanya. Padahal kata “selamanya”
dalam bahasa aslinya adalah ע֝וֹלָ֗ם (‘ō·w·lām)
dari akar kata עוֹלָם (olam),
yang memang menunjuk satuan waktu yang lama (long duration). Kata olam dapat
merujuk kepada waktu di masa lalu, atau merujuk kepada masa depan yang tidak
tentu (indefinite futurity). Kata olam juga dapat merujuk kepada masa di
bumi ini dan juga hingga kepada kekekalan. Oleh karena itu, penting untuk
mengerti konteks penggunaan kata olam dalam
ayat 12 ini.
Jika kata olam diterjemahkan selamanya hingga kepada kekekalan, tentu hal ini
menjadi kontradiktif dengan ayat-ayat setelahnya (yang akan kita baca di
renungan pada hari-hari yang akan datang). Oleh karena itu, saya cenderung
menggunakan kata olam untuk
menggambarkan suatu durasi waktu yang lama, tetapi terbatas. Durasi waktu yang dimaksud
itu adalah durasi selama orang fasik tersebut hidup di dunia. Mereka tentu bisa
senang selamanya (selama di dunia), tetapi ketika mereka berhadapan dengan
realitas kekekalan, pastilah orang fasik itu akan gentar.
Sayangnya, telah cukup lama gereja dan
pendeta seperti diam dan tidak berani mengangkat suara terhadap orang-orang
fasik ini. Bahkan ada kesan gereja dan pendeta seperti membenarkan kehidupan
orang fasik ini. Sebut saja contoh ketika ada orang fasik yang meninggal dunia,
maka pada saat ibadah penghiburan, pada umumnya pendeta itu berkata: “Meskipun
saudara kita sudah meninggal dunia, dan banyak omongan yang buruk akan dirinya
selama ia hidup di dunia ini, tetapi karena kasih Kristus dan anugerah yang
diberikan Tuhan kepada saudara kita tersebut, maka tentulah ia sudah
mendapatkan hidup kekal bersama-sama dengan Tuhan di surga”. Akibatnya, orang
yang mendengar khotbah pendeta tersebut tidak akan berjuang untuk hidup benar.
Mereka akan berpikir: “Ah untuk apa susah-susah hidup benar, toh orang yang
fasik selama di dunia saja hidup fasik katanya bisa masuk surga”. Tentu teologi
seperti ini tidak akan mendorong orang Kristen untuk memiliki standar hidup
yang kudus di hadapan Tuhan.
Jadi kesenangan orang fasik itu
terbatas, meskipun tentu memiliki durasi yang lama. Orang fasik dapat
mengumpulkan harta kekayaan yang cukup hingga 7 turunan. Namun demikian, harta
yang dimiliki tersebut tidak akan berguna lagi di kekekalan, karena Tuhan tidak
dapat disogok dengan uang. Oleh karena itu, jika saya boleh berkata, orang
fasik adalah orang yang sebenarnya paling malang. Mereka merasa diri mereka
beruntung, diberkati, selalu senang, dan menikmati hidup. Namun mereka tidak
sadar akan ujung jalan hidup mereka, yaitu kebinasaan kekal. Mereka bisa
tertawa senang di dalam dunia ini, tetapi akan meratap di dalam kekekalan.
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:12
73:12 Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda
dan senang selamanya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.