Senin, 22 Januari 2018
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:26
Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku
tetaplah Allah selama-lamanya. (Mzm 73:26)
Mazmur 73 (Ayat 26): Sekalipun Dagingku dan Hatiku Habis
Lenyap
Ayat ini (dan ayat sebelumnya) tetap
mengingatkan saya kepada lirik lagu rohani yang benar-benar memberkati saya
(Sebagaimana lirik lagu yang saya telah tulis di dalam renungan hari
sebelumnya). Saya masih takjub ketika membayangkan ada orang-orang yang berkata
bahwa “Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku
tetaplah Allah selama-lamanya” (ay. 26). Lebih kagum lagi ketika yang menulis
ini adalah seorang tokoh Alkitab di Perjanjian Lama (di mana belum ada anugerah
Injil, karya penebusan Kristus, dan Roh Kudus). Lebih kagum lagi ketika yang
menulis ini bukanlah seorang tokoh besar dalam Alkitab, tetapi “hanya” seorang
orang Lewi yang bernama Asaf. Ia memang tidak sepopuler Raja Daud, Raja Salomo,
nabi Elia, dan tokoh-tokoh besar lainnya, tetapi tulisannya di ayat ini
menunjukkan kebesaran hati dan imannya kepada Tuhan.
Dalam bagian pertama ayat ini,
tertulis: “Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap” (ay. 26a). Dalam bahasa
aslinya, kata “dagingku” digunakan kata שְׁאֵרִ֗י (sheeri) dari akar kata שְׁאֵר (sheer). Kata sheer ini dapat bermakna flesh
(daging, badan), food (makanan, santapan), body (tubuh, badan, fisik). Jadi sheer ini merujuk kepada tubuh jasmani,
karena juga dipandang sebagai makanan (yaitu tubuh binatang). Hal ini akan
kontras jika melihat makna kata “hatiku” di ayat yang sama.
Sementara itu kata “hatiku” menggunakan
kata וּלְבָ֫בִ֥י (ulevavi atau ulebabi) dari akar kata לֵבָב (lebab). Sebagaimana kita telah bahas
dalam renungan hari-hari sebelumnya, kata lebab
secara umum bermakna inner man (batin
manusia), mind (pikiran, benak), will (keinginan, kehendak), heart (hati, perasaan). Ini menunjuk kepada apa yang ada di
dalam batin manusia, yaitu hati atau jiwa manusia (yang di dalamnya terdapat
pikiran, perasaan, dan kehendak). Kata lebab
sendiri juga digunakan dalam ayat-ayat sebelumnya antara lain ayat 7, 13,
dan 21. Namun penekanan di sini adalah ketika hati seseorang sudah lenyap. Jika
kata lebab (hati, perasaan, kehendak)
digabungkan dengan kata sheer (tubuh,
fisik) maka ketika kedua-duanya lenyap berarti manusia sudah tidak memiliki
apapun, mengingat daging (fisik, tubuh jasmani) dan hati (batin, pikiran) sudah
habis lenyap.
Menarik juga melihat arti dari kata
“habis lenyap” yang dalam bahasa aslinya adalah כָּלָה (kalah). Kata kalah ini dapat berarti to be complete, at an end, finished,
accomplished, spent, used up, waste away, be exhausted, fail (tuntas,
rampung, akhir, berakhir, habis, selesai, habis terpakai, dibuang/terbuang,
habis, kandas, rusak). Jadi kata kalah tidak
hanya sekedar habis atau selesai, tetapi sampai benar-benar habis tuntas dan
tidak dapat dipakai lagi. Ini merujuk pada sebuah kondisi manusia yang sudah
tidak memiliki apa-apa lagi, baik secara fisik maupun non fisik. Tentu non
fisik di sini bukan berarti jiwa atau roh seseorang lenyap (karena itu sebenarnya
bersifat kekal), tetapi menurut saya lebih merujuk kepada hati atau perasaan.
Jadi dalam bagian pertama ayat ini,
Asaf sebagai penulis mazmur hendak melukiskan gambaran seseorang yang sudah
tidak punya apa-apa lagi. Secara fisik ia tidak punya harta, uang, kekayaan, rumah,
ternak, dan lain sebagainya. Secara non fisik, perasaannya hancur, hatinya
berduka, merasa terbuang, tertolak, dan nyaris tanpa pengharapan. Mungkin orang-orang
di sekitarnya juga mencemooh dan meninggalkannya. Akan tetapi, Asaf menulis
bahwa sekalipun hal tersebut terjadi, Allah tetap menjadi gunung batu dan
bagiannya selama-lamanya (ay. 26b).
Dalam bagian kedua ayat ini, ada beberapa
kata yang akan kita lihat dalam bahasa aslinya. Kata pertama adalah “gunung
batuku” yang dalam bahasa aslinya menggunakan 2 kata yaitu צוּר (tsur) dan לֵבָב (lebab). Kata lebab sendiri sudah cukup sering kita bedah dalam serial renungan
kita hari ini. Sementara itu kata tsur secara
harafiah bermakna rock, cliff, boulder (batu,
karang, tebing, batu besar, gunung batu),
namun juga dapat bermakna strength, strong
(kekuatan, kuat, tangguh, kukuh). Dalam beberapa terjemahan Alkitab, kedua
kata ini diterjemahkan “kekuatanku atau strength
of my heart”. Sebenarnya tidaklah salah, karena kata batu karang atau
gunung batu memang menggambarkan tempat yang kuat dan kokoh. Jadi kata “gunung
batuku” juga dapat diterjemahkan sebagai “kekuatanku”, “kekuatan hati/jiwaku”,
atau “tempatku yang kuat”.
Sementara itu kata “bagianku” dalam
bahasa aslinya adalah וְחֶלְקִ֗י (vechelki
atau wehelqi) dari akar kata חֵ֫לֶק (cheleq). Kata cheleq dapat berarti portion, tract, territory of booty, of food,
or of land (bagian, porsi, bidang, wilayah, daerah, yang biasanya digunakan
pada harta rampasan/jarahan, makanan, atau wilayah tanah). Jadi cheleq ini berbicara tentang suatu
bagian atau porsi yang dimiliki seseorang atas harta, makanan, atau tanah.
Dalam konteks ayat ini, kata cheleq dapat
menunjuk ibarat suatu pembagian harta dan ada orang yang memilih mendapatkan
bagian berupa Tuhan, bukan yang lain. Bagi orang tersebut, ketika ia mendapatkan
Tuhan sebagai bagiannya (cheleq-nya),
maka itu sudah cukup baginya.
Tentu hal tersebut dapat dilihat dari
penggunaan kata Allah (dalam bahasa aslinya אֱלֹהִ֥ים atau
Elohim) yang merujuk kepada gunung
batu/kekuatan dan bagian yang dipilih oleh Asaf. Penggunaan kata “selama-lamanya”
yang dalam bahasa aslinya adalah לְעוֹלָֽם (leolam)
dari akar katakata עוֹלָם (olam).
Kata olam memang dapat menunjuk
satuan waktu yang lama (long duration),
namun juga dapat merujuk kepada waktu di masa lalu, atau merujuk kepada masa
depan yang tidak dapat didefinisikan (indefinite
futurity). Makna kata olam di
ayat 26 ini tentu agak berbeda dengan makna kata olam di ayat 12. Di ayat 26 ini, kata olam lebih bermakna ke masa depan yaitu kekekalan. Orang-orang yang
sudah sampai di level ini (seperti Asaf), tidak akan mempermasalahkan apapun selama
Tuhan tetap menjadi gunung batu dan bagiannya selama-lamanya. Ia tidak akan terlalu
memedulikan kehilangan harta, dihina orang, difitnah orang, dan lain
sebagainya, selama ia ada di jalan yang benar dan ia tahu bahwa ia sedang
menyenangkan hati Tuhan.
Ilustrasi yang paling mendekati tentang
orang seperti ini mungkin adalah Ayub, yang kehilangan segala sesuatu, bahkan
istrinya sendiri pun meninggalkan drinya. Dari sudut pandang manusia, Ayub
telah kehilangan segala “daging” dan “hatinya”. Tetapi dalam kesendiriannya
tersebut, ia berhasil melewati pergumulan hidup dan bahkan dibenarkan oleh
Tuhan (karena memang Ayub tidak bersalah meskipun mengalami cobaan hidup yang
hebat). Di sini kita harus dapat belajar benar-benar mengandalkan Tuhan dalam
kondisi apapun. Bahkan sekalipun kita diuji seperti Ayub, kita harus bisa
mempertahankan iman kita, sehingga kita akan timbul laksana emas (Ayb 23:10)
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:26
73:26 Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan
bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.