Minggu, 7 Januari 2018
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:15
Seandainya aku berkata: "Aku mau berkata-kata seperti itu," maka
sesungguhnya aku telah berkhianat kepada angkatan anak-anakmu. (Mzm 73:15)
Mazmur 73 (Ayat 15): Nyaris Berkhianat kepada Angkatan
Anak-anak
Bicara tentang pengkhianatan, hal
tersebut pastilah berbicara tentang kejahatan yang sangat serius. Tidak ada
pengkhianatan yang dipandang enteng. Bahkan di sejumlah kebudayaan kuno,
termasuk di beberapa negara di zaman modern ini, pengkhianatan adalah suatu
kejahatan yang pantas dijatuhi hukuman mati. Oleh karena itu, menarik mengapa
Asaf menggunakan kata “berkhianat” dalam ayat ini. Kita akan belajar sikap apa
yang dimiliki Asaf sehingga dikatakan ia nyaris berkhianat?
Dari ayat-ayat sebelumnya kita tahu
bahwa Asaf telah melihat kehidupan orang fasik yang selalu enak dan enak.
Sementara itu, Asaf seperti seakan-akan kena tulah dan hukuman dari Allah
ketika ia berjuang untuk hidup bersih dan benar di hadapan-Nya. Oleh karena
itu, dalam pergumulannya tersebut, Asaf sempat berandai-andai. Pengandaian ini
tentu bukanlah kenyataan apa yang dilakukan oleh Asaf, melainkan hanya sebuah perumpamaan
saja.
Asaf menulis bahwa seandainya saja ia
berkata: “aku mau berkata-kata seperti itu” (ay. 15a). Dalam Alkitab Bahasa
Indonesia Terjemahan Baru, ada 2 kali kata “berkata” di ayat 15 tersebut.
Sesungguhnya, kedua kata tersebut dalam bahasa aslinya menggunakan 2 kata yang
berbeda. Kata “berkata” yang pertama dalam bahasa aslinya adalah אָ֭מַרְתִּי (’ā·mar·tî) dari akar kata אָמַר (amar).
Kata amar sendiri dapat diartikan
sebagai to say (mengucapkan), to speak (berbicara, berkata), to utter (menyuarakan), to answer (menjawab), to say in one's heart (berkata dalam
hati), to think (berpikir). Sementara
itu kata “berkata-kata” yang kedua dalam bahasa aslinya adalah אֲסַפְּרָ֥ה (’ă·sap·pə·rāh) dari akar kata סָפַר (saphar). Kata saphar sendiri dapat berarti to count (menghitung, memperhitungkan),
to recount (menceritakan), to relate (mengisahkan), to talk (mempercakapkan).
Jadi dalam ayat 15 bagian pertama ini,
Asaf masih berandai-andai atau berbicara dalam hati (amar), yaitu jika ia menceritakan atau mempercakapkan (saphar) mengenai hal-hal tersebut.
Hal-hal itu atau hal-hal tersebut yang dimaksud dalam ayat 15 tentu berbicara
mengenai perbandingan kehidupan orang fasik yang enak dan kehidupan orang benar
yang susah. Ingat bahwa dalam hal ini Asaf masih berandai-andai dan belum mengatakannya
apalagi melakukannya. Namun jika ia sampai berkata bahwa “Ah ternyata hidup
orang fasik enak, kalau begitu aku pilih jadi orang fasik saja deh”, maka
sesungguhnya ucapan tersebut sudah keluar dari mulutnya, dan ia dapat dikatakan
berkhianat.
Kata “berkhianat” sendiri dalam bahasa
aslinya adalah בָגָֽדְתִּי (ḇā·ḡā·ḏə·tî)
dari akar kata בָּגַד (bagad).
Kata bagad sendiri dapat berarti to act or deal treacherously, faithlessly,
deceitfully, in the marriage relation, in matters of property or right, in
covenants, in word and in general conduct (bertindak atau berurusan secara
curang, tidak setia, bohong/palsu, dalam hubungan pernikahan, dalam kepemilikan
barang atau hak, dalam perjanjian, dalam perkataan, dan dalam tindakan umum
lainnya). Jadi kata bagad ini
bermakna sangat luas, dari hal-hal kecil (seperti perkataan yang tidak
ditepati), hingga ke hal-hal besar (seperti selingkuh terhadap suami/istri,
atau bertindak tidak setia terhadap perjanjian yang telah disepakati).
Jadi jika Asaf memposisikan dirinya
sebagai orang yang mengingini jalan hidup orang fasik, maka sesungguhnya itu
adalah suatu pengkhianatan atau perselingkuhan kepada Tuhan. Jalan Tuhan adalah
jalan kebenaran dan jalan kekudusan. Tidak boleh ada suatu noda dalam standar
kekudusan Tuhan, bahkan jika hal tersebut adalah suatu keinginan untuk memiliki
hidup senang seperti orang fasik. Orang benar harus mengingini kebenaran dan
berjuang hidup menurut standar Firman Tuhan.
Sebuah pengkhianatan, khususnya yang
diibaratkan sebagai perselingkuhan terhadap suatu hubungan yang kudus di dalam
pernikahan, adalah sebuah pengkhianatan kepada angkatan selanjutnya (atau
angkatan anak-anaknya) (ay. 15b). Kata “angkatan anak-anakmu” dalam ayat 15
bagian kedua ini dalam bahasa aslinya menggunakan 2 kata. Kata pertama adalah דּוֹר (dor) yang berarti period (periode, masa, jangka waktu), age (usia, umur, masa, zaman), generation
(generasi, angkatan, keturunan), dwelling
(tempat tinggal, kediaman). Sementara itu kata kedua adalah בָּנֶ֣יךָ (bā·ne·ḵā) dari akar kata בֵּן (ben) yang secara harafiah dapat
diartikan sebagai son (anak, keturunan,
penerus). Jadi kedua kata tersebut memang benar merujuk kepada generasi selanjutnya,
atau angkatan anak-anaknya.
Dalam beberapa terjemahan baik bahasa
Indonesia maupun bahasa Inggris, ada terjemahan yang menerjemahkan kata ben sebagai “anak-anak-Mu” (menggunakan
huruf M besar untuk merujuk kepada anak-anak Tuhan), dan ada juga yang menerjemahkan
menjadi “anak-anakmu” (menggunakan huruf m kecil untuk merujuk kepada anak-anak
manusia pada umumnya). Namun demikian, hal tersebut tidaklah terlalu menjadi
masalah, karena yang dimaksud Asaf dalam hal ini adalah generasi anak-anak
Asaf, yaitu mereka (generasi selanjutnya) yang akan meneruskan kehidupan di
dunia ini.
Jika Asaf sampai tergoda untuk
mengikuti jalan hidup orang fasik, maka sebenarnya ia sedang meletakkan fondasi
yang salah bagi anak-anaknya atau bagi generasi setelahnya. Mereka tentu akan
melihat kehidupan orang tuanya yang fasik, dan akan dengan cepat mencontoh dan
mempraktikkannya dalam hidup mereka sendiri. Apalagi jika anak-anak sudah
diajar sejak kecil dengan pola pikir yang salah, misalnya segala sesuatu
dinilai dengan uang. Maka anak orang kaya dapat menjadi sombong dan merasa
dapat melakukan segala sesuatu asalkan memiliki uang. Maka dapat dibayangkan
jika ada orang yang fasik tetapi bangga akan kefasikannya, dan ia mengajarkan
anak atau keturunannya jalan hidup kefasikan semacam itu. Bagaimanakah
kelanjutan keluarganya? Tidak heran ada keluarga-keluarga tertentu yang bisa
memiliki kehidupan yang fasik, mulai dari kakek neneknya, orang tuanya, om tantenya,
saudaranya, bahkan hingga anak cucunya pun tetap hidup fasik. Ini adalah
warisan yang berbahaya yang diturunkan oleh orang fasik kepada keturunannya.
Jangan biarkan diri kita tergoda untuk
mengikuti jalan hidup kefasikan. Jangan biarkan diri kita berkhianat dari
kekudusan dan kebenaran Tuhan. Jagalah hidup kita supaya tetap benar di
hadapan-Nya, bahkan berdoalah supaya kita mampu meneruskan tongkat estafet
kebenaran dan kekudusan hidup kepada anak-anak kita, supaya mereka pun dapat
meneruskannya kepada generasi selanjutnya.
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:15
73:15 Seandainya aku berkata: "Aku mau berkata-kata seperti itu,"
maka sesungguhnya aku telah berkhianat kepada angkatan anak-anakmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.