Rabu, 10 Januari 2018
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:17
Sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan
mereka. (Mzm 73:17)
Mazmur 73 (Ayat 17): Sampai Masuk ke dalam Tempat Kudus
Allah
Dalam ayat sebelumnya kita telah
belajar bagaimana Asaf mengalami kesulitan ketika mencoba memahami kefasikan
orang-orang fasik melalui sudut pandangnya sebagai manusia. Tentu saja
kesulitan ini terkait dengan kebingungan Asaf mengenai hidup orang fasik yang
sepertinya selalu mujur dan enak. Jalan kefasikan yang mereka tempuh sangatlah
menggiurkan, sehingga banyak orang yang tergiur untuk mengikutinya. Sementara
itu orang yang memilih hidup benar harus menderita dan berjuang untuk hidup
benar. Hidup orang benar menjadi susah karena standar kekudusan hidup yang
sudah ditetapkan oleh Tuhan dalam firman-Nya.
Oleh karena itu, Asaf pun sempat nyaris
tergelincir karena iri terhadap “kemujuran” orang fasik. Namun semua itu
berubah setelah Asaf masuk ke dalam tempat kudus Allah dan memperhatikan
kesudahan mereka (ay. 17). Apakah artinya masuk ke dalam tempat kudus Allah?
Setidaknya kita harus memperhatikan bahasa asli dari 2 kata penting di sini,
yaitu “masuk” dan “tempat kudus”.
Kata “masuk” dalam bahasa aslinya
adalah אָ֭בוֹא (’ā·ḇō) dari
akar kata בּוֹא (bo).
Kata bo sendiri dapat diartikan
sebagai to come in, come, go in, go
(datang dan masuk, datang, pergi dan masuk, pergi). Jadi kata bo lebih menekankan kepada proses
bergeraknya suatu obyek untuk kemudian masuk ke dalam. Kata bo lebih bersifat aktif dan bukan pasif.
Kata bo merujuk kepada suatu tindakan
aktif dari subyek yang melakukan, bukan hanya pasif atau diam sambil menunggu
dibawa masuk.
Sementara itu kata “tempat kudus” dalam
bahasa aslinya adalah מִקְדָּשׁ (miqdash
atau miqqedash). Kata miqdash atau miqqedash sendiri dapat diartikan sebagai a sacred place (tempat keramat), a holy place (tempat suci, tempat kudus), sanctuary (tempat suci, tempat perlindungan). Jadi kata miqdash atau miqqedash berbicara tentang suatu tempat, yaitu tempat yang suci,
kudus, atau yang menjadi tempat perlindungan. Tentu hal ini menunjuk pada
tempat suci dan tempat kudus milik Allah, atau tempat perlindungan yang
disediakan Allah.
Menjadi pertanyaan, dimanakan tempat
kudus Allah itu? Bagi bangsa Israel, tentu tempat kudus Allah merujuk kepada
Bait Allah atau Bait Suci. Namun demikian, Asaf mungkin hidup sebelum Bait
Allah dibangun oleh Raja Salomo (karena Asaf melayani khususnya pada zaman raja
Daud). Oleh karena itu, selain mengacu kepada Bait Allah, tempat kudus Allah kemungkinan
dapat mengacu kepada: 1) tempat dimana tabut perjanjian berada; 2)
tempat-tempat khusus yang digunakan orang Israel untuk beribadah kepada Tuhan
(sebelum Bait Allah dibangun).
Sebenarnya, tempat kudus Allah
berbicara mengenai tempat yang ditentukan Allah untuk menjadi “rumah-Nya”, atau
tempat dimana Roh Allah berada secara khusus. Bagi bangsa Israel yang hidup di
Perjanjian Lama, maka tempat kudus Allah tentu berbicara tentang Bait Allah
yang ada di Yerusalem, sebab itulah tempat yang dipilih Allah sendiri untuk
membangun suatu rumah bagi-Nya. Namun demikian, makna tempat kudus Allah bagi
umat Perjanjian Baru tentulah sangat berbeda dengan konsep tempat kudus Allah
bagi umat Perjanjian Lama (bangsa Israel). Bagi umat Perjanjian Baru, tempat
kudus Allah adalah tempat dimana Roh Allah berkenan diam. Dan ketika Roh Kudus
dicurahkan pada hari Pentakosta, Roh Allah kembali dimungkinkan tinggal di
dalam hati manusia secara permanen. Jadi setiap orang percaya (yang
sungguh-sungguh percaya dan hidup dalam kekudusan), adalah Bait Allah atau Bait
Roh Kudus (1 Kor 3:16, 1 Kor 6:19).
Tetapi jika ditanya, apakah setiap
orang percaya adalah Bait Allah? Jawabannya bisa ya dan bisa juga tidak. Ya,
karena semua orang yang percaya kepada Tuhan diberikan Roh Kudus dalam hatinya.
Tidak, karena bisa saja ada orang yang mendiamkan, bahkan mendukakan Roh Kudus
dengan keputusannya untuk hidup tidak kudus. Dalam hal ini hidup seseorang bisa
saja sangat tidak mencerminkan kekudusan, sehingga bisa jadi Roh Kudus tidak
tinggal di dalam orang tersebut. Ingat bahwa Allah kita adalah Allah yang Maha
Kudus. Roh Kudus yang adalah representasi Roh Allah pun memiliki sifat maha
kudus, sehingga ia hanya akan permanen menuntun manusia yang juga mau berjuang
untuk hidup kudus, bukan yang mengumbar kenajisan.
Jadi melihat konteks aslinya, tidaklah
salah jika Asaf menulis ia masuk ke tempat kudus Tuhan berarti ia datang ke
Bait Allah atau ke tempat-tempat tertentu yang memang ditentukan untuk
beribadah kepada Allah. Tetapi bagi kita yang adalah umat Perjanjian Baru,
masuk ke tempat kudus Tuhan (atau tempat perlindungan Tuhan) berarti adalah
hidup menjaga diri dalam kekudusan, sehingga hidup kita menjadi hidup yang
berkualitas karena dipimpin atau dituntun oleh Roh Kudus. Saat kita menjaga
kekudusan dan membangun suatu hubungan pribadi yang intim dengan Tuhan, di
situlah kita sedang masuk ke tempat kudus Tuhan. Orang yang masuk ke tempat
kudus Tuhan tidak akan tertarik atau tergoda lagi dengan hal-hal duniawi. Ia
hanya akan mengejar kekudusan Allah, menggali firman Tuhan, serta menikmati
setiap waktu bersama Tuhan. Ia tidak hanya puas dengan waktu-waktu tertentu
untuk berdoa (misal: doa bangun tidur, doa sebelum makan, ibadah di gereja),
tetapi setiap saat dan setiap detik ia akan terhubung dengan Tuhan tanpa
kecuali. Pada level ini, seseorang hanya akan memiliki satu prioritas:
melakukan kehendak Bapa dan menyenangkan hati-Nya. Ia akan menjauhi dosa dan
tidak akan melakukan hal-hal yan mendukakan hati Tuhan. Setiap tindakannya,
perkataannya, bahkan pikirannya akan dijaga dan dievaluasi terus menerus apakah
telah sesuai dengan kehendak Tuhan.
Jika orang percaya dapat masuk ke level
kerohanian seperti ini, maka barulah ia dapat memperhatikan kesudahan
orang-orang fasik. Untuk memahami makna kalimat ini lebih dalam, kita perlu melihat
bahasa asli dari kata-kata yang penting yaitu “memperhatikan kesudahan” dalam
ayat 17 bagian kedua ini. Kata “memperhatikan” dalam bahasa aslinya adalah אָ֝בִ֗ינָה (’ā·ḇî·nāh) dari akar kata בִּין (bin). Kata bin sendiri memiliki arti to
discern (melihat, memahami), to understand
(mengerti, mengetahui, memahami), to consider
(mempertimbangkan, memperhitungkan, memikirkan, memandang), to perceive (melihat, mengetahui), to observe (mengamati, memperhatikan).
Sementara itu kata “kesudahan” dalam
bahasa aslinya adalah לְאַחֲרִיתָֽם (lə·’a·ḥă·rî·ṯām)
dari akar kata אַחֲרִית (acharith).
Kata acharith ini dapat diartikan
sebagai the after-part (bagian
sesudahnya, bagian selanjutnya), end
(akhir, ujung, penutup), latter time
(waktu terakhir, terakhir kali). Kata acharith
ini dapat menunjuk kepada tempat (seperti ujung jalan) atau waktu. Namun
dalam ayat 17 ini, kita melihat bahwa tentu kata acharith ini menunjuk kepada akhir hidup dari orang-orang fasik
ini.
Jadi salah satu berkat bagi orang-orang
yang mau masuk ke dalam tempat kudus Tuhan adalah mengetahui akhir dari kehidupan
di dunia ini. Sebenarnya, kebanyakan orang yang beragama (atau bertuhan) tahu
bahwa hidup ini akan menuju kepada kekekalan, dimana ada surga bagi orang-orang
yang dianggap baik, dan ada neraka bagi orang-orang yang dianggap jahat. Namun
demikian pemahaman agama yang salah membuat orang-orang tidak berjuang untuk
hidup benar secara proporsional, misalnya karena diajarkan bahwa mereka adalah
orang pilihan yang ditentukan pasti selamat, sehingga tanpa perlu berjuang pun
mereka pasti selamat. Ada pula pengajaran yang menekankan bahwa dosa bisa
diampuni dengan membeli semacam surat pengampunan dosa yang dijual oleh
lembaga-lembaga agama. Hal-hal demikian tentu tidak akan mendorong umat untuk
berjuang hidup kudus.
Dengan hidup kudus, maka kita akan
dituntun oleh Roh Kudus. Roh Kudus akan memberikan hikmat kepada kita untuk
dapat mengetahui akhir kehidupan seseorang. Asaf yang hidup di masa Perjanjian
Lama saja dapat mengerti kesudahan orang fasik tersebut setelah ia masuk ke
dalam tempat kudus Tuhan, apalagi kita sebagai umat Perjanjian Baru yang telah
diberi fasilitas oleh-Nya untuk hidup kudus dan sempurna. Fasilitas tersebut
antara lain pembenaran, Injil, dan Roh Kudus. Hal-hal ini tidak dimiliki oleh
umat Perjanjian Lama karena belum ada karya keselamatan Kristus di atas kayu
salib.
Oleh karena itu dalam tempat kudus
Tuhan, maka kita tidak akan lagi mempermasalahkan kehidupan orang fasik yang
terlihat enak. Kita tidak akan lagi mempermasalahkan dan protes kepada Tuhan,
mengapa hidup kita tidak lebih enak daripada hidup orang fasik. Yang kita
permasalahkan dan pergumulkan adalah apakah hidup kita sudah kudus dan berkenan
kepada Tuhan. Pada saat akhir hidup kita, apakah kita sudah siap menghadapi
tahta pengadilan Tuhan? Jangan lupa, bahwa setiap hal yang kita lakukan di
dunia ini, harus dipertanggungjawabkan pada akhirnya. Kenikmatan dan kesenangan
akibat dosa dan kefasikan yang kita lakukan di dunia ini, pasti memiliki
konsekuensi di kekekalan nantinya.
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:17
73:17 sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan
kesudahan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.