Jumat, 19 Januari 2018
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:25
Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada
yang kuingini di bumi. (Mzm 73:25)
Mazmur 73 (Ayat 25): Selain Engkau Tidak Ada yang
Kuingini
Ketika saya membaca ayat 25 dalam
Mazmur pasal 73 ini, saya teringat akan sebuah lagu rohani yang liriknya
ternyata mengambil dari ayat 25 ini (dan juga ayat setelahnya yaitu ayat 26).
Lirik lagu tersebut berbunyi seperti ini:
Selain Kau tiada yang lain
Ada padaku di surga
Selain Kau tiada yang lain
Yang kuingini di bumi, yang kuingini di bumi
Sekalipun dagingku dan
hatiku habis lenyap
Gunung batuku dan
bagianku
Tetaplah Allah
selama-lamanya
Menurut pengakuan dari penulis lagu
tersebut (yang disampaikannya dalam kesempatan lain), lagu ini adalah salah
satu lagu pertama yang ditulis olehnya. Sampai dengan saat ini, ia telah
menulis banyak lagu rohani yang menjadi berkat bagi banyak orang di Indonesia.
Lagu rohani tersebut juga telah menjadi kekuatan bagi saya, bahkan menjadi
salah satu pendorong bagi saya untuk menulis renungan dengan bertemakan Mazmur
pasal 73 ini.
Saya sendiri sangat kagum dengan
pencipta lagu itu karena menurut saya, ini adalah salah satu lagu dengan lirik
dan melodi yang sangat klop satu sama lain. Saya lebih kagum lagi melihat bahwa
kalimat yang luar biasa dalam ayat 25 ini (yang merupakan referensi utama lagu
tersebut) ditulis oleh seseorang yang hidup di zaman Perjanjian Lama. Sangat
jarang tokoh-tokoh Alkitab dalam Perjanjian Lama yang mempunyai kualitas iman
seperti ini, yaitu tidak mempermasalahkan apapun juga karena ia memiliki Allah.
Bukankah ini adalah hal yang luar biasa, apalagi jika dilihat konteks penulisan
kitab ini yaitu pada masa Perjanjian Lama?
Dalam bagian pertama ayat ini dikatakan
bahwa: “Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau?” (ay. 25a). Dalam bahasa
aslinya, kata “Selain Engkau” hanya terdapat 1 kali (bukan 2 kali seperti di
dalam Alkitab Terjemahan Baru Bahasa Indonesia). Tetapi saya rasa penggunaan
kata “Selain Engkau” sebanyak 2 kali juga tidak masalah dan justru dapat
menekankan bahwa yang terpenting adalah Engkau, yang merujuk kepada Tuhan. Ada
1 kata penting dalam ayat 25 bagian pertama ini yaitu kata “siapa” dan “ada
padaku di surga”. Kata “siapa” dalam bahasa aslinya menggunakan kata מִי (mi). Kata mi merupakan kata tanya yang berarti who? (siapa?). Di sini tentu Asaf tidak menuliskan pertanyaan yang
memerlukan jawaban. Ini dapat diartikan sebagai kalimat retoris, yaitu siapa
yang ada di surga selain Tuhan?
Kata “ada padaku di surga” juga menarik
untuk dibedah. Kata ini dalam bahasa aslinya adalah בַשָּׁמָ֑יִם (vashshamayim) dari akar kata שָׁמַ֫יִם (shamayim). Kata shamayim di sini dapat diterjemahkan sebagai heavens (surga) atau sky (langit). Kata shamayim sendiri pernah digunakan dalam ayat 9 di pasal 73 untuk
menggambarkan tindakan orang fasik yang melawan langit atau melawan surga
(yaitu pemerintahan Allah di tempat tinggi). Sebaliknya, kata shamayim di ayat 25 ini digunakan oleh
orang-orang benar untuk menunjukkan pihak dimana orang benar berada.
Di sini nampak perbedaan orang fasik
dan orang benar. Orang fasik membuka mulut mereka melawan langit/surga dengan
perkataan mereka. Orang benar justru mempersoalkan, siapa yang ada pada mereka
di surga selain Tuhan? Kalimat ini tidak boleh dipandang sebagai suatu
kesombongan, tetapi harus dipandang sebagai sebuah pergumulan. Bahkan
orang-orang benar masih terus memperkarakan apakah mereka tetap ada di pihak
Tuhan atau bukan? Mereka membayangkan jika mereka tidak berada di pihak Tuhan
(atau Tuhan tidak berada di pihak mereka), bagaimanakah mereka dapat dengan
yakin berkata “Saya pasti masuk surga”? Jadi setiap hari bahkan setiap saat
mereka mempergumulkan apakah hidupnya benar-benar berkenan di hadapan Tuhan
atau belum. Ketika belum tercapai, maka orang-orang benar akan merasa bersusah
hati karena belum mencapai standar kekudusan Tuhan.
Orang-orang benar seperti ini akan
tersiksa jiwanya jika mereka sampai berbuat dosa yang melukai hati Tuhan. Tentu
mereka sadar bahwa keselamatan bukan karena perbuatan baik mereka, tetapi
mereka mempersoalkan apakah kualitas batiniah mereka saat ini sudah mencapai
standar yang menyenangkan Tuhan atau belum. Mereka senantiasa mengerjakan
keselamatan dengan takut dan gentar, yaitu berjuang mengubah hati dan pikiran
mereka supaya memiliki hati dan pikiran Allah sehingga mereka bukan hanya
sekedar yakin masuk surga, tetapi tahu pasti bahwa mereka masuk surga karena
memang hidupnya sudah sesuai dengan standar kekudusan Allah dan hidupnya sudah
melakukan kehendak Allah.
Ketika seseorang sudah dapat berkata
kepada Tuhan: “Siapa gerangan yang ada padaku di surga selain Engkau, Tuhan?”,
maka hal tersebut membawa konsekuensi logis yang mahal baginya. Orang tersebut sudah
hanya menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya prioritas hidupnya. Tidak boleh
lagi ada hal-hal yang menggeser Tuhan dari prioritas nomor satu, entah itu
adalah kekayaan, harta, kekuasaan, bahkan pasangan hidup dan keluarga
sekalipun. Dalam segala hal, Tuhan hanya menjadi satu-satunya tujuan hidup,
sehingga apakah orang itu makan, minum, bekerja, sekolah, atau apapun, itu
semua dalam rangka menyenangkan hati Tuhan. Orang-orang seperti ini mungkin
akan dipandang orang lain sebagai orang yang tidak “membumi lagi” karena
seolah-olah yang ada di pikirannya hanyalah surga, atau semua pembicaraan akan
terlihat sok rohani. Tetapi inilah yang benar karena orang seperti ini sudah
tidak peduli lagi akan hal lain selain perasaan dan isi hati Tuhan yang ingin
dia lakukan.
Hal ini terlihat dari kalimat
selanjutnya yang ditulis Asaf yaitu: “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di
bumi” (ay. 25b). Kalimat ini cukup luar biasa dan spektakuler dilihat dari sudut
pandang Perjanjian Lama. Namun demikian, kalimat tersebut juga memuat suatu
kebenaran yang dahsyat karena mengandung kebenaran terkait hubungan antara
surga dengan bumi.
Maksud kalimat saya di atas adalah
ketika seseorang berkata bahwa ia sangat merindukan surga, bahkan berkata bahwa
hanya Tuhan yang ia miliki di surga, maka kalimat itu juga berarti ia harus
hanya memiliki Tuhan sebagai satu-satunya harta di bumi ini. Tidak mungkin ada
seorang Kristen atau bahkan seorang pendeta sekalipun yang banyak berkata bahwa
ia merindukan Tuhan dan kerajaan-Nya (atau kerajaan surga) tapi ternyata
praktik hidupnya di bumi tidak mencerminkan hal tersebut. Dengan mudah kita
dapat menguji bahwa jika ada seseorang yang banyak bicara tentang Tuhan (dan
juga surga) tetapi kelakuannya di bumi ternyata justru sebaliknya (misal: masih
dibahagiakan dengan uang dan harta, mobil baru, perhiasan, rumah mewah, dan
lain sebagainya), maka kita patut meragukan ucapan orang tersebut meskipun
ucapan orang itu terlihat sangat rohani.
Boleh dikatakan bahwa seseorang yang
merindukan surga dan Tuhan pasti hidupnya di bumi ini juga mencerminkan hal
tersebut. Mereka yang berkata merindukan bertemu Tuhan di surga pasti juga
rindu bertemu Tuhan selama di bumi. Mereka akan memiliki jam-jam doa pribadi
dan pasti rajin membaca Firman Tuhan. Mereka pasti berjuang menjadikan Tuhan
sebagai satu-satunya kebahagiaan dalam hidup mereka. Mereka pasti berjuang
untuk tidak disenangkan lagi dengan hal-hal duniawi seperti kekayaan, uang,
kedudukan, kekuasaan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini mereka terlihat
ekstrem, tetapi bukan ekstrem yang merugikan orang lain.
Dalam bagian kedua ayat 26 ini, kita
melihat beberapa kata penting dalam bahasa aslinya supaya kita semakin memahami
makna ayat tersebut. Kata pertama yang akan kita bahas adalah kata “Selain
Engkau” yang dalam bahasa aslinya adalah וְ֝עִמְּךָ֗ (veimmecha) dari akar kata עִם (im). Kata im sendiri dapat bermakna with,
against, toward, as long as, in spite of (dengan, terhadap, pada). Akan
tetapi kata im juga dapat bermakna in spite of, besides, except (meskipun,
di samping, selain, kecuali), khususnya
di dalam ayat 25 ini. Jadi kata im dapat
diartikan “di samping itu”, yang dapat menunjuk pada posisi di sebelah objek
tertentu. Tetapi kata im ini juga
dapat diartikan “di samping itu”, “selain itu”, atau “kecuali” yang menunjuk
pada suatu pengecualian. Terjemahan ini yang umum dipakai untuk menjelaskan
kata im atau veimmecha di sebagian besar terjemahan Alkitab, baik bahasa
Indonesia maupun bahasa Inggris
Selanjutnya, kata “tidak ada” dalam
bahasa aslinya adalah לֹא (lo). Kata lo sendiri secara umum bermakna no (tidak). Kata tidak di sini jika
digabungkan dengan kata sebelumnya menunjuk bahwa tidak ada yang lain kecuali
yang dimaksud (dalam hal ini yang dimaksud adalah Tuhan). Tentu gabungan kata
ini menunjukkan penekanan bahwa memang hanya satu dan tidak ada yang lain. Jika
sampai ada yang lain selain yang dimaksud, maka itu pasti tidak benar. Tentu
dalam hal ini kita harus melihat kata-kata lain dalam ayat ini untuk mengerti
apa yang dimaksud dengan tidak ada yang lain tersebut.
Kata selanjutnya adalah “yang
kuingini”, dimana dalam bahasa aslinya menggunakan kata חָפַ֥צְתִּי (chafatzti atau hapasti) dari akar kata חָפֵץ (chaphets). Kata chaphets sendiri dapat diartikan sebagai to delight in, take pleasure in, desire, be pleased with
(menyenangkan, mengambil kesenangan, keinginan, hasrat, gairah, kehendak,
disenangkan dengan). Jadi kata chaphets tidak
hanya berarti apa yang diingini (dalam artian keinginan secara umum saja),
tetapi memiliki makna yang lebih dalam, yaitu sebagai hasrat, gairah, bahkan
hal-hal yang menyenangkan.
Hal ini dapat diibaratkan sebagai
hubungan antara suami dan istri. Dalam suatu hubungan pernikahan yang sehat,
tentu harus ada hasrat dan gairah antara suami dan istri. Suami akan melakukan
apapun supaya istrinya senang, dan begitu juga sebaliknya. Jadi dalam hal chaphets ini, orang-orang benar harus
bisa sampai memiliki hasrat dan gairah untuk menyenangkan hati Tuhan. Mereka
harus menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya objek yang ingin dipuaskan dan
disenangkan. Mereka tidak boleh lagi mencari kesenangan diri sendiri atau
kesenangan orang lain.
Tentu dalam hal ini muncul pertanyaan:
“Apakah jika demikian kita tidak boleh menyenangkan pasangan hidup kita, orang
tua, atau anak-anak kita?”. Dalam hal ini konteks menyenangkan hati Tuhan harus
ditarik ke arah yang lebih luas lagi. Kita tentu saja boleh menyenangkan hati
orang-orang yang kita kasihi, tetapi hal tersebut harus juga didasari pada
apakah Tuhan senang atau berkenan dengan tindakan kita. Sebagai contoh, kita
mungkin dapat menyenangkan pasangan kita jika kita mengajaknya jalan-jalan ke
luar negeri. Persoalannya, apakah Tuhan berkenan dengan cara tersebut? Apakah
uang yang kita gunakan untuk mengajak pergi ke luar negeri itu berasal dari sumber
yang benar? Dalam hal ini orang percaya harus belajar untuk mengerti isi hati
Tuhan, sehingga segala sesuatu yang kita lakukan dapat selaras dengan
kehendak-Nya.
Sedangkan kata terakhir adalah kata “di
bumi” dengan bahasa asli בָאָֽרֶץ (vaaretz
atau baarets) dari akar kata אָ֫רֶץ (erets). Kata erets (yang diterjemahkan bumi) ini juga pernah disebutkan di ayat
9, dimana ditulis bahwa dan lidah mereka (orang-orang fasik) membual di bumi
(Mzm 73:9). Kata erets sendiri secara
harafiah dapat bermakna earth, land (bumi,
tanah, daratan). Dalam konteks ayat 25, kata erets (bumi) sendiri menggambarkan suatu tempat yang berlawanan
dengan shamayim (surga). Jika
orang-orang fasik berani melawan surga dan juga membual di bumi, maka
orang-orang benar harus memiliki integritas (kesatuan atau kesamaan sikap) baik
di bumi maupun di surga.
Dapat dikatakan bahwa ciri-ciri
orang-orang yang nanti akan masuk surga pasti sudah terlihat ketika di bumi
ini. Mereka adalah orang-orang yang tidak menyakiti atau merugikan sesamanya, memiliki
hati dan pikiran yang lurus, tidak pernah merancangkan kejahatan, berusaha
hidup benar dari hal-hal kecil, perkataannya dapat dipegang, setia dalam
hal-hal yang kecil, dan lain sebagainya. Intinya mereka pasti memancarkan kasih
yang tulus melalui kehidupan mereka. Mereka yang rindu mencari Tuhan di surga, pasti
juga rindu mencari Tuhan di bumi. Mereka yang rindu hidup benar di surga, pasti
juga akan tercermin dari hidupnya yang benar selama di bumi ini.
Jadi ketika
orang berani berkata: “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau, Tuhan?”,
maka jika orang tersebut konsisten, maka di bumi ini mereka pasti akan berkata:
“Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Tidak juga emas, perak, uang,
harta, kekuasaan, kehormatan, dan lain sebagainya”. Jika tidak demikian, pasti
orang itu adalah orang yang munafik. Hindarilah orang-orang seperti itu.
Bacaan
Alkitab: Mazmur 73:25
73:25 Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak
ada yang kuingini di bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.