Selasa, 05 Februari 2013

Selalu Ingin Sesuatu yang Baru, Salahkah?



Rabu, 6 Februari 2013
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 17:16-21
Adapun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru.” (Kis 17:21)


Selalu Ingin Sesuatu yang Baru, Salahkah?


Dalam pelayanannya mengelilingi kota-kota di kerajaan Romawi, Paulus sudah mengunjungi banyak sekali kota dan mengabarkan Injil tentang Yesus Kristus di kota-kota tersebut. Salah satu kota yang dikunjungi Paulus adalah kota Atena. Saat Paulus tiba di kota Atena sambil menantikan kedatangan Silas dan Timotius, hati Paulus sangat sedih. Mengapa? Karena kota tersebut adalah kota yang penuh dengan patung-patung berhala (ay. 16). Atena merupakan salah satu kota terbesar di Yunani, dan pada saat itu bangsa Yunani mengenal banyak dewa, bahkan dalam mitologi Yunani, dewa-dewa tersebut saling kawin dan melahirkan dewa-dewa baru, sehingga jumlah dewa mereka nyaris tak terhitung.

Melihat kondisi seperti itu, Paulus pun tidak tinggal diam. Ia bertukar pikiran dengan orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah di rumah ibadat, bahkan Paulus pun bertukar pikiran dengan orang-orang di pasar yang dijumpainya (ay. 17). Paulus tidak hanya membatasi diri pada orang-orang Yahudi saja, tetapi ia terbuka dengan setiap orang yang bersedia berdiskusi dengannya. Ia tidak membeda-bedakan orang Yahudi maupun orang Yunani, walaupun memang Paulus lebih mudah masuk ke dalam rumah ibadat orang Yahudi karena ia pun sebenarnya adalah orang Yahudi asli.

Bahkan ia juga mendatangi para ahli-ahli pikir (cendekiawan) dari golongan Epikuros dan Stoa (ay. 18). Tentu saja ketika berhadapan dengan mereka, Paulus menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda dengan pendekatan yang biasa Paulus lakukan ketika menyampaikan Firman Tuhan di antara orang Yahudi. Paulus mengabarkan tentang Yesus dan kebangkitanNya, sesuatu yang baru bagi orang Athena pada masa itu. Mereka kemudian membawa Paulus ke sidang Aeropagus dan memberikan kesempatan kepada Paulus untuk menyampaikan ajarannya yang dianggap sebagai sesuatu yang baru bagi orang-orang Atena saat itu (ay. 19-20).

Alkitab menuliskan sesuatu yang menjadi ciri khas orang orang Atena pada saat itu. Mereka punya kebiasaan untuk senantiasa memikirkan sesuatu yang baru, dan ketika mereka mendengar ada suatu ajaran yang baru, mereka mendengarkannya dan kemudian memikirkan ajaran tersebut (ay. 21). Itulah mengapa kita mengenal banyak filsuf atau pemikir-pemikir terkenal berasal dari Atena dan sekitarnya (termasuk daerah Yunani). Mereka senantiasa memikirkan “teori-teori” dan pemahaman-pemahaman baru dan sangat suka sekali jika ada suatu ajaran yang baru.

Memang di satu sisi, hal ini membuat peradaban Atena dan Yunani menjadi maju. Kita bisa belajar dari sejarah bahwa sejumlah filsuf Yunani sudah memikirkan teori-teori yang ternyata benar adanya atau pemikiran-pemikiran yang masih dapat diterima hiingga saat ini, seperti Archimedes, Plato, dan Socrates. Akan tetapi di sisi kerohanian, hal ini pun menjadi bumerang. Mengapa demikian? Orang Atena dan Yunani pada umumnya percaya ada satu dewa yang paling berkuasa (yaitu Zeus). Akan tetapi dalam perkembangan zaman,  karena mereka suka akan sesuatu yang baru, mereka mencoba membuat cerita bahwa para dewa-dewa itu saling kawin dan melahirkan dewa-dewa baru. Bahkan mereka pun memiliki dewa yang tidak dikenal (tidak memiliki nama) dan mereka membuat mezbah bagi dewa semacam itu (Kis 17:23). Dalam hal ilmu pengetahuan, bangsa Atena dan Yunani menjadi maju karena sikap mereka yang selalu ingin sesuatu yang baru. Tetapi dalah hal agama dan kerohanian mereka, bangsa Atena dan Yunani justru “mundur” dengan menyembah semakin banyak dewa-dewa untuk memuaskan pikiran mereka yang picik tersebut.

Apa yang dapat kita pelajari dari bacaan Alkitab kita pada hari ini? Memang memikirkan sesuatu yang baru itu baik, dalam hal ilmu atau bisnis, sehingga kita dapat melangkah lebih maju dari keadaan kita saat ini. Tetapi dalam hal rohani, khususnya tentang pemahaman teologi, saya rasa kita harus agak sedikit menahan diri untuk tidak selalu menyukai hal-hal baru. Mengapa demikian? Sesungguhnya Firman Tuhan sudah selesai pada kitab Wahyu. Jangan sampai karena kita selalu ingin sesuatu yang baru, kita lalu menambah-nambahkan kitab-kitab baru ke dalam kitab suci kita. Atau kita menambah-nambahkan nabi-nabi baru, dan yang paling parah menambahkan “Yesus-Yesus yang baru” ke dalam iman kita. Hal ini memang agak sulit dipahami, bukan berarti kita tidak boleh menyanyikan lagu-lagu baru, atau membaca buku-buku rohani yang baru, tetapi pemahaman kita tentang Tuhan juga harus dijaga agar kita tidak terjebak pada pemahaman yang salah.

Jujur saya merasa agak sedikit takut dengan perkembangan gereja di masa sekarang ini, dimana untuk menjadi seorang pendeta atau pengkhotbah itu sangat mudah, tanpa adanya “seleksi” yang ketat dari sekolah teologia. Banyak orang yang hanya karena memiliki banyak uang (sebagai pengusaha) misalnya, kemudian menjadi pengkhotbah dan karena ia tidak memiliki dasar Alkitab yang kurang kemudian menyampaikan “sesuatu yang nampak baru” kepada jemaat dan jemaat menyukainya, padahal itu belum tentu benar menurut Alkitab. Saya takut bahwa sebagian besar jemaat lebih menyukai pendeta atau pengkhotbah seperti ini, sehingga mereka pun menerimanya mentah-mentah tanpa menyelidiki dahulu apakah benar demikian yang tertulis dalam Alkitab.

Saran saya sebenarnya sederhana saja: Jadikan membaca Alkitab sebagai gaya hidup kita. Biasakan membaca Alkitab setiap hari secara rutin. Berdoalah sebelum membaca agar Roh Kudus  menerangi hati dan pikiran kita sehingga kita bisa mengerti seluruh kebenaran Alkitab, tidak sepotong-sepotong. Dengan demikian, jikalau ada sesuatu yang baru yang diajarkan oleh seorang hamba Tuhan, kita bisa mengujinya apakah hal tersebut adalah dari Tuhan atau bukan (1 Yoh 4:1). Dengan demikian kita bisa tetap maju dan mendapatkan sesuatu yang baru, tetapi tidak bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan.


Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 17:16-21
17:16 Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala.
17:17 Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ.
17:18 Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: "Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?" Tetapi yang lain berkata: "Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing." Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya.
17:19 Lalu mereka membawanya menghadap sidang Areopagus dan mengatakan: "Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang kauajarkan ini?
17:20 Sebab engkau memperdengarkan kepada kami perkara-perkara yang aneh. Karena itu kami ingin tahu, apakah artinya semua itu."
17:21 Adapun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.