Rabu, 6 Februari 2013
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul
17:16-21
“Adapun orang-orang Atena dan orang-orang
asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk
mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru.” (Kis 17:21)
Selalu Ingin
Sesuatu yang Baru, Salahkah?
Dalam pelayanannya mengelilingi kota-kota di
kerajaan Romawi, Paulus sudah mengunjungi banyak sekali kota dan mengabarkan
Injil tentang Yesus Kristus di kota-kota tersebut. Salah satu kota yang
dikunjungi Paulus adalah kota Atena. Saat Paulus tiba di kota Atena sambil
menantikan kedatangan Silas dan Timotius, hati Paulus sangat sedih. Mengapa?
Karena kota tersebut adalah kota yang penuh dengan patung-patung berhala (ay.
16). Atena merupakan salah satu kota terbesar di Yunani, dan pada saat itu
bangsa Yunani mengenal banyak dewa, bahkan dalam mitologi Yunani, dewa-dewa
tersebut saling kawin dan melahirkan dewa-dewa baru, sehingga jumlah dewa
mereka nyaris tak terhitung.
Melihat kondisi seperti itu, Paulus pun tidak
tinggal diam. Ia bertukar pikiran dengan orang Yahudi dan orang-orang yang
takut akan Allah di rumah ibadat, bahkan Paulus pun bertukar pikiran dengan
orang-orang di pasar yang dijumpainya (ay. 17). Paulus tidak hanya membatasi
diri pada orang-orang Yahudi saja, tetapi ia terbuka dengan setiap orang yang
bersedia berdiskusi dengannya. Ia tidak membeda-bedakan orang Yahudi maupun
orang Yunani, walaupun memang Paulus lebih mudah masuk ke dalam rumah ibadat
orang Yahudi karena ia pun sebenarnya adalah orang Yahudi asli.
Bahkan ia juga mendatangi para ahli-ahli
pikir (cendekiawan) dari golongan Epikuros dan Stoa (ay. 18). Tentu saja ketika
berhadapan dengan mereka, Paulus menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda
dengan pendekatan yang biasa Paulus lakukan ketika menyampaikan Firman Tuhan di
antara orang Yahudi. Paulus mengabarkan tentang Yesus dan kebangkitanNya,
sesuatu yang baru bagi orang Athena pada masa itu. Mereka kemudian membawa Paulus
ke sidang Aeropagus dan memberikan kesempatan kepada Paulus untuk menyampaikan
ajarannya yang dianggap sebagai sesuatu yang baru bagi orang-orang Atena saat
itu (ay. 19-20).
Alkitab menuliskan sesuatu yang menjadi ciri
khas orang orang Atena pada saat itu. Mereka punya kebiasaan untuk senantiasa
memikirkan sesuatu yang baru, dan ketika mereka mendengar ada suatu ajaran yang
baru, mereka mendengarkannya dan kemudian memikirkan ajaran tersebut (ay. 21).
Itulah mengapa kita mengenal banyak filsuf atau pemikir-pemikir terkenal
berasal dari Atena dan sekitarnya (termasuk daerah Yunani). Mereka senantiasa
memikirkan “teori-teori” dan pemahaman-pemahaman baru dan sangat suka sekali
jika ada suatu ajaran yang baru.
Memang di satu sisi, hal ini membuat
peradaban Atena dan Yunani menjadi maju. Kita bisa belajar dari sejarah bahwa sejumlah
filsuf Yunani sudah memikirkan teori-teori yang ternyata benar adanya atau
pemikiran-pemikiran yang masih dapat diterima hiingga saat ini, seperti Archimedes,
Plato, dan Socrates. Akan tetapi di sisi kerohanian, hal ini pun menjadi bumerang.
Mengapa demikian? Orang Atena dan Yunani pada umumnya percaya ada satu dewa
yang paling berkuasa (yaitu Zeus). Akan tetapi dalam perkembangan zaman, karena mereka suka akan sesuatu yang baru,
mereka mencoba membuat cerita bahwa para dewa-dewa itu saling kawin dan
melahirkan dewa-dewa baru. Bahkan mereka pun memiliki dewa yang tidak dikenal
(tidak memiliki nama) dan mereka membuat mezbah bagi dewa semacam itu (Kis
17:23). Dalam hal ilmu pengetahuan, bangsa Atena dan Yunani menjadi maju karena
sikap mereka yang selalu ingin sesuatu yang baru. Tetapi dalah hal agama dan
kerohanian mereka, bangsa Atena dan Yunani justru “mundur” dengan menyembah
semakin banyak dewa-dewa untuk memuaskan pikiran mereka yang picik tersebut.
Apa yang dapat kita pelajari dari bacaan
Alkitab kita pada hari ini? Memang memikirkan sesuatu yang baru itu baik, dalam
hal ilmu atau bisnis, sehingga kita dapat melangkah lebih maju dari keadaan
kita saat ini. Tetapi dalam hal rohani, khususnya tentang pemahaman teologi,
saya rasa kita harus agak sedikit menahan diri untuk tidak selalu menyukai
hal-hal baru. Mengapa demikian? Sesungguhnya Firman Tuhan sudah selesai pada
kitab Wahyu. Jangan sampai karena kita selalu ingin sesuatu yang baru, kita
lalu menambah-nambahkan kitab-kitab baru ke dalam kitab suci kita. Atau kita
menambah-nambahkan nabi-nabi baru, dan yang paling parah menambahkan “Yesus-Yesus
yang baru” ke dalam iman kita. Hal ini memang agak sulit dipahami, bukan berarti
kita tidak boleh menyanyikan lagu-lagu baru, atau membaca buku-buku rohani yang
baru, tetapi pemahaman kita tentang Tuhan juga harus dijaga agar kita tidak
terjebak pada pemahaman yang salah.
Jujur saya merasa agak sedikit takut dengan perkembangan
gereja di masa sekarang ini, dimana untuk menjadi seorang pendeta atau
pengkhotbah itu sangat mudah, tanpa adanya “seleksi” yang ketat dari sekolah teologia.
Banyak orang yang hanya karena memiliki banyak uang (sebagai pengusaha)
misalnya, kemudian menjadi pengkhotbah dan karena ia tidak memiliki dasar
Alkitab yang kurang kemudian menyampaikan “sesuatu yang nampak baru” kepada
jemaat dan jemaat menyukainya, padahal itu belum tentu benar menurut Alkitab.
Saya takut bahwa sebagian besar jemaat lebih menyukai pendeta atau pengkhotbah
seperti ini, sehingga mereka pun menerimanya mentah-mentah tanpa menyelidiki
dahulu apakah benar demikian yang tertulis dalam Alkitab.
Saran saya sebenarnya sederhana saja: Jadikan
membaca Alkitab sebagai gaya hidup kita. Biasakan membaca Alkitab setiap hari
secara rutin. Berdoalah sebelum membaca agar Roh Kudus menerangi hati dan pikiran kita sehingga kita
bisa mengerti seluruh kebenaran Alkitab, tidak sepotong-sepotong. Dengan
demikian, jikalau ada sesuatu yang baru yang diajarkan oleh seorang hamba
Tuhan, kita bisa mengujinya apakah hal tersebut adalah dari Tuhan atau bukan (1
Yoh 4:1). Dengan demikian kita bisa tetap maju dan mendapatkan sesuatu yang
baru, tetapi tidak bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan.
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul
17:16-21
17:16 Sementara Paulus menantikan mereka di
Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan
patung-patung berhala.
17:17 Karena itu di rumah ibadat ia bertukar
pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di
pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ.
17:18 Dan juga beberapa ahli pikir dari
golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata:
"Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?" Tetapi yang lain
berkata: "Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing."
Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya.
17:19 Lalu mereka membawanya menghadap sidang
Areopagus dan mengatakan: "Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang
kauajarkan ini?
17:20 Sebab engkau memperdengarkan kepada
kami perkara-perkara yang aneh. Karena itu kami ingin tahu, apakah artinya
semua itu."
17:21 Adapun orang-orang Atena dan
orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu
selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.