Jumat, 20 Oktober 2017
Bacaan Alkitab: Matius 19:27-30
“Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang
terakhir akan menjadi yang terdahulu.” (Mat 19:30)
Mengapa Yang Terakhir Dapat Menjadi Yang Terdahulu?
Dalam keempat kitab Injil, kita dapat
melihat bagaimana Tuhan Yesus beberapa kali berkata bahwa banyak orang yang
terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang
terdahulu (ay. 30). Dalam perenungan saya belakangan ini, saya mencoba memahami
mengapa orang-orang yang terdahulu dapat tertinggal oleh orang-orang yang
terakhir? Bukankah mereka yang terdahulu tentu lebih memiliki banyak waktu
untuk belajar kebenaran dan juga lebih banyak waktu dan kesempatan untuk
mencapai garis akhir?
Idealnya memang demikian, mereka yang
terdahulu memiliki waktu lebih banyak sejak mereka melewati garis start untuk mencapai garis finish. Sementara itu, mereka yang
terakhir/terkemudian tentu memiliki waktu yang lebih sedikit dibandingkan
mereka yang terdahulu. Namun persoalannya bukan hanya terletak pada waktu yang
dimiliki, tetapi seberapa cepat mereka berlari dan berlomba untuk mencapai
garis finish tersebut. Persoalan yang
sering terjadi (dan memang akan sering terjadi jika mengacu kepada ucapan Tuhan
Yesus tersebut), adalah bahwa mereka yang terdahulu ternyata tidak berlomba
secepat yang seharusnya. Akibatnya, mereka lambat laun tersusul oleh yang
terakhir/terkemudian karena mereka merasa bahwa waktu mereka lebih lama
sehingga perlombaan itu tidak dipandang sebagai sesuatu yang penting dan
mendesak.
Dalam hal apa orang percaya harus bisa
berlomba dengan serius? Kita dapat melihat bagaimana Petrus berkata kepada
Tuhan Yesus bahwa ia (dan murid-murid yang lain) telah meninggalkan segala
sesuatu dan mengikut Tuhan, jadi apakah yang akan mereka peroleh (ay. 27)?
Perhatikan bagaimana Tuhan Yesus tidak menyalahkan ucapan Petrus, bahwa mereka
memang sungguh-sungguh telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Tuhan
dengan benar. Kita dapat melihat bahwa beberapa dari ke-12 murid Tuhan Yesus memang
benar-benar meninggalkan segala sesuatunya seperti Matius yang meninggalkan
pekerjaannya sebagai pemungut cukai, serta Petrus, Andreas, Yakobus, dan
Yohanes yang meninggalkan profesi mereka sebagai nelayan.
Bahkan lebih lanjut lagi Tuhan Yesus
berkata kepada mereka bahwa pada waktu penciptaan kembali (yaitu penciptaan
langit yang baru dan bumi yang baru), apabila Anak Manusia duduk di tahta
kemuliaan-Nya, maka mereka yang telah mengikut Tuhan Yesus juga akan duduk di
atas 12 tahta untuk menghakimi ke-12 suku Israel (ay. 28). Ini adalah suatu
pengharapan yang luar biasa untuk menghakimi (atau memerintah) suku-suku
Israel. Tentu kita harus melihat konteks dari murid-murid Tuhan Yesus yang
memang adalah orang-orang Israel (bukan orang Yunani atau Romawi), sehingga
pengharapan mereka juga adalah untuk memerintah atas suku-suku Israel. Angka 12
yang disebutkan Tuhan Yesus sebenarnya merujuk pada kesempatan yang sama yang
diberikan oleh Tuhan kepada ke-12 murid-Nya (yang sama dengan jumlah suku
Israel), walaupun pada akhirnya 1 orang di antaranya memilih untuk tidak
menjual dan meninggalkan Tuhan Yesus, yaitu Yudas Iskariot.
Ingat bahwa janji untuk memerintah
bersama-sama dengan Tuhan Yesus dalam kerajaan-Nya yang kekal hanya diberikan
kepada mereka yang telah mengikut Tuhan Yesus. Apakah arti mengikut Tuhan
Yesus? Banyak orang Kristen sekarang ini berpikiran dangkal bahwa mengikut
Tuhan Yesus itu adalah beragama Kristen, datang ke gereja, atau mengambil
bagian dalam pelayanan di gereja. Ya, memang itu tidak sepenuhnya salah, tetapi
sesungguhnya makna dari mengikut Tuhan Yesus tidaklah sesederhana itu.
Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa
mengikut Tuhan Yesus berarti mereka yang karena nama Tuhan Yesus meninggalkan
rumahnya, saudaranya, orang tuanya, anak-anaknya, dan juga ladangnya (ay. 29a).
Intinya mereka yang mengikut Tuhan Yesus adalah mereka yang rela kehilangan
segala sesuatu demi Tuhan Yesus. Mengikut Tuhan Yesus berarti tidak memiliki
apapun selain Tuhan. Tuhan harus menjadi satu-satunya harta kita, dan bahkan
segala-galanya dalam hidup kita.
Tentu hal ini bukan berarti kita tidak
boleh bekerja dan hanya berdoa sepanjang waktu. Kita memang harus bekerja
karena bekerja itu adalah kodrat manusia, tetapi dalam setiap hal kita harus
mengecek apakah itu semua kita lakukan demi nama Tuhan atau bukan. Kita tidak
boleh mencari kesenangan diri sendiri tetapi harus berjuang menyenangkan hati
Tuhan. Kita boleh mencari uang tetapi tidak boleh dibahagiakan oleh uang. Tuhan
harus menjadi satu-satunya kebahagiaan hidup kita. Ke-11 murid Tuhan Yesus
(minus Yudas Iskariot) dan juga jemaat mula-mula dapat dikatakan sudah mengikut
Tuhan dengan benar, karena mereka memang benar-benar kehilangan segala sesuatu
ketika memutuskan untuk mengikut Tuhan. Mereka rela kehilangan pekerjaan, harta
benda, keluarga, kewarganegaraan, bahkan kehilangan nyawa mereka sendiri demi
mengikut Tuhan. Oleh karena itu di sinilah letak tantangan kita yang hidup di
zaman modern ini, yaitu bagaimana kita bisa benar-benar mengikut Tuhan di dalam
arus zaman modern yang penuh dengan konsumerisme dan materialisme.
Allitab berkata bahwa upah dari mereka
yang mengikut Tuhan tidak hanya janji untuk memerintah bersama-sama dengan-Nya,
tetapi juga menerima apa yang mereka tinggalkan sebanyak 100 kali lipat dan
juga memperoleh hidup yang kekal (ay. 29b). Siapa sih yang tidak mau menerima
janji Tuhan seperti itu? Tetapi persoalannya adalah pada besarnya harga yang
harus dibayar seseorang yang mau mengikut Tuhan Yesus dengan benar. Seberapa
banyak di antara kita yang mau kehilangan segala sesuatu di dunia ini demi
kemuliaan di kekekalan? Tidak banyak bukan? Masih banyak di antara kita yang
masih ingin menikmati dunia dengan segala kenikmatannya.
Terkait dengan kalimat Tuhan Yesus
mengenai yang terdahulu dan yang terakhir, maka dapat dilihat bahwa jika
seseorang bersedia untuk diproses Tuhan untuk masuk ke dalam perlombaan iman,
maka orang tersebut akan diajar Tuhan dan dibawa untuk naik ke level yang
semakin tinggi, dengan dosis kebenaran yang semakin tinggi pula. Mereka akan
dibawa Tuhan melalui berbagai persoalan kehidupan untuk “membersihkan” mereka
dari segala dosa dan kesenangan pribadi. Mereka akan dipoles semakin tajam
supaya menjadi berkilau dan sempurna di pandangan Allah Bapa.
Sayangnya, saya mengamati bahwa mereka
yang terdahulu cukup banyak yang tidak bersedia membayar harga yang mahal
tersebut. Mereka mungkin adalah orang-orang yang baik di mata orang, bahkan
beberapa sudah menduduki jabatan pelayanan di dalam gereja. Namun demikian,
mereka tidak mau lagi belajar lebih dalam dan lebih tajam lagi untuk bisa
sempurna di hadapan Bapa. Pada suatu titik tertentu mereka akhirnya menyerah
dan lempar handuk, karena sudah merasa cukup puas mencapai standar kehidupan
rohani mereka di titik itu. Mereka merasak bahwa mereka sudah cukup benar,
apalagi mereka yang selama ini sudah mengajar orang lain. Sementara itu mereka
yang terkemudian justru akan berlari lebih cepat untuk mengejar ketertinggalan.
Tidak heran bahwa mereka yang terkemudian sering “menyalip” orang-orang yang
terdahulu, yaitu mereka yang berhenti belajar karena sudah merasa cukup.
Sudah saatnya kita menilai diri kita
sendiri, masuk kategori manakah kita di pandangan Tuhan? Apakah kita adalah
orang-orang terdahulu yang saat ini masih berlomba, ataukah sudah merasa cukup
puas sehingga tidak mau berlari lagi menuju garis akhir? Apakah kita adalah
orang-orang terkemudian yang tertinggal jauh dan terus berlari, atau justru
menyerah karena merasa sudah tidak mungkin mengejar ketertinggalan. Orang-orang
terdahulu memang adalah mereka lebih dahulu belajar kebenaran, tetapi jika
mereka merasa cukup puas dan merasa sudah benar, maka mereka akan berhenti
berlomba. Sebaliknya orang-orang terkemudian memang mengenal Tuhan dari mereka
yang terdahulu, tetapi jika mereka tetap setia berlomba, suatu saat nanti
mereka akan menyusul orang-orang terdahulu hingga mencapai garis akhir.
Berjuanglah untuk mencapai garis akhir dengan semaksimal mungkin supaya kita
yang terdahulu tidak menjadi yang terkemudian, dan kita yang terkemudian juga
tidak semakin tertinggal.
Bacaan Alkitab: Matius 19:27-30
19:27 Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: "Kami ini telah
meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami
peroleh?"
19:28 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta
kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas
takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel.
19:29 Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya,
saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak
atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh
hidup yang kekal.
19:30 Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan
yang terakhir akan menjadi yang terdahulu."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.