Senin, 09 Oktober 2017

Persepuluhan di dalam Alkitab (21): Sebagai Bentuk Pengakuan kepada Yang Lebih Tinggi



Senin, 9 Oktober 2017
Bacaan Alkitab: Ibrani 7:6-11
Tetapi Melkisedek, yang bukan keturunan mereka, memungut persepuluhan dari Abraham dan memberkati dia, walaupun ia adalah pemilik janji. Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi (Ibr 7:6-7)


Persepuluhan di dalam Alkitab (21): Sebagai Bentuk Pengakuan kepada Yang Lebih Tinggi
 

Hari ini kita akan mengakhiri serial renungan mengenai persepuluhan di dalam Alkitab. Kita telah belajar mengenai sejarah persembahan persepuluhan pada zaman Perjanjian Lama, hingga praktik penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang Farisi di zaman Perjanjian Baru. Hingga saat ini saya berharap kita semua sudah mulai mendapatkan gambaran yang jelas mengenai persembahan persepuluhan di dalam Alkitab. Namun demikian, pada akhir serial renungan ini, saya akan membahas satu hal yang mungkin selama ini kurang kita sadari, yaitu apa tujuan kita memberi persembahan?

Selama ini kebanyakan orang Kristen memberi persembahan karena sejak kecil sudah diajar demikian. Ada pula orang Kristen yang diajar memberi persembahan karena terpengaruh dengan prinsip agama lain, dimana persembahan adalah sedekah untuk membuka pintu-pintu berkat. Orang semacam ini berpikir bahwa jika ia memberikan persembahan sejumlah uang ke gereja, maka Tuhan akan senang dan akan semakin memberkati orang tersebut. Saya sendiri pernah terjebak pada suatu prinsip yang salah, bahwa jika saya memberi persembahan persepuluhan sebanyak 20% dari penghasilan saya, maka saya akan diberkati Tuhan lebih banyak lagi, yaitu 200% dari penghasilan saya, dan seterusnya (persepuluhan sebanyak 30% akan dibalas Tuhan dengan 300% penghasilan, dan seterusnya).

Setelah saya semakin belajar memahami kebenaran, ternyata prinsip persembahan tidaklah sesederhana itu. Persembahan bukan kita berikan untuk “menyogok” Tuhan sehingga Tuhan melakukan apa yang kita inginkan (atau mengabulkan permintaan kita). Persembahan juga tidak sekedar diberikan untuk membantu pelayanan di gereja atau persekutuan. Makna persembahan dalam Alkitab sebenarnya jauh lebih agung dan mulia dari apa yang selama ini banyak diajarkan di gereja.

Hari ini kita membaca bagaimana Melkisedek yang sebenarnya bukan keturunan orang Yahudi (atau nenek moyang orang Yahudi), ternyata memungut persepuluhan dari Abraham dan memberkati Abraham (ay. 6a). Padahal Abraham sendiri adalah pemilik janji Allah (Elohim Yahweh) dimana Allah berjanji akan menjadikan Abraham sebagai bapa banyak bangsa (ay. 6b). Di sini terlihat suatu paradoks, dimana Abraham (sang pemilik janji) justru diberkati oleh Melkisedek. Kita tidak tahu latar belakang Melkisedek karena namanya hanya muncul beberapa kali saja. Namun satu hal yang sudah pasti adalah prinsip bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi (ay. 7).

Jadi walaupun Abraham adalah bapa orang percaya atau bapa orang beriman, ternyata Abraham sadar bahwa ada lagi yang lebih tinggi dari dirinya, yaitu Melkisedek, iman Allah yang maha tinggi. Proses pemberian persepuluhan dari Abraham kepada Melkisedek melambangkan tunduknya keturunan Abraham kepada keturunan yang lebih tinggi lagi, yaitu keturunan ilahi. Dalam hal ini bangsa Israel yang adalah umat pilihan di Perjanjian Lama, ternyata harus tunduk kepada umat pilihan lain, yaitu umat pilihan di Perjanjian Baru. Dalam hal ini hukum Taurat pun harus tunduk kepada Sang Pembuat Hukum, yaitu Allah sendiri, yang di dalam Perjanjian Baru telah memberikan Anak-Nya yang tunggal sebagai jalan keselamatan.

Jadi dalam hal ini persembahan persepuluhan di dalam Alkitab merupakan gambaran dimana ada orang-orang yang memberikan persembahan persepuluhan kepada orang lain, yaitu pihak yang lebih tinggi. Persembahan persepuluhan merupakan gambaran bagi manusia fana, tetapi makna rohaninya tidak berhenti sampai di situ, tetapi justru harus dilihat secara lebih luas, yang menggambarkan ketertundukan manusia kepada Tuhan yang hidup (ay. 8). Jika hukum Taurat dalam Perjanjian Lama diatur berdasarkan panggilan Abraham, maka persembahan persepuluhan tidak hanya diberikan oleh orang Israel kepada orang Lewi, tetapi juga dipungut persepuluhan dari orang Lewi tersebut, sebagaimana gambaran Abraham yang memberikan sepersepuluh kepada Melkisedek (ay. 9-10).

Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bahwa imamat Lewi (yaitu imamat menurut hukum Taurat yang dilambangkan dengan persembahan persepuluhan) bukanlah imamat yang sempurna (ay. 11). Ada suatu imamat lain yang dilambangkan oleh Melkisedek, sehingga Abraham pun memberikan sepersepuluh dari hasil rampasan yang diperolehnya kepada Melkisedek. Ini menunjukkan bahwa ada suatu imamat yang lebih tinggi lagi, yaitu imamat menurut Tuhan Yesus, karena Ia adalah Imam Besar kita. Jadi jika umat Perjanjian Lama diatur menurut hukum Taurat, maka umat Perjanjian Baru tidak diatur menurut hukum Taurat, tetapi berdasarkan Tuhan Yesus.

Artinya, jika selama ini hukum Taurat mengatur bagaiaman bangsa Israel harus berperilaku, maka di Perjanjian Baru, kita dituntut untuk mengenakan kehidupan Kristus dalam diri kita. Kita tidak lagi diatur oleh hukum Taurat, tetapi Tuhan adalah hukum kita. Artinya kita dituntut untuk berpikir, berkata-kata, bahkan bertindak dan berperilaku seperti Tuhan Yesus. Bahkan dalam hal persembahan persepuluhan, jika orang Israel di Perjanjian Lama diatur dengan hukum Taurat untuk memberikan persembahan sekian persen, termasuk apa-apa saja yang harus dihitung sepersepuluh, serta kepada siapa persembahan itu diberikan, maka  orang percaya di zaman Perjanjian baru tidaklah diatur oleh hukum tertulis seperti itu. Dalam hal ini, orang percaya harus bisa memberikan persembahan sesuai dengan kehendak dan isi hati Tuhan. Artinya, kita yang harus memiliki standar Tuhan Yesus dalam hidup kita, dimana kita melakukannya sesuai dengan kehendak Tuhan dalam tuntunan Roh Kudus. Ini artinya kita tidak terpaku pada aturan kita harus memberi berapa persen, harus memberi kepada siapa dan bagaimana cara menghitungnya. Yang lebih penting lagi adalah kesadaran bahwa segenap hidup kita (termasuk uang yang ada di dompet/rekening kita) adalah milik Tuhan dan harus digunakan bagi kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya. Di situ kita akan benar-benar berjuang untuk melakukan prinsip ini: Tuhan adalah hukumku (The Lord is my law), sehingga ukuran persembahan kita bukan lagi berapa banyak atau dimana/kepada siapa kita memberi, akan tetapi ukuran persembahan kita adalah bagaimana kita menghargai Tuhan sebagai pemilik hidup kita, dan bagaimana kita menggunakan uang yang ada di dompet/rekening kita sesuai dengan kehendak-Nya, termasuk dalam hal persembahan.



Bacaan Alkitab: Ibrani 7:6-11
7:6 Tetapi Melkisedek, yang bukan keturunan mereka, memungut persepuluhan dari Abraham dan memberkati dia, walaupun ia adalah pemilik janji.
7:7 Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi.
7:8 Dan di sini manusia-manusia fana menerima persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia diberi kesaksian, bahwa Ia hidup.
7:9 Maka dapatlah dikatakan, bahwa dengan perantaraan Abraham dipungut juga persepuluhan dari Lewi, yang berhak menerima persepuluhan,
7:10 sebab ia masih berada dalam tubuh bapa leluhurnya, ketika Melkisedek menyongsong bapa leluhurnya itu.
7:11 Karena itu, andaikata oleh imamat Lewi telah tercapai kesempurnaan -- sebab karena imamat itu umat Israel telah menerima Taurat -- apakah sebabnya masih perlu seorang lain ditetapkan menjadi imam besar menurut peraturan Melkisedek dan yang tentang dia tidak dikatakan menurut peraturan Harun?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.