Senin, 2 Oktober 2017
Bacaan
Alkitab: Ibrani 7:4-5
Dan mereka dari anak-anak Lewi, yang menerima jabatan imam, mendapat tugas,
menurut hukum Taurat, untuk memungut persepuluhan dari umat Israel, yaitu dari
saudara-saudara mereka, sekalipun mereka ini juga adalah keturunan Abraham.
(Ibr 7:5)
Persepuluhan di dalam Alkitab (20): Menurut Hukum Taurat
dan Untuk Umat Israel
Setelah kita belajar konteks dari
perikop ini pada renungan hari sebelumnya, maka hari ini kita akan melanjutkan
pembahasan perikop tersebut untuk lebih mengerti mengenai konteks ayat yang
memuat mengenai persembahan persepuluhan di dalam Perjanjian Baru. Kita telah
mengerti bahwa konteks penyebutan persembahan persepuluhan dalam perikop ini
sesungguhnya bukan untuk melegitimasi penerapan atau praktik persembahan
persepuluhan di dalam jemaat Perjanjian Baru, melainkan untuk menunjukkan bahwa
ada suatu sosok yang lebih tinggi dari Abraham, sehingga bangsa Yahudi selaku
keturunan fisik Abraham juga harus mengakuinya. Dalam hal ini Melkisedek adalah
gambaran dari Yesus Kristus selaku imam yang memiliki kekuasaan selama-lamanya.
Oleh karena itu, penulis kitab Ibrani
melanjutkan pembahasan mengenai Melkisedek, dengan berkata kepada bangsa Yahudi
supaya mereka menanamkan kebenaran ini, yaitu betapa besarnya orang tersebut
(Melkisedek), dimana Abraham, bapa leluhur orang Yahudi, telah memberikan
sepersepuluh dari segala rampasan yang paling baik (ay. 4). Dalam
pembahasan-pembahasan sebelumnya kita telah belajar bahwa Abraham memang
memberikan sepersepuluh dari hasil rampasan perangnya kepada Melkisedek, dan
bukan sepersepuluh dari penghasilannya atau sepersepuluh dari harta miliknya.
Namun demikian, dalam ayat 4 tersebut jelas dikatakan bahwa Abraham memberikan
sepersepuluh dari segala rampasan yang paling baik.
Sangat jelas bahwa harta rampasan dapat
terdiri dari berbagai macam benda/barang dengan kualitas yang berbeda-beda
pula. Oleh karena itu, jika seseorang hendak memberikan sepersepuluh dari
barang rampasan yang diperolehnya kepada orang lain, maka setidaknya ada 3
alternatif yang dapat dilakukan: 1) memberikan sepersepuluh secara acak; 2)
memberikan sepersepuluh dari yang terburuk; atau 3) memberikan sepersepuluh
dari yang terbaik. Jelas bahwa pilihan nomor 3 adalah pilihan yang tersulit,
karena setidaknya orang tersebut harus memilah-milah barang rampasan untuk
selanjutnya memberikan yang terbaik kepada orang lain.
Namun jelas terlihat di sini kekuatan
karakter Abraham dimana Abraham tidak segan-segan memberikan yang terbaik
kepada orang lain, bahkan kepada orang yang baru dikenalnya. Tidak heran ia pun
dengan cepat memberikan Lot, keponakannya, kesempatan untuk memilih daerah
untuk menggembalakan kambing dombanya (Kej 13:8-9). Abraham sudah membiasakan
dirinya untuk tidak mengambil apa yang sebenarnya menjadi haknya. Oleh karena
itu, Tuhan terus mengujinya hingga ujian terberat dalam hidup Abraham, yaitu
ketika Tuhan memintanya untuk mempersembahkan Ishak, anaknya yang tunggal itu.
Di sini jelas terlihat bahwa jika
Abraham saja memberikan hasil rampasan yang terbaik kepada Melkisedek, itu
berarti Abraham mengakui bahwa Melkisedek jauh lebih besar daripada dirinya.
Oleh karena itu jika keturunan Abraham, khususnya anak-anak Lewi (suku Lewi)
kemudian menerima jabatan imam, maka sebenarnya mereka menerima suatu imamat
yang berasal dari Abraham (ay. 5a). Namun demikian, harus disadari bahwa masih
ada imamat lainnya yang lebih besar dari Abraham, yaitu imamat yang berasal
dari Melkisedek, karena Abraham pun tunduk kepada Melkisedek.
Bahkan penulis kitab Ibrani juga
meneruskan bahwa ketika suku Lewi (khususnya para imam) mendapat tugas menurut
hukum Taurat untuk memungut persepuluhan dari umat Israel, yaitu dari
saudara-saudara mereka (ke-11 suku lainnya), maka itu adalah tugas yang
diberikan berdasarkan hukum Taurat (ay. 5b). Uniknya lagi, tugas suku Lewi
untuk memungut persembahan persepuluhan tersebut hanya boleh dilakukan terhadap
orang-orang sebangsanya (yaitu bangsa Israel atau bangsa Yahudi, yaitu ), dan
bukan kepada orang di luar keturunan Abraham. Suku Lewi tidak diperkenankan
memungut persembahan persepuluhan dari orang Filistin atau dari orang Romawi.
Hal ini juga berlaku bagi bangsa Yahudi atau bangsa Israel. Sekalipun bangsa
Yahudi adalah keturunan Abraham, mereka tidak boleh memungut persembahan
persepuluhan dari orang non Yahudi. Dalam hal ini berlaku bahwa sekalipun ke-11
suku Israel (selain suku Lewi) adalah keturunan Abraham, mereka wajib
memberikan persembahan persepuluhan kepada suku Lewi menurut hukum Taurat.
Ini menunjukkan kebenaran yang
seringkali diabaikan oleh orang Kristen, yaitu pada prinsipnya persembahan persepuluhan
adalah suatu kewajiban dalam Alkitab yang didasarkan pada hukum Taurat. Jadi
kita yang bukan orang Yahudi sebenarnya tidak pantas bersikap keyahudi-yahudian
karena kita sesungguhnya adalah umat pilihan dalam Perjanjian Baru, bukan umat pilihan
dalam Perjanjian Lama yaitu bangsa Israel/bangsa Yahudi. Namun demikian,
kenyataan di sejumlah gereja menunjukkan bahwa sebagian orang Kristen, sebagian
gereja, dan bahkan sebagian pendeta kini cukup sering menyampaikan pengajaran
yang keyahudi-yahudian, termasuk hitung-menghitung tahun Ibrani, sejumlah
kosakata Ibrani, dan lain sebagainya.
Tidak salah memang jika orang Kristen belajar
bahasa Ibrani untuk dapat lebih memahami isi Alkitab dengan benar. Namun
demikian, akan menjadi salah jika orang Kristen non Yahudi justru semakin
bersikap keyahudi-yahudian dan bukan berjuang untuk menjadi serupa seperti
Kristus. Jika demikian, sejumlah gereja dan pendeta kini sudah bergeser dari
mengajarkan kekristenan menjadi mengajarkan agama Yahudi. Salah satu ciri dari
penyimpangan ini adalah gereja (orang-orang Kristen) atau pendeta yang menyamakan
diri mereka dengan orang Yahudi, dalam artian sama berhak memiliki janji-janji
Tuhan, sama memiliki orientasi ke Yerusalem dan tanah Kanaan, bahkan sama dalam
hal mulai mengucapkan bahasa Yahudi dan juga melakukan adat istiadat Yahudi dalam
keseharian hidup mereka.
Oleh karena itu gereja atau pendeta
yang seperti ini pastilah pengajarannya jauh lebih banyak mengupas mengenai
Alkitab Perjanjian Lama. Mereka sibuk berputar-putar di hukum Taurat, kebiasaan
(tradisi) Yahudi, bahkan tidak jarang mulai memanggil Tuhan dengan sebutan
Allah orang Yahudi. Apakah itu salah? Jawaban saya tegas: Jika pengajaran
gereja atau pendeta tidak berpusat pada Kristus dan ajaran-Nya di dalam
Perjanjian Baru, maka itu bukanlah Kristen yang benar! Kekristenan yang sejati
tidak akan berputar-putar di Perjanjian Lama tetapi akan berfokus ke Perjanjian
Baru. Kekristenan yang sejati tidak akan mendorong jemaat untuk bisa
mengunjungi Yerusalem dan Kanaan sebagai tanah perjanjian (karena itu adalah
tanah perjanjian bagi bangsa Israel), tetapi harus mendorong jemaat untuk bisa
masuk ke tanah air surgawi, yaitu Yerusalem Baru.
Jadi dari penjelasan di atas semakin jelas
bahwa penyebutan persembahan persepuluhan di kitab Ibrani (Perjanjian Baru)
bukan merupakan suatu anjuran supaya praktik tersebut tetap dilakukan oleh
jemaat mula-mula pada waktu itu. Penulis kitab Ibrani dengan tegas dan jelas
telah menyebutkan bahwa praktik persembahan persepuluhan adalah suatu tugas
bagi orang Ibrani (khususnya suku Lewi) yang diatur menurut hukum Taurat, yang
berlaku bagi umat Israel yang adalah keturunan Abraham. Bahkan jika kita
melihat kaitan ayat 4 dan ayat 5, jelas terlihat bahwa persembahan persepuluhan
tersebut bukan hanya sebatas memberi sepersepuluh saja, tetapi lebih kepada
frasa memberi yang terbaik kepada suatu “sosok” (yang digambarkan sebagai
orang) yang besar dan agung. Tentu hal ini berbicara tentang bagaimana sikap
kita terhadap Tuhan, dimana kita harus senantiasa memberi yang terbaik
kepada-Nya.
Orang Kristen pasti tidak akan dihakimi
menurut apakah ia melakukan syariat persembahan persepuluhan menurut hukum
Taurat atau tidak. Orang Kristen akan dinilai berdasarkan seberapa ia melakukan
kehendak Bapa (Mat 7:21-23). Orang Kristen akan dinilai apakah ia telah hidup
seperti Kristus yang telah memberikan segala sesuatu kepada Bapa hingga taat
mati di atas kayu salib. Orang Kristen akan dinilai berdasarkan sikapnya kepada
Allah yang Maha Besar, dan seberapa ia memberikan yang terbaik kepadanya.
Persembahan yang seharusnya diberikan kepada Allah tidak dapat diukur hanya
sekedar berdasarkan sekian persen dari penghasilannya atau sekian persen dari kekayaannya.
Persembahan yang benar adalah ketika orang Kristen memberikan segenap tubuh dan
hidupnya bagi Tuhan, tanpa kecuali Ini berarti tidak ada satu bagian pun dalam
hidup kita (uang, harta, tubuh, dan sebagainya) yang menjadi milik kita, karena
semua adalah milik Tuhan. Semua itu harus digunakan bagi kemuliaan Tuhan, maka barulah
itu menjadi suatu persembahan yang sejati di hadapan Tuhan (Rm 12:1).
Bacaan
Alkitab: Ibrani 7:4-5
7:4 Camkanlah betapa besarnya orang itu, yang kepadanya Abraham, bapa leluhur
kita, memberikan sepersepuluh dari segala rampasan yang paling baik.
7:5 Dan mereka dari anak-anak Lewi, yang menerima jabatan imam, mendapat
tugas, menurut hukum Taurat, untuk memungut persepuluhan dari umat Israel,
yaitu dari saudara-saudara mereka, sekalipun mereka ini juga adalah keturunan
Abraham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.