Rabu, 15 Mei 2013

Akibat Tidak Sabar Menunggu Waktunya Tuhan

Rabu, 15 Mei 2013
Bacaan Alkitab: Kejadian 16:1-6
Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.” (Kej 16:2)


Akibat Tidak Sabar Menunggu Waktunya Tuhan


Berapa lama biasanya kita mampu untuk tetap berdoa sampai Tuhan menjawab doa kita? Jika kita mau jujur, sebenarnya lebih sering kita yang “menyerah” terlebih dahulu sebelum Tuhan menjawab doa kita. Memang bisa jadi Tuhan memberikan hikmat kepada kita untuk menunjukkan bahwa selama ini apa yang kita minta itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan Tuhan ingin agar kita mengganti permintaan kita. Tetapi ketika Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa Ia akan memberikan sesuatu kepada kita, dan bagian kita hanya tinggal berdoa dan meminta serta menantikan jawaban Tuhan itu, seringkali justru kita yang mundur sebelum waktu Tuhan.

Hal ini pun tidak hanya dialami oleh anak-anak Tuhan yang masih belum dewasa rohaninya. Para hamba-hamba Tuhan yang sudah dewasa secara rohani pun seringkali bertindak seperti ini. Ketika Tuhan sudah menjanjikan sesuatu tetapi kita tidak menerimanya, sesungguhnya permasalahannya bukan terletak di tangan Tuhan, tetapi masalah sesungguhnya ada di tangan kita. Akibatnya, karena ketidaksabaran kita tersebut, maka seringkali justru masalah baru muncul.

Salah satu contoh tokoh Alkitab yang mengalami hal tersebut adalah Abram dan Sarai (yang kemudian menjadi Abraham dan Sara). Abram (Abraham) dikatakan sebagai bapa orang beriman. Tetapi ada suatu masa dimana iman Abram juga seakan-akan “menurun”. Tuhan sendiri sudah menjanjikan kepada Abram bahwa keturunannya akan banyak seperti bintang di langit dan pasir di laut. Akan tetapi, hingga usianya yang ke-85, akhirnya Abram pun “menyerah”. Sarai yang mungkin sudah malu karena suaminya belum juga mempunyai keturunan darinya, akhirnya mengusulkan agar Abram menghampiri Hagar, hambanya untuk memperoleh seorang anak darinya (ay. 1-2). Sarai mengira bahwa dengan demikian, maka anak yang nanti dilahirkan oleh Hagar akan dapat diakui sebagai anaknya (karena Hagar adalah hamba Sarai).

Abram pun mungkiin sudah putus asa dan akhirnya menuruti kemauan isterinya tersebut (ay. 3). Akhirnya Hagar mengandung seorang anak dari Abram. Namun ketika Hagar tahu bahwa ia mengandung anak Abram, ia pun mulai memandang rendah Sarai (ay. 4). Mungkin Hagar pun merasa bangga karena janji Tuhan kepada Abram akan mengalir lewat keturunannya. Sarai tidak menyangka  bahwa tindakannya berakibat cukup “fatal” dan justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Sarai yang marah kemudian datang kepada Abram dan menyalahkan Abram (ay. 5). Perhatikan bahwa dalam ayat ini, Sarai menyelahkan Abram padahal Sarai sendirilah yang mengusulkan agar Abram menghampiri Hagar. Tetapi ketika masalah mulai muncul, maka terkadang kita tidak mau tahu bahwa masalah timbul dari tindakan kita, sehingga kita pun mulai menyalahkan orang lain. Abram yang mungkin juga merasa bersalah (karena menuruti kehendak isterinya itu) akhirnya pun menyerahkan Hagar kepada Sarai, isterinya. Akhirnya Sarai pun menindas Hagar hingga Hagar pun lari meninggalkannya, padahal posisi saat itu Hagar sedang mengandung anak Abram (ay. 6).

Hal ini suka atau tidak suka menimbulkan perselisihan yang tidak habis-habisnya antara keturunan Ismael (anak Hagar nantinya) dan keturunan Ishak (anak Sarai/Sara nantinya). Kedua-duanya sama-sama anak Abram, dan kedua-duanya sama-sama memiliki janji Tuhan kepada Abram yaitu janji berkat (Kej 12:2) dan janji keturunan yang banyak (Kej 15:5). Itulah mengapa keturunan Ismael dan keturunan Ishak (baik secara jasmani yaitu orang Israel maupun secara rohani yaitu orang Kristen) memang diberkati secara luar biasa dan jumlahnya sangat banyak di dunia ini. Namun perselisihan yang sejak awal timbul akibat Sarai menindas Hagar ini pun tidak bisa dielakkan dan akan terus menerus ada hingga akhir zaman.

Sebenarnya, jika Sarai mau sabar, ia bisa menunggu sedikit waktu lagi dan janji Tuhan akan digenapi. Tetapi Sarai berpikir bahwa secara manusia ia mungkin sudah tidak mampu lagi memiliki keturunan sehingga ia memikirkan jalan pintas. Jalan pintas yang dipilih Sarai itulah yang akhirnya menimbulkan “batu sandungan” bagi dirinya sendiri. Sarai tidak mengerti bahwa Tuhan mampu memberikan anak kepadanya walaupun ia telah mati haid karena usianya yang sudah terlalu tua. Kuasa Tuhan kita jauh lebih besar dan tidak terbatas akan ilmu-ilmu fisika, kimia, matematika, biologi, dan kedokteran sekalipun.

Apa yang sedang kita alami saat ini? Apakah kita saat ini sedang berdoa meminta sesuatu di hadapan Tuhan. Sudah berapa lama kita berdoa kepada Tuhan? Apakah kita sedang dalam kemunduran dalam melakukan doa tersebut? Hari ini kita diingatkan bahwa jangan sampai kita menjadi tidak sabar menunggu waktu Tuhan dan bertindak menurut pandangan dan pikiran kita sendiri. Bisa jadi karena tindakan kita itulah, justru masalah baru akan muncul. Jadilah orang-orang yang selalu setia menanti-nantikan Tuhan, karena tidak akan pernah sia-sia menantikan janji Tuhan digenapi kepada kita menurut waktuNya.


Bacaan Alkitab: Kejadian 16:1-6
16:1 Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya.
16:2 Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.
16:3 Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, -- yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan --, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya.
16:4 Abram menghampiri Hagar, lalu mengandunglah perempuan itu. Ketika Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka ia memandang rendah akan nyonyanya itu.
16:5 Lalu berkatalah Sarai kepada Abram: "Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang rendah akan aku; TUHAN kiranya yang menjadi Hakim antara aku dan engkau."
16:6 Kata Abram kepada Sarai: "Hambamu itu di bawah kekuasaanmu; perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik." Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari meninggalkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.