Selasa, 21 Mei 2013

Tidak ada Kata Cerai dalam Kamus Tuhan



Selasa, 21 Mei 2013
Bacaan Alkitab: Markus 10:1-12
Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Mrk 10:9)


Tidak ada Kata Cerai dalam Kamus Tuhan


Saya kadang-kadang sedih melihat banyak pasangan yang sudah diberkati di gereja ternyata suatu saat bisa bercerai. Saya tidak melihat apakah dulu ketika mereka menikah, salah satu dari mereka masih belum percaya kepada Tuhan dan hanya pura-pura percaya kepada Tuhan hanya agar ia bisa menikah, atau alasan-alasan yang lainnya. Bagi saya, sekali diberkati di gereja (apapun gerejanya) dalam nama Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus, di mata Tuhan mereka sudah merupakan suami isteri yang telah dipersatukan di dalam Tuhan. Ketika mereka menikah di hadapan Tuhan, mereka pun sudah berjanji di hadapan Tuhan bahwa mereka akan selalu mengasihi hingga maut memisahkan mereka.

Ingat bahwa janji yang mereka ucapkan itu adalah janji di hadapan Tuhan. Jadi ketika suatu saat ada salah satu pihak yang mengucapkan kata “cerai”, sesungguhnya pihak tersebut sudah melanggar janji Tuhan. Di dalam kamus Tuhan, tidak ada kata “cerai”. Lalu bagaimana jika ada salah satu pihak yang meminta cerai?

Pertanyaan ini sudah diajukan oleh orang-orang Farisi sekitar 2.000 tahun yang lalu. Pada saat itu seperti biasa Yesus sedang mengajar orang banyak di daerah Yudea (ay. 1). Lalu datanglah orang Farisi dan mereka bertanya kepada Yesus, “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” (ay. 2). Sebenarnya mereka pun menanyakan hal ini untuk mencobai Yesus. Mereka ingin agar jawaban Yesus dapat mereka gunakan menjadi “amunisi” bagi orang Farisi untuk dapat menyalahkan Yesus di hadapan Mahkamah Agama.

Akan tetapi Yesus justru balik bertanya, “Apa perintah Musa terkait hal ini?” (ay. 3). Orang-orang Farisi itu pun menjawab bahwa Musa memberi mereka izin untuk menceraikan isteri dengan membuat surat cerai (ay. 4). Mereka berpikir bahwa jawaban mereka sudah merupakan jawaban yang paling betul. Tetapi perhatikan ayat selanjutnya dimana Tuhan Yesus mengatakan bahwa walaupun memang Musa sampai memberikan izin, tetapi sebenarnya itu semua karena ketegaran hati bangsa Israel (ay. 5).

Tuhan Yesus bahkan sampai harus mengulang kisah penciptaan manusia, dimana Allah Bapa menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan (ay. 6). Laki-laki kemudian akan meninggalkan keluarganya dan bersatu dengan isterinya (perempuan), sehingga keduanya menjadi 1 daging. Mereka yang telah bersatu itu tidak dapat lagi dikatakan sebagai 2, tetapi sebagai 1 kesatuan (ay. 7-8). Oleh karena itu, prinsip pernikahan yang betul adalah bahwa pernikahan terjadi karena Allah yang berinisiatif dan apa yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia (ay. 9).

Allah sendiri tidak pernah mengenal istilah cerai. Allah hanya mengenal istilah dipersatukan. Dan apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, tidak bisa diceraikan oleh Allah sendiri, apalagi manusia. Apa maksudnya hal tersebut? Di hadapan Allah, semua pasangan yang diberkati di gereja dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, sudah menjadi 1. Hanya ada 1 hal yang dapat memisahkan mereka, yaitu kematian. Selama belum dipisahkan oleh kematian, maka di pandangan Tuhan, mereka tetap merupakan suami dan isteri.

Lalu bagaimana jika suatu saat mereka bercerai? Memang hukum dunia (termasuk hukum Indonesia) mengizinkan adanya perceraian dengan alasan tertentu. Tetapi apapun alasannya, entah karena KDRT, karena tidak dinafkahi, karena tidak cocok, atau karena putusan pengadilan agama sekalipun, di mata Tuhan mereka tetap sah sebagai suami dan isteri. Pengadilan agama mungkin sudah memutuskan pasangan tersebut untuk bercerai, tetapi di mata Tuhan, mereka  tidak akan dapat bercerai kecuali salah satu di antara mereka sudah meninggal dunia.

Oleh karena itu Alkitab mengatakan bahwa ketika seorang laki-laki menceraikan isterinya dan kawin (menikah) dengan perempuan lain, sesungguhnya laki-laki tersebut sedang berzinah dengan wanita lain tersebut. Di sisi lain, jika seorang isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, maka di mata Tuhan ia pun juga berzinah dengan laki-laki tersebut (ay. 10-12). Bagaimana dengan pihak yang diceraikan? Menurut saya juga sama saja. Orang yang diceraikan pun ketika menikah lagi dengan orang lain, maka sesungguhnya ia sedang berzinah dengan orang tersebut.

Lalu mungkin ada di antara kita yang bertanya, “Bagaimana dong kalau saya ternyata sudah tidak cocok dengan pasangan saya? Dulu sih pas menikah kami sih cocok, tetapi ternyata lama-lama sudah tidak cocok lagi”. Ini adalah risiko. Oleh karena itu penting bagi para pemuda dan pemudi Kristen, untuk tidak sembarangan menikah di gereja. Jangan sampai kita menikah karena terpaksa, karena usia sudah kepala 3, karena hamil di luar nikah, atau karena apapun. Kita akan mempertanggungjawabkan janji nikah kita di hadapan Tuhan seumur hidup kita.

Demikian juga bagi kita yang adalah para hamba Tuhan (pendeta atau gembala sidang). Kita juga perlu menyadari hal ini sehingga kita tidak sembarangan menikahkan orang di gereja. Kita harus mengecek kesiapan calon pengantin tersebut agar tidak terjadi masalah di kemudian hari.

Ini adalah kebenaran yang sangat “keras”. Apapun alasannya, Alkitab tidak pernah mengizinkan adanya perceraian, apapun alasannya. Seburuk-buruknya pasangan kita (yang mungkin baru kita sadari setelah kita menikah), itu pun adalah dampak dan konsekuensi dari pilihan kita ketika memutuskan untuk menikahinya dahulu. Jangan salahkan Tuhan atas kesalahan kita di masa lalu. Hiduplah konsisten dengan pilihan kita.

Mungkin ada di antara kita yang berpikir bahwa cerai adalah pilihan terbaik bagi masalah kita saat ini. Percayalah, cerai hanya akan menambah masalah-masalah baru dalam kehidupan kita. Terlebih ketika kita memutuskan untuk bercerai, di mata Tuhan itu adalah dosa yang sangat besar. Pikirkan baik-baik hal ini, sehingga kita jangan sampai bercerai. Pikirkan hal ini baik-baik juga agar kita juga tidak salah menikah. Menikah hanya sekali, jangan sampai salah memilih yang berujung pada perceraian.


Bacaan Alkitab: Markus 10:1-12
10:1 Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan dan di situ pun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula.
10:2 Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?"
10:3 Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?"
10:4 Jawab mereka: "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai."
10:5 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu.
10:6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan,
10:7 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
10:8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
10:9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
10:10 Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu.
10:11 Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu.
10:12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.