Jumat, 5 Mei 2017
Bacaan
Alkitab: Ibrani 6:1-3
Yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan
orang-orang mati dan hukuman kekal. (Ibr 6:2)
Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 32): Baptisan sebagai
Ajaran Dasar
Ayat dalam bagian bacaan Alkitab kita
hari ini juga merupakan salah satu ayat yang sulit dipahami dalam kaitannya
dengan baptisan di Perjanjian Baru. Bacaan renungan kita hari ini dimulai
dengan ajakan atau perintah kepada umat percaya untuk meninggalkan asas-asas
pertama dari ajaran tentang Kristus (ay. 1a). Menjadi pertanyaan bagi kita mengapa
umat percaya harus meninggalkan asas-asas pertama tersebut? Bukankah adalah hal
yang baik belajar dari dasar yang dimulai dari asas-asas pertama tersebut?
Dalam Alkitab Terjemahan Lama terbitan
Lembaga Alkitab Indonesia, kata “asas-asas pertama” dalam ayat 1 tersebut ditulis
sebagai “pengajaran yang mula-mula”. Terjemahan lain dalam bahasa Indonesia
menggunakan kata “pengajaran dasar”. Dalam bahasa aslinya (bahasa Yunani),
digunakan kata arché (ἀρχή) yang dapat diterjemahkan sebagai awalan
atau permulaan. Jadi asas-asas pertama kurang tepat diartikan sebagai dasar
(seperti dasar negara yaitu Pancasila), melainkan lebih merujuk kepada urutan,
dimana arche merujuk pada urutan yang
awal atau mula-mula.
Oleh karena itu, asas-asas pertama
harus dipandang sebagai hal-hal yang perlu dipahami oleh mereka yang baru
percaya dan belajar mengikut Tuhan Yesus. Namun demikian, penulis kitab Ibrani
menekankan bahwa umat percaya tidak boleh hanya puas mengenai asas-asas pertama
tetapi harus mulai berani beralih kepada perkembangannya yang penuh (ay. 1b). Sepintas
penggunaan kata “beralih” menunjukkan sesuatu yang mudah. Namun dalam bahasa
aslinya digunakan kata pherōmetha (φερώμεθα) yang berasal dari kata dasar pheró (φέρω) yang dapat diartikan sebagai to bear, to carry, to bring forth (menanggung/memikul beban, membawa/mengangkat/memuat,
melahirkan). Ini menunjukkan suatu beban yang harus dipikul dan ditanggung, dan
hal itu mengindikasikan sesuatu hal yang berat dan tidak mudah untuk dilakukan.
Jadi kata beralih dalam ayat 1 harus
dimaknai juga secara benar, supaya kita dapat mengerti bahwa harus ada usaha
dan perjuangan keras dari setiap manusia untuk mencapai perkembangannya yang
penuh atau yang sempurna. Asas-asas pertama itu belumlah suatu kesempurnaan.
Jika kesempurnaan diberikan nilai 100, maka asas-asas pertama itu mungkin
barulah urutan 1 sampai 5 atau 1 sampai 10. Masih ada 90-an urutan lagi yang
harus kita tempuh hingga mencapai kesempurnaan atau perkembangannya yang penuh.
Oleh karena itu, kita disarankan agar
tidak meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia (ay.
1c). Hal ini dapat diartikan bahwa seiring bertambahnya waktu dan usia rohani
kita, seharusnya kita sudah tidak lagi berkutat dengan permasalahan pertobatan
atas perbuatan kita. Seharusnya kita sudah memiliki sikap hidup yang memenuhi
standar moral umum manusia (misalnya tidak mencuri, tidak berzinah, tidak
membunuh). Standar moral umum semacam itu dapat dikenakan oleh semua manusia tanpa
harus menjadi orang Kristen. Namun bagi orang Kristen, kita seharusnya mampu
melangkah lebih lanjut untuk memiliki sikap hidup yang berkualitas di hadapan
Allah, bukan hanya sekedar hidup wajar dan baik di mata manusia.
Kalimat berikutnya sangat membingungkan
karena dimulai dengan kalimat “dan dasar kepercayaan kepada Allah” (ay. 1d).
Ini dapat menunjukkan suatu perbandingan antara perbuatan sia-sia dan
kepercayaan yang benar kepada Allah, namun juga dapat diartikan sebagai tingkat
iman yang masih dasar (belum penuh atau belum sempurna).
Jika kalimat dalam ayat 1d itu
menunjukkan suatu perbandingan, maka apa yang ditulis di ayat 2 mengenai
pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang mati dan hukuman kekal
adalah sesuatu yang penting dan harus dilakukan oleh setiap orang percaya. Jika
demikian, maka baptisan adalah sesuatu hal yang penting dan harus dimengerti
bahkan dilakukan oleh semua orang percaya. Pemahaman mengenai kebangkitan orang
mati dan hukuman kekal juga harus dipahami dengan benar oleh setiap umat Tuhan.
Namun apakah penumpangan tangan juga harus dimengerti dan dilakukan?
Saya mencoba mencari ayat-ayat mengenai
penumpangan tangan di Alkitab Perjanjian Baru dan menemukan bahwa jumlah ayat
mengenai penumpangan tangan tidaklah terlalu banyak. Penumpangan tangan hanya
terdapat di kitab Kisah Para Rasul dimana penumpangan tangan tersebut erat
kaitannya dengan tindakan mujizat dan pencurahan Roh Kudus. Selain itu, ada 3
kali kata penumpangan tangan disebutkan di dalam kitab 1 dan 2 Timotius, dan 1
kali dalam kitab Ibrani ini. Bahkan di dalam kitab Timotius tersebut, 2 kali
kata penumpangan tangan merujuk pada tindakan yang dilakukan Paulus kepada
Timotius pada masa lampau, dan hanya 1 kali perintah Paulus kepada Timotius
terkait penumpangan tangan, dimana Timotius diminta untuk tidak terburu-buru
menumpangkan tangan kepada orang lain (1 Tim 5:22). Oleh karena itu, saya secara
pribadi kurang sependapat jika penumpangan tangan ini adalah hal yang penting
dan harus kita perbuat sebagai orang Kristen seperti yang ditulis pada ayat
selanjutnya (ay. 3a).
Saya sendiri lebih condong pada
pendapat yang kedua, dimana ayat 1d berbicara mengenai dasar kepercayan kepada
Kristus dalam artian sebagai pemahaman mengenai iman pada tingkatan yang
mula-mula atau yang awal. Dalam hal ini, kita perlu mengerti bahwa kitab Ibrani
ditulis dan ditujukan kepada jemaat yang berasal dari orang-orang Ibrani
(Yahudi) yang ada di masa
Perjanjian Baru. Oleh karena itu, hal-hal yang terdapat dalam ayat 2 (baptisan,
penumpangan tangan, kebangkitan orang mati dan hukuman kekal) harus dipandang
sebagai ajaran-ajaran Yudaisme (Yahudi) yang sudah dipahami oleh orang-orang
Ibrani sejak kecil.
Jadi jika seseorang (khususnya orang percaya yang berlatar belakang orang
Ibrani) baru dibaptis, ditumpangkan tangan, mengerti mengenai kebangkitan orang
mati dan juga hukuman kekal di neraka, itu barulah tahapan awal mengenai iman
kepada Allah melalui Kristus Yesus. Baptisan dan penumpangan tangan adalah
salah satu adat Yahudi yang sudah ada sejak Perjanjian Lama. Oleh karena itu,
umat Perjanjian Baru tidak boleh hanya melihat baptisan sebagai hal yang
terpenting (karena ada di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, walaupun
melambangkan hal yang berbeda), tetapi itu barulah sebagai dasar pijakan untuk
menggapai tingkat iman yang lebih tinggi lagi.
Baptisan memang penting, tetapi jika umat percaya hanya fokus kepada
baptisan, misalnya fokus untuk membaptis orang sebanyak-banyaknya tanpa membawa
orang tersebut menuju kepada perkembangan iman yang sempurna, maka itu dapat
menjadi sebuah penyesatan yang terselubung. Baptisan barulah langkah awal dari
perjuangan iman yang benar. Kita harus membawa iman kita dan juga iman orang
lain hingga kepada kesempurnaan. Jangan hanya bangga dan berhenti sampai pada
tingkat baptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang mati dan juga hukuman
kekal, kita juga harus mulai mengenal dan belajar mengenai arti menyangkal diri,
memikul salib, meninggalkan segala sesuatu, dan mengikut Tuhan dengan benar.
Kita juga harus belajar mengenai pengharapan yang benar di langit yang baru dan
bumi yang baru, Yerusalem baru, serta pemerintahan Allah yang kekal. Kita harus
berjuang untuk dapat menjadi anggota keluarga kerajaan Allah tersebut dan tidak
hanya menjadi anggota masyarakat di dalam kekekalan.
Dengan pemahaman yang benar, maka kita tidak akan lagi ribut mengenai jenis
baptisan (apakah percik atau selam), perlukah baptisan ulang, dan lain
sebagainya. Jangan hanya berhenti sampai kepada hal-hal yang bersifat awal atau
mula-mula saja, tetapi mari kita belajar untuk menapaki tangga iman yang benar
sehingga kita bisa berbuat kebenaran dengan tingkatan yang lebih tinggi lagi.
Jika Allah mengizinkan kita dengan memberi kita usia yang panjang dan
kecerdasan rohani untuk mengerti kebenaran dengan lebih lengkap lagi (ay. 3b),
maka adalah tanggung jawab kita untuk boleh berjuang dan beralih kepada
perkembangan iman hingga penuh dan sempurna.
Bacaan
Alkitab: Ibrani 6:1-3
6:1 Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang
Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita
meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan
dasar kepercayaan kepada Allah,
6:2 yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan,
kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal.
6:3 Dan itulah yang akan kita perbuat, jika Allah mengizinkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.