Selasa, 30 Mei 2017

Penistaan di dalam Alkitab (14): Perusakan Tempat Kudus

Jumat, 2 Juni 2017
Bacaan Alkitab: Mazmur 74:1-11
Berapa lama lagi, ya Allah, lawan itu mencela, dan musuh menista nama-Mu terus-menerus? (Mzm 74:10)


Penistaan di dalam Alkitab (14): Perusakan Tempat Kudus


Dalam sejarah bangsa Israel, mereka sangat bangga terhadap Bait Suci atau Bait Allah yang dibangun di  Yerusalem. Mereka menganggap Yerusalem sebagai kota kudus dan Bait Suci sebagai tempat kudus bahkan tempat yang maha kudus. Oleh karena itu, mereka sangat meratapi kehancuran kota Yerusalem yang diserang oleh bangsa Babel. Bahkan ketika Bait Suci dibangun kembali dan kemudian dihancurkan kembali oleh Jenderal Titus dari Romawi pada tahun 70 Masehi hingga kini, maka bangsa Israel (bangsa Yahudi) masih terus meratapi kehancuran Bait Allah. Hingga kini bangsa Yahudi masih terus berdoa di sisa Bait Allah yang disebut dengan Tembok Ratapan. Mereka berdoa dan menyelipkan kertas-kertas berisi doa di sela-sela tembok tersebut.

Oleh karena itu semangat dari Mazmur 74 adalah mengenai ratapan bangsa Israel atas hukuman Tuhan yang membuang mereka dengan murka yang menyala-nyala (ay. 1). Pemazmur ingin Tuhan mengampuni bangsa Israel, karena bangsa Israel adalah bangsa yang dipilih dan ditebus oleh Tuhan sendiri (ay. 2). Pemazmur sangat merindukan kehadiran Bait Allah yang sudah dihancurkan oleh musuh (ay. 3). Pemazmur hancur hati melihat Bait Allah yang hancur, bahkan ketika lawan-lawan mereka menduduki kota Yerusalem dan mendirikan panji-panji mereka sebagai tanda kemenangan bangsa kafir dan kekalahan bangsa Israel (ay. 4).

Kekalahan bangsa Israel ibarat peribahasa “sudah jatuh tertimpa tangga”. Namun mereka sebenarnya menerima hukuman atas kesalahan mereka sendiri. Mereka mendapati musuh seperti orang yang sedang mengayunkan kapak untuk membelah kayu, menghancurkan perkakas dari kayu dengan kapak dan beliung (ay. 5-6). Mereka tak berdaya menghadapi serangan musuh yang begitu dashyat. Lebih lagi, Bait Suci yang menjadi lambang kehadiran Allah (Yahweh) dan simbol penyertaan Allah, dihancurkan dan dibakar dengan api (ay. 7-8). Musuh begitu kuat sehingga mereka sangat tertindas.

Pada waktu itu, ketika Bait Suci sudah musnah dan hancur dilalap api, maka ibadah kepada Tuhan pun berhenti. Tidak ada lagi persembahan binatang di Bait Allah. Tidak ada lagi nabi yang menyuarakan suara Tuhan (ay. 9). Di situ bangsa Israel mulai berseru-seru dan bertanya, kapan Tuhan akan memulihkan kehidupan mereka? Kapan Tuhan akan membalas musuh-musuh bangsa Israel yang selama ini menista mereka dengan merusak dan menghina (menajiskan) Bait Suci (ay. 10-11)? Bahkan tempat kudus dan tempat maha kudus yang seharusnya menjadi tempat paling kudus di seluruh Israel pun dihancurkan.

Apa implikasinya bagi kita yang hidup di masa sekarang ini? Kita harus menyadari bahwa ketika musuh bangsa Israel menyerang Israel dan menguasai Yerusalem, musuh tersebut dikatakan melakukan penistaan ketika mereka merusak, menajiskan dan menghancurkan Bait Suci yang adalah tempat kudus Tuhan. Di sini kita harus menyadari bahwa bagi umat Perjanjian Baru, yang dimaksud dengan Bait Suci adalah diri kita sendiri, yaitu setiap pribadi orang percaya yang memiliki Roh Kudus di dalamnya (1 Kor 6:19-20). Jadi jika dikatakan bahwa penistaan adalah perusakan terhadap tempat kudus atau Bait Suci, maka jika kita tidak berhati-hati dengan diri kita, itu pun juga dapat dikatakan sebagai penistaan.

Tubuh kita adalah Bait Suci karena Roh Allah diam di dalam diri kita. Oleh karena itu, setiap tindakan kita yang merusak tubuh kita, dalam tingkatan tertentu juga dapat menjadi suatu penistaan terhadap Tuhan yang menciptakan kita. Ini bukan berarti kita ketika salah makan dan kita sakit maka itu penistaan terhadap Tuhan. Jika kita melihat konteks 1 Korintus pasal 6, maka kita akan menemukan bahwa sikap merusak tubuh lebih kepada percabulan. Percabulan ini dapat diartikan sebagai percabulan secara jasmani/fisik, yaitu dimana seseorang melakukan hubungan seks dengan orang yang bukan pasangannya. Hal tersebut adalah suatu dosa terhadap tubuh kita.

Namun percabulan juga dapat diartikan sebagai percabulan rohani, yaitu dimana kita tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kekasih jiwa kita. Kita masih bisa disukakan dan disenangkan dengan hal lain selain Tuhan. Kita tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kesenangan kita. Kita masih lebih suka dan senang menikmati mobil baru, rumah baru, kekayaan, karir, pasangan hidup, dan lain sebagainya. Ini adalah perselingkuhan atau perzinahan rohani, yang sama dengan percabulan rohani. Dan jika kita tidak segera bertobat, apa yang kita lakukan bisa menjadi suatu penistaan di hadapan Tuhan.



Bacaan Alkitab: Mazmur 74:1-11
74:1 Nyanyian pengajaran Asaf. Mengapa, ya Allah, Kaubuang kami untuk seterusnya? Mengapa menyala murka-Mu terhadap kambing domba gembalaan-Mu?
74:2 Ingatlah akan umat-Mu yang telah Kauperoleh pada zaman purbakala, yang Kautebus menjadi bangsa milik-Mu sendiri! Ingatlah akan gunung Sion yang Engkau diami.
74:3 Ringankanlah langkah-Mu ke tempat yang rusak terus-menerus; segala-galanya telah dimusnahkan musuh di tempat kudus.
74:4 Lawan-lawan-Mu mengaum di tempat pertemuan-Mu dan telah mendirikan panji-panji mereka sebagai tanda.
74:5 Kelihatannya seperti orang mengayunkan tinggi-tinggi sebuah kapak kepada kayu-kayuan yang lebat,
74:6 dan sekarang ukir-ukirannya seluruhnya dipalu mereka dengan kapak dan beliung;
74:7 mereka menyulut tempat kudus-Mu dengan api, mereka menajiskan tempat kediaman nama-Mu sampai pada tanah;
74:8 mereka berkata dalam hatinya: "Baiklah kita menindas mereka semuanya!" Mereka membakar segala tempat pertemuan Allah di negeri.
74:9 Tanda-tanda kami tidak kami lihat, tidak ada lagi nabi, dan tidak ada di antara kami yang mengetahui berapa lama lagi.
74:10 Berapa lama lagi, ya Allah, lawan itu mencela, dan musuh menista nama-Mu terus-menerus?
74:11 Mengapa Engkau menarik kembali tangan-Mu, menaruh tangan kanan-Mu di dada?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.