Senin, 11 Desember 2017
Bacaan
Alkitab: Yehezkiel 13:1-8
Seperti
anjing hutan di tengah-tengah reruntuhan, begitulah nabi-nabimu, hai Israel!
(Yeh 13:4)
Anjing dan Babi dalam Alkitab (40): Nabi-nabi Palsu =
Anjing
Jika sebelumnya saya sempat menulis
renungan dengan judul yang provokatif, yaitu “gembala yang fasik = anjing”,
maka di renungan kita hari ini kita akan membahas ayat yang hampir sejajar
yaitu bahwa “nabi-nabi palsu = anjing”. Menarik juga karena ayat ini adalah
ayat terakhir di Perjanjian Lama yang memuat kata anjing atau babi. Tentu kita
harus mempersoalkan siapakah yang dimaksud dengan nabi-nabi palsu dalam firman
Tuhan di sini. Jadi sebenarnya Tuhan juga tidak gampangan menyebut seseorang
sebagai anjing. Justru karena para nabi palsu ini sudah jelas-jelas melakukan
kejahatan yang tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga merusak umat
Tuhan, maka mereka disebut sebagai anjing-anjing hutan (ay. 4).
Saya tidak tahu apakah kita lebih suka
dipanggil sebagai “anjing” atau
dipanggil sebagai “anjing hutan”. Kata “anjing hutan” pada ayat 4 tersebut dalam
bahasa aslinya menggunakan kata כְּשֻׁעָלִ֖ים (kə·šu·‘ā·lîm) yang berasal dari kata
dasar שׁוּעָל (shual) yang dapat diartikan sebagai fox atau jackal (rubah atau serigala). Semua jenis anjing adalah binatang yang
haram dan najis bagi bangsa Israel. Namun jika anjing dipandang sebagai
binatang yang najis antara lain karena makanannya juga najis, maka serigala
adalah binatang yang najis tetapi juga berbahaya karena dapat menyerang dan
menggigit.
Jadi menurut pendapat saya, kata anjing
hutan (yang juga dapat disebut sebagai rubah atau serigala), masih merupakan satu
keluarga dengan anjing. Sebenarnya Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) juga sudah menggunakan
kata rubah dan serigala dalam penyusunan Alkitab Terjemahan Baru Bahasa
Indonesia terbitan tahun 1974. Kita dapat melihat kata rubah digunakan di kitab
Kidung Agung (Kid 2:15) dan kata serigala di ayat-ayat lainnya (Mzm 44:19, Yes
11:6, Yer 10:22, Yeh 22:27, dsb). Oleh karena itu saya tetap menggunakan kata “anjing”
di judul saya sesuai dengan konteks serial renungan kita yang sedang membahas
mengenai anjing (termasuk anjing hutan) dan babi dalam Alkitab.
Penyebutan nabi-nabi palsu sebagai
anjing adalah murni merupakan firman Tuhan yang datang kepada nabi Yehezkiel
(ay. 1). Tuhan menyuruh Yehezkiel untuk bernubuat melawan nabi-nabi Israel (ay.
2a). Perhatikan bahwa Tuhan tidak menyuruh Yehezkiel bernubuat melawan
nabi-nabi palsu bangsa Babel atau bangsa Asyur. Padahal jelas-jelas nabi-nabi
di bangsa tersebut menyembah berhala. Tentu Tuhan ingin menekankan bahwa
nabi-nabi di Israel haruslah memiliki standar kenabian yang benar, karena
Israel (dan juga Yehuda) adalah umat pilihan Tuhan di Perjanjian Lama. Tuhan
sedang tidak berurusan dengan nabi-nabi di bangsa-bangsa lainnya, tetapi Tuhan
ingin berperkara dengan orang-orang yang mengaku sebagai nabi di Israel, tetapi
ternyata adalah seorang penipu yang menyesatkan umat Tuhan. Apa saja ciri-ciri
dari nabi-nabi palsu yang disebut Tuhan sebagai anjing tersebut?
Pertama, nabi-nabi palsu adalah mereka yang bernubuat sesuka hatinya saja (ay.
2b). Seorang nabi harus diuji apakah ia menyuarakan suara Tuhan atau hanya menyuarakan
apa yang menjadi kesukaan hatinya saja. Firman Tuhan berkata apabila seorang
nabi terlalu berani untuk mengucapkan demi nama Tuhan perkataan yang tidak
diperintahkan untuk dikatakan, maka nabi itu harus mati (Ul 18:20). Oleh karena
itu tidak sembarang orang memiliki karunia nabi dan bisa menjadi nabi. Namun
demikian, kerohanian Israel dan Yehura telah merosot sampai ke titik terendah pada
masa nabi-nabi besar seperti Yesaya, Yeremia, dan Yehezkiel, sehingga mereka
selaku nabi-nabi Tuhan yang benar harus berhadapan dengan nabi-nabi palsu yang
bernubuat sesuka hatinya saja.
Jika kita mau belajar mengenai isi
kitab nabi-nabi Tuhan, kita akan menemukan bahwa Tuhan mengizinkan bangsa
Israel dan Yehuda dikalahkan oleh musuh mereka karena mereka berdosa di hadapan
Tuhan. Diharapkan dengan mengalami kondisi sulit dan dipermalukan oleh musuh,
mereka suatu saat dapat menyadari kesalahannya dan bertobat. Namun demikian,
nabi-nabi palsu ini justru menyuarakan keamanan, kesejahteraan, bahkan kemenangan
atas musuh tanpa menekankan pertobatan secara proporsional. Nabi-nabi palsu ini
menyuarakan bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan sehingga pasti menang bahkan
lebih dari pemenang tanpa mempersoalkan bagaimana menjadi umat pilihan Tuhan
yang benar di hadapan-Nya dengan standar kesucian hidup yang berkenan di
hadapan Tuhan.
Ini yang disebut sebagai nubuat yang
sesuka hati. Dan jika mau jujur, pada masa itu siapakah rakyat Yehuda yang mau
mendengarkan suara Yesaya, Yeremia, dan Yehezkiel? Bukankah rakyat pasti akan
lebih suka mendengarkan berita yang disampaikan oleh nabi-nabi palsu tersebut?
Di situlah tantangan bagi nabi-nabi Tuhan diuji. Apakah mereka tetap berani
menyampaikan kebenaran firman Tuhan secara konsisten sekalipun mayoritas rakyat
tidak mau mendengar lagi suara Tuhan? Apakah mereka tetap sabar memberitakan
kebenaran sekalipun berkali-kali ditolak, atau bahkan dikatakan sebagai nabi
yang sesat (padahal yang sesat justru adalah nabi-nabi palsu tersebut).
Kedua, nabi-nabi palsu adalah mereka yang mengikuti bisikan hatinya sendiri
meskipun tidak melihat suatu penglihatan dari Tuhan (ay. 3).
Nabi yang benar tidak akan berani menyampaikan apa yang bukan berasal dari
Tuhan. Yehezkiel sendiri beberapa kali mendapatkan penglihatan dari Tuhan
(misalnya di Yeh 1 dan Yeh 10). Dan itulah yang disampaikan Yehezkiel dalam
kitab yang ditulisnya, selain tentu juga ada hal-hal lain yang diperintahkan Tuhan
untuk disampaikan kepada umat Yehuda.
Namun demikian, nabi-nabi palsu sebenarnya
tidak pernah mendapatkan atau melihat suatu penglihatan dari Tuhan. Tetapi
karena begitu bebalnya mereka dan demi untuk mendapatkan untung, mereka berani
mengakui bahwa mereka telah mendapatkan penglihatan dari Tuhan. Padahal itu
sebenarnya hanyalah bisikan hatinya sendiri dan bukanlah penglihatan dari
Tuhan. Mereka tidak segan-segan berbohong dan menipu umat karena hanya dengan
cara demikian, umat-umat Tuhan yang polos (atau yang memang sudah jahat) bisa
percaya kepada mereka. Penglihatan dan hal-hal adikodrati lainnya dicatut untuk
membuat nama nabi-nabi palsu tersebut semakin tersohor. Padahal jika umat
cerdas, mereka dapat menemukan bahwa penglihatan yang satu dan yang lain bisa
tidak sinkron.
Ketiga, nabi-nabi palsu tidak melindungi umat Tuhan (ay. 5). Tugas
seorang nabi adalah menyuarakan kebenaran firman Tuhan kepada umat supaya suara
Tuhan tersebut membuat umat Tuhan semakin hidup benar di pandangan-Nya. Di situ
seorang nabi diibaratkan sebagai orang-orang yang membangun tembok di
sekeliling umat Tuhan supaya mereka tidak kalah oleh musuh. Suara Tuhan itu
mungkin tidak enak didengar dan berat dilakukan, tetapi jika umat mau
melakukan, maka nabi tersebut akan menyelamatkan umat Tuhan yang bertobat.
Sayangnya, nabi-nabi palsu di Yehuda
tidak ada yang berpikir seperti itu. Mereka semua sedang mencari kepentingan
diri mereka sendiri, supaya bisa dipandang terhormat, memperoleh keuntungan
finansial, hingga menjadi orang-orang yang dibela oleh raja dan para pemuka
agama. Oleh karena itu mereka tidak merasa perlu menjadi penjaga bagi umat
Tuhan. Pikiran mereka hanya semata-mata bagaimana mereka dapat memperoleh
keuntungan dari umat yang memandang diri mereka sebagai nabi Tuhan, padahal
mereka sebenarnya adalah nabi-nabi palsu.
Keempat, nabi-nabi palsu suka menipu, berbohong, dan mengucapkan kata-kata
dusta (ay. 6-8a). Sebenarnya kata menipu, berbohong, dan berdusta itu
relatif sama. Nabi-nabi palsu ini sudah biasa menipu umat Tuhan dengan
penglihatan-penglihatan yang bohong, atau dengan ayat-ayat firman Tuhan yang
diselewengkan di luar konteksnya. Sangat mungkin bahwa nabi-nabi palsu di masa
Yehezkiel hidup tersebut mengangkat ayat yang menyatakan bahwa Tuhan akan
membiarkan musuh-musuh Yehuda terpukul kalah oleh bangsa Yehuda (Ul 28:7),
namun ayat tersebut hanya disampaikan tanpa melihat konteks kitab Ulangan pasal
28, dimana di ayat 1 jelas disyaratkan bahwa bangsa Yehuda harus
sungguh-sungguh mendengarkan suara Tuhan dan melakukan firman Tuhan dengan
setia. Bahkan di ayat-ayat selanjutnya, jelas dimuat mengenai kutuk serta peperangan
dan pembuangan yang dialami oleh bangsa Israel jika mereka tidak hidup menurut
jalan Tuhan.
Jadi penipuan yang dilakukan oleh
nabi-nabi palsu bukan hanya menggunakan
penglihatan di luar firman Tuhan, tetapi juga dapat menggunakan ayat-ayat di
dalam kitab suci mereka yang diambil di luar konteks. Oleh karena itu betapa
berbahayanya jika umat Tuhan tidak cerdas dan tidak rajin membaca firman Tuhan
dengan setia. Umat yang tidak cerdas ini akan menjadi sasaran empuk yang mudah dipengaruhi
oleh para nabi palsu tersebut sehingga bisa diperalat dengan mengatasnamakan
agama. Kita tahu bahwa nabi-nabi palsu di zaman Yehezkiel tentu sudah
mempengaruhi para pemuka agama dan bahkan juga raja Yehuda sehingga mereka
tidak melakukan apa yang benar di hadapan Tuhan, tetapi justru semakin tersesat
dalam dosa dan kejahatan yang lebih parah.
Oleh karena itu, tepatlah jika Tuhan
menyebut nabi-nabi palsu ini sebagai anjing atau anjing-anjing hutan yang tinggal
di reruntuhan. Mereka adalah orang-orang najis yang memangsa dan mengorbankan
sesamanya sendiri. Oleh karena mereka telah menyesatkan umat Tuhan, maka Tuhan sendiri
berkata bahwa Tuhan akan menjadi lawan mereka (ay. 8b). Jika kita meneruskan
pembacaan Alkitab kita ke ayat 9 dan seterusnya, kita akan dapat melihat bagaimana
Tuhan akan menghukum nabi-nabi palsu tersebut karena penyesatan yang mereka
lakukan.
Ini menjadi peringatan keras supaya
kita tidak menjadi nabi-nabi palsu di hadapan Tuhan. Khususnya bagi kita yang
saat ini sudah mulai menyampaikan firman Tuhan (baik itu di ibadah-ibadah
keluarga, ibadah sekolah minggu, ibadah pemuda remaja, maupun penulis
blog/renungan seperti saya), kita harus lebih hati-hati lagi dalam menyampaikan
firman Tuhan. Suatu saat kita akan dituntut apakah firman yang kita sampaikan
benar-benar sesuai dengan isi hati Tuhan, ataukah kita hanya mengutarakan
rekaan hati kita dengan memanfaatkan ayat-ayat yang ada demi kepentingan kita
sendiri. Mereka yang sudah menjadi seorang pengkhotbah, pendeta, dan gembala jemaat
tentu juga harus berhati-hati akan ucapannya. Tuhan akan menuntut kita sesuai
dengan apa yang kita ucapkan dan ajarkan. Tidak hanya apakah ucapan dan ajaran
kita sesuai dengan firman Tuhan, tetapi apakah kita sudah melakukannya dan
memberikan teladan bagi jemaat atau umat Tuhan. Jangan jadikan diri kita
sebagai nabi-nabi palsu, melainkan berjuanglah untuk menjadi nabi-nabi Tuhan
yang menyuarakan kebenaran firman Tuhan dengan konsisten dalam kondisi apapun,
bahkan meskipun hanya sedikit orang yang mau mendengar kebenaran tersebut.
Bacaan
Alkitab: Yehezkiel 13:1-8
13:1
Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku:
13:2
"Hai anak manusia, bernubuatlah melawan nabi-nabi Israel, bernubuatlah dan
katakanlah kepada mereka yang bernubuat sesuka hatinya saja: Dengarlah firman TUHAN!
13:3
Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah nabi-nabi yang bebal yang mengikuti
bisikan hatinya sendiri dan yang tidak melihat sesuatu penglihatan.
13:4
Seperti anjing hutan di tengah-tengah reruntuhan, begitulah nabi-nabimu, hai
Israel!
13:5 Kamu tidak
mempertahankan lobang-lobang pada tembokmu dan tidak mendirikan tembok
sekeliling rumah Israel, supaya mereka dapat tetap berdiri di dalam peperangan
pada hari TUHAN.
13:6
Penglihatan mereka menipu dan tenungan mereka adalah bohong; mereka berkata: Demikianlah
firman TUHAN, padahal TUHAN tidak mengutus mereka, dan mereka menanti firman
itu digenapi-Nya.
13:7
Bukankah penglihatan tipuan yang kamu lihat dan tenungan bohong yang kamu
katakan, kalau kamu berkata: Demikianlah firman TUHAN, padahal Aku tidak
berbicara?
13:8 Sebab
itu, beginilah firman Tuhan ALLAH, oleh karena kamu mengatakan kata-kata dusta
dan melihat perkara-perkara bohong, maka Aku akan menjadi lawanmu, demikianlah
firman Tuhan ALLAH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.