Rabu, 15 Februari 2017

Ciri Ahli Taurat dan Orang Farisi (1): Menduduki Kursi Musa



Kamis, 16 Februari 2017
Bacaan Alkitab: Matius 23:1-2
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. (Mat 23:2)


Ciri Ahli Taurat dan Orang Farisi (1): Menduduki Kursi Musa


Mulai hari ini, kita akan membahas salah satu topik penting di dalam sejarah Kekristenan yaitu mengenai ciri-ciri Ahli Taurat dan Orang Farisi dalam Matius 23. Kita tentu tahu bahwa Ahli Taurat dan Orang Farisi adalah orang-orang yang sangat menentang Tuhan Yesus Kristus dan juga orang-orang Kristen pada masa gereja mula-mula. Hal in menyebabkan Tuhan Yesus sangat sering “bentrok” dengan mereka. Bahkan pada Matius 23 ini, hampir 1 pasal menulis mengenai bagaimana Tuhan Yesus sangat mengecam sikap mereka. Apakah sikap mereka yang dikecam Tuhan Yesus? Hal ini yang akan kita pelajari mulai hari ini hingga beberapa hari ke depan.

Perlu diingat bahwa ucapan ini diucapkan Tuhan Yesus tidak hanya kepada murid-murid-Nya, tetapi juga kepada orang banyak (ay. 1). Dalam keempat Injil kita bisa melihat bahwa memang ada hal-hal yang diucapkan Tuhan Yesus secara khusus bagi murid-murid-Nya. Tetapi ada juga hal-hal yang diucapkan kepada orang banyak. Apa yang diucapkan Tuhan Yesus Kristus dalam Matius 23 adalah ucapan untuk orang banyak dan juga kepada murid-murid-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa inti dari ucapan Tuhan Yesus ini adalah sangat penting untuk diketahui oleh semua orang. Tidak hanya para pelayan Tuhan atau para rohaniawan yang harus mengerti, tetapi semua orang Kristen (bahkan menurut pendapat saya pribadi, hal ini juga berlaku bagi orang non Kristen) pun harus mengerti dan memahami ini.

Sebelum melangkah lebih jauh, saya akan jelaskan bahwa pada masa Perjanjian Lama, ketika bangsa Israel (yaitu 12 suku yang adalah anak-anak Yakub) keluar dari tanah Mesir, Tuhan menunjuk suku Lewi dan keturunannya sebagai suku yang akan melayani keimaman bagi bangsa Israel. Oleh karena itu, suku Lewi tidak mendapatkan pembagian tanah seperti 11 suku lainnya melainkan hidup tersebar di antara segenap bangsa Israel. Mereka bertugas sebagai suku imamat yaitu mereka yang melayani suku-suku lainnya sebagai imam dan perantara antara bangsa Israel dengan Tuhan. Singkat cerita, bangsa Israel pecah menjadi 2 kerajaan, yaitu: 1) Kerajaan Selatan (Bangsa Yehuda) yaitu suku Benyamin dan Yehuda dengan ibukota Yerusalem, dimana Bait Allah terdapat di sana; dan 2) Kerajaan Utara (Bangsa Israel) yaitu kesepuluh suku lainnya. Sebagian besar suku Lewi memutuskan pindah ke Kerajaan Selatan karena ada Bait Allah di situ.

Bangsa Israel kemudian dikalahkan bangsa Asyur dan penduduknya ditawan, sehingga 10 suku Israel dianggap sebagai “10 suku yang hilang”. Sisa penduduknya pun kawin campur dengan bangsa lain yang menghasilkan bangsa Samaria di masa Perjanjian Baru. Bangsa Yehuda juga dikalahkan bangsa Babel dan ditawan selama 70 tahun, namun akhirnya kembali lagi ke tanah perjanjian, dan mereka dikenal sebagai bangsa Yahudi di masa Perjanjian Baru.

Pada masa itu, di kalangan rohaniawan Yahudi, mereka dipimpin oleh seorang Imam Besar dari keturunan Lewi, sedangkan orang-orang dari suku Lewi menjadi imam-imam yang bertugas melayani di Bait Suci dan rumah ibadah bangsa Yahudi (sinagoge). Namun seiring perkembangan zaman, ada pula orang-orang dari suku non Lewi yang mau belajar mengenai Hukum Taurat hingga hafal di luar kepala mengenai apa isi Hukum Taurat. Mereka kemudian menjadi pengajar dan penafsir Hukum Taurat dan lalu disebut sebagai Ahli-ahli Taurat dalam masa Perjanjian Baru. Selain itu ada pula suatu kelompok yang antara lain terdiri dari para pengajar dan ahli Taurat yang sangat berpegang kepada Hukum Taurat dan juga adat istiadat nenek moyang bangsa Israel yang kemudian disebut sebagai orang Farisi. Orang Farisi mengikuti Hukum Taurat dan adat istiadat secara ketat, secara hurufiah tanpa pandang bulu.

Memang tidaklah salah menjadi orang yang rajin menyelidiki Hukum Taurat, sama seperti kita yang hidup di masa sekarang ini menjadi orang yang rajin membaca Alkitab. Akan tetapi ada satu hal yang perlu diperhatikan di sini ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa ahli Taurat dan orang Farisi telah menduduki kursi Musa (ay. 2). Musa adalah pemimpin bangsa Israel. Musa dipanggil Allah secara khusus oleh Allah sendiri. Artinya Musa tidak mencari posisi sebagai pemimpin, tetapi Allah sendirilah yang memilihnya. Dan terbukti bahwa Musa melakukan tugasnya dengan baik, walau bangsa Israel yang dipimpinnya seringkali memberontak.

Secara hirarki keimaman, seharusnya pemimpin (rohani) bangsa Yahudi pada masa Perjanjian Baru adalah Imam Besar dan juga para imam. Namun pada kenyataannya, ada orang-orang yang sebenarnya tidak berhak memimpin tetapi justru memaksakan diri menjadi pemimpin. Orang-orang itu adalah para ahli Taurat dan orang Farisi. Ahli Taurat dan orang Farisi sebenarnya berposisi sebagai pengajar, bukan pemimpin. Namun dalam kehidupan rohani bangsa Yahudi pada masa Perjanjian Baru, para ahli Taurat dan orang Farisi ini juga merasa diri sebagai orang yang paling mengerti Hukum Taurat dan merasa diri mereka paling benar. Mereka merasa bahwa dengan pengetahuan mereka dalam hal Hukum Taurat, mereka sudah menjadi orang yang paling suci dan berhak menjadi pemimpin. Mereka merasa bahwa pendapat mereka adalah yang paling benar. Hal inilah yang tidak disukai oleh Tuhan Yesus sehingga hampir selama masa pelayanan-Nya di bumi ini selama 3,5 tahun, Tuhan Yesus sangat sering mengkritik para ahli Taurat dan orang Farisi. Tentu kritikan dan kecaman Tuhan Yesus ini ditujukan supaya mereka dapat bertobat dan mengenal kebenaran yang sejati. Setidaknya ada beberapa orang yang kemungkinan sudah “bertobat”, antara lain: Nikodemus (Yoh 3:1)dan Yusuf dari Arimatea (Mrk 15:43).

Di masa akhir zaman ini, sangat mungkin muncul lagi orang-orang seperti ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka memang memiliki pengetahuan yang banyak mengenai Firman Tuhan, tetapi di sisi lain mereka merasa paling benar dan paling suci. Mereka merasa sudah layak sebagai pemimpin karena sudah tahu ayat-ayat Alkitab. Mereka juga mementingkan adat-istiadat (yaitu kebiasaan yang dilakukan di gereja secara turun-temurun) dan seringkali kebiasaan yang turun-temurun itu juga memiliki posisi yang disejajarkan dengan Firman Tuhan. Orang-orang seperti ini seringkali mempersoalkan hal-hal yang sepele dan dijadikan rumit. Dalam hal persepuluhan misalnya, orang-orang seperti ini akan membuat suatu rumusan perhitungan persepuluhan yang “njelimet”, mulai dari persepuluhan dari penghasilan, dari bunga bank, dari usaha dagang, dari hutang, dari fasilitas yang diterima dan lain sebagainya. Dalam hal puasa misalnya, puasa diatur sedemikian rupa mulai puasa jam berapa sampai jam berapa, atau ada puasa yang tidak boleh makan tetapi boleh minum. Minum disini juga ada yang boleh menggunakan air putih, ada yang boleh menggunakan jus, dan lain sebagainya. Rumusan tersebut memang seakan-akan rohani, tetapi karena sibuknya mengurusi hal demikian, justru hal-hal lainnya yang sering terlupakan, yaitu tujuan persepuluhan ataupun puasa. Percuma jika kita hanya menyusun rumusan-rumusan yang njelimet tetapi tujuan utamanya tidak tercapai. Itulah yang terjadi pada kehidupan para ahli Taurat dan orang Farisi di masa Perjanjian Baru, yang merasa sudah layak menduduki kursi Musa dengan pengetahuan mereka, padahal tujuan ibadah mereka tidak tercapai.




Bacaan Alkitab: Matius 23:1-2
23:1 Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:
23:2 "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.