Kamis, 16 Februari 2017
Bacaan
Alkitab: Matius 23:1-2
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. (Mat
23:2)
Ciri Ahli Taurat dan Orang Farisi (1): Menduduki Kursi
Musa
Mulai hari ini, kita akan membahas
salah satu topik penting di dalam sejarah Kekristenan yaitu mengenai ciri-ciri
Ahli Taurat dan Orang Farisi dalam Matius 23. Kita tentu tahu bahwa Ahli Taurat
dan Orang Farisi adalah orang-orang yang sangat menentang Tuhan Yesus Kristus
dan juga orang-orang Kristen pada masa gereja mula-mula. Hal in menyebabkan
Tuhan Yesus sangat sering “bentrok” dengan mereka. Bahkan pada Matius 23 ini,
hampir 1 pasal menulis mengenai bagaimana Tuhan Yesus sangat mengecam sikap
mereka. Apakah sikap mereka yang dikecam Tuhan Yesus? Hal ini yang akan kita
pelajari mulai hari ini hingga beberapa hari ke depan.
Perlu diingat bahwa ucapan ini
diucapkan Tuhan Yesus tidak hanya kepada murid-murid-Nya, tetapi juga kepada
orang banyak (ay. 1). Dalam keempat Injil kita bisa melihat bahwa memang ada
hal-hal yang diucapkan Tuhan Yesus secara khusus bagi murid-murid-Nya. Tetapi
ada juga hal-hal yang diucapkan kepada orang banyak. Apa yang diucapkan Tuhan
Yesus Kristus dalam Matius 23 adalah ucapan untuk orang banyak dan juga kepada
murid-murid-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa inti dari ucapan Tuhan Yesus ini
adalah sangat penting untuk diketahui oleh semua orang. Tidak hanya para
pelayan Tuhan atau para rohaniawan yang harus mengerti, tetapi semua orang
Kristen (bahkan menurut pendapat saya pribadi, hal ini juga berlaku bagi orang
non Kristen) pun harus mengerti dan memahami ini.
Sebelum melangkah lebih jauh, saya akan
jelaskan bahwa pada masa Perjanjian Lama, ketika bangsa Israel (yaitu 12 suku
yang adalah anak-anak Yakub) keluar dari tanah Mesir, Tuhan menunjuk suku Lewi
dan keturunannya sebagai suku yang akan melayani keimaman bagi bangsa Israel.
Oleh karena itu, suku Lewi tidak mendapatkan pembagian tanah seperti 11 suku
lainnya melainkan hidup tersebar di antara segenap bangsa Israel. Mereka
bertugas sebagai suku imamat yaitu mereka yang melayani suku-suku lainnya
sebagai imam dan perantara antara bangsa Israel dengan Tuhan. Singkat cerita,
bangsa Israel pecah menjadi 2 kerajaan, yaitu: 1) Kerajaan Selatan (Bangsa
Yehuda) yaitu suku Benyamin dan Yehuda dengan ibukota Yerusalem, dimana Bait
Allah terdapat di sana; dan 2) Kerajaan Utara (Bangsa Israel) yaitu kesepuluh
suku lainnya. Sebagian besar suku Lewi memutuskan pindah ke Kerajaan Selatan
karena ada Bait Allah di situ.
Bangsa Israel kemudian dikalahkan
bangsa Asyur dan penduduknya ditawan, sehingga 10 suku Israel dianggap sebagai
“10 suku yang hilang”. Sisa penduduknya pun kawin campur dengan bangsa lain
yang menghasilkan bangsa Samaria di masa Perjanjian Baru. Bangsa Yehuda juga
dikalahkan bangsa Babel dan ditawan selama 70 tahun, namun akhirnya kembali
lagi ke tanah perjanjian, dan mereka dikenal sebagai bangsa Yahudi di masa
Perjanjian Baru.
Pada masa itu, di kalangan rohaniawan
Yahudi, mereka dipimpin oleh seorang Imam Besar dari keturunan Lewi, sedangkan
orang-orang dari suku Lewi menjadi imam-imam yang bertugas melayani di Bait
Suci dan rumah ibadah bangsa Yahudi (sinagoge). Namun seiring perkembangan
zaman, ada pula orang-orang dari suku non Lewi yang mau belajar mengenai Hukum
Taurat hingga hafal di luar kepala mengenai apa isi Hukum Taurat. Mereka kemudian
menjadi pengajar dan penafsir Hukum Taurat dan lalu disebut sebagai Ahli-ahli
Taurat dalam masa Perjanjian Baru. Selain itu ada pula suatu kelompok yang
antara lain terdiri dari para pengajar dan ahli Taurat yang sangat berpegang
kepada Hukum Taurat dan juga adat istiadat nenek moyang bangsa Israel yang
kemudian disebut sebagai orang Farisi. Orang Farisi mengikuti Hukum Taurat dan
adat istiadat secara ketat, secara hurufiah tanpa pandang bulu.
Memang tidaklah salah menjadi orang
yang rajin menyelidiki Hukum Taurat, sama seperti kita yang hidup di masa
sekarang ini menjadi orang yang rajin membaca Alkitab. Akan tetapi ada satu hal
yang perlu diperhatikan di sini ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa ahli Taurat
dan orang Farisi telah menduduki kursi Musa (ay. 2). Musa adalah pemimpin
bangsa Israel. Musa dipanggil Allah secara khusus oleh Allah sendiri. Artinya
Musa tidak mencari posisi sebagai pemimpin, tetapi Allah sendirilah yang
memilihnya. Dan terbukti bahwa Musa melakukan tugasnya dengan baik, walau
bangsa Israel yang dipimpinnya seringkali memberontak.
Secara hirarki keimaman, seharusnya
pemimpin (rohani) bangsa Yahudi pada masa Perjanjian Baru adalah Imam Besar dan
juga para imam. Namun pada kenyataannya, ada orang-orang yang sebenarnya tidak
berhak memimpin tetapi justru memaksakan diri menjadi pemimpin. Orang-orang itu
adalah para ahli Taurat dan orang Farisi. Ahli Taurat dan orang Farisi
sebenarnya berposisi sebagai pengajar, bukan pemimpin. Namun dalam kehidupan
rohani bangsa Yahudi pada masa Perjanjian Baru, para ahli Taurat dan orang
Farisi ini juga merasa diri sebagai orang yang paling mengerti Hukum Taurat dan
merasa diri mereka paling benar. Mereka merasa bahwa dengan pengetahuan mereka
dalam hal Hukum Taurat, mereka sudah menjadi orang yang paling suci dan berhak
menjadi pemimpin. Mereka merasa bahwa pendapat mereka adalah yang paling benar.
Hal inilah yang tidak disukai oleh Tuhan Yesus sehingga hampir selama masa
pelayanan-Nya di bumi ini selama 3,5 tahun, Tuhan Yesus sangat sering
mengkritik para ahli Taurat dan orang Farisi. Tentu kritikan dan kecaman Tuhan Yesus
ini ditujukan supaya mereka dapat bertobat dan mengenal kebenaran yang sejati.
Setidaknya ada beberapa orang yang kemungkinan sudah “bertobat”, antara lain: Nikodemus
(Yoh 3:1)dan Yusuf dari Arimatea (Mrk 15:43).
Di masa akhir zaman ini, sangat mungkin
muncul lagi orang-orang seperti ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka memang memiliki
pengetahuan yang banyak mengenai Firman Tuhan, tetapi di sisi lain mereka
merasa paling benar dan paling suci. Mereka merasa sudah layak sebagai pemimpin
karena sudah tahu ayat-ayat Alkitab. Mereka juga mementingkan adat-istiadat (yaitu
kebiasaan yang dilakukan di gereja secara turun-temurun) dan seringkali
kebiasaan yang turun-temurun itu juga memiliki posisi yang disejajarkan dengan
Firman Tuhan. Orang-orang seperti ini seringkali mempersoalkan hal-hal yang sepele
dan dijadikan rumit. Dalam hal persepuluhan misalnya, orang-orang seperti ini akan
membuat suatu rumusan perhitungan persepuluhan yang “njelimet”, mulai dari persepuluhan
dari penghasilan, dari bunga bank, dari usaha dagang, dari hutang, dari fasilitas
yang diterima dan lain sebagainya. Dalam hal puasa misalnya, puasa diatur
sedemikian rupa mulai puasa jam berapa sampai jam berapa, atau ada puasa yang tidak
boleh makan tetapi boleh minum. Minum disini juga ada yang boleh menggunakan
air putih, ada yang boleh menggunakan jus, dan lain sebagainya. Rumusan tersebut
memang seakan-akan rohani, tetapi karena sibuknya mengurusi hal demikian,
justru hal-hal lainnya yang sering terlupakan, yaitu tujuan persepuluhan
ataupun puasa. Percuma jika kita hanya menyusun rumusan-rumusan yang njelimet
tetapi tujuan utamanya tidak tercapai. Itulah yang terjadi pada kehidupan para ahli
Taurat dan orang Farisi di masa Perjanjian Baru, yang merasa sudah layak
menduduki kursi Musa dengan pengetahuan mereka, padahal tujuan ibadah mereka
tidak tercapai.
Bacaan
Alkitab: Matius 23:1-2
23:1 Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya,
kata-Nya:
23:2 "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi
Musa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.