Minggu, 19 Februari 2017
Bacaan
Alkitab: Matius 23:5-7
Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang;
mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang. (Mat 23:5)
Ciri Ahli Taurat dan Orang Farisi (4): Hanya Supaya
Dilihat Orang Lain
Ketika manusia melakukan suatu tindakan
atau perbuatan, tentu ada motivasi di balik tindakan tersebut. Katakanlah
ketika seseorang mencuri, ada yang mencuri karena memang hatinya sudah jahat
dan gelap (mencuri sudah sebagai kebiasaan), ada juga orang yang mencuri karena
terpaksa, misalnya karena tidak punya uang sedangkan anaknya sakit dan ia harus
segera membutuhkan uang untuk membawanya ke rumah sakit. Ada juga orang yang
mencuri karena ia tidak tahu bahwa barang yang diambil adalah milik orang lain.
Jika para pembaca masih ingat, ada kejadian dimana seorang ibu atau nenek yang
mengambil kayu sebagai kayu bakar di hutan dekat rumahnya, yang ternyata kayu
itu ada di wilayah milik perusahaan, sehingga ibu atau nenek itu akhirnya
berurusan dengan hukum, karena dianggap mencuri, padahal ibu atau nenek itu
mungkin berpikiran bahwa dia sedang mengambil kayu di hutan yang tidak ada
pemiliknya.
Urusan motivasi ini memang sulit untuk
dibedakan. Hal tersebut dikarenakan motivasi ada di dalam hati dan sulit untuk
dibedakan dari luar, apalagi bagi orang awam. Tidak heran jika ada sejumlah
tokoh yang maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), dan kadang-kadang
(atau sering kali) kita tidak tahu motivasi di balik majunya tokoh tersebut
dalam pilkada. Mungkin kita baru tahu bahwa motivasi tokoh tersebut tidak benar
ketika di kemudian hari ia tersangkut sejumlah kasus korupsi atau
penyalahgunaan wewenang.
Demikian juga dengan para ahli Taurat
dan orang Farisi di masa Perjanjian Baru. Dari luar mereka terlihat sebagai
orang yang sempurna. Bagaimana tidak, mereka memakai pakaian khusus yang menunjukkan
bahwa mereka adalah ahli-ahli agama. Mereka memakai tali sembahyang yang lebar
dan jumbai yang panjang-panjang (ay. 5b). Tidak hanya dalam pakaian, dalam
ibadah-ibadah pun mereka berbondong-bondong dan berjuang untuk duduk di dalam
tempat terdepan di rumah ibadat (ay. 6b). Ini terkadang kebalikan dari orang
Indonesia yang suka duduk di belakang dan tidak suka duduk di depan. Tetapi
bagi ahli Taurat dan orang Farisi, dengan mereka duduk di depan, maka mereka
akan terlihat sebagai pemimpin dan orang yang terhormat. Mereka akan terlihat
oleh orang banyak di belakang, dan mereka akan terlihat menonjol (apalagi
dengan pakaian yang mereka pakai).
Tidak hanya dalam ibadah, dalam
keseharian (seperti dalam perjamuan makan) pun mereka suka duduk di tempat yang
terhormat (ay. 6a). Ini menunjukkan sikap ingin dihormati dan dihargai yang
tidak sepatutnya. Sah-sah saja jika seeorang dihormati dalam suatu perjamuan,
tetapi dalam konteks perjamuan di masa itu, ada tempat-tempat yang memang
sengaja “diperuntukkan” bagi orang yang dihormati. Para ahli Taurat dan orang
Farisi berebut untuk duduk di tempat tersebut. Bagi mereka, salah satu bentuk “kehormatan”
yang dirasakan adalah ketika mereka bisa duduk di tempat-tempat yang diperuntukkan
bagi orang-orang yang dihormati.
Bahkan di pasar pun mereka sangat
senang jika dihormati atau disapa dengan sebutan “rabi” yang artinya adalah
guru (ay. 7). Memang kita yang hidup di budaya timur juga biasa menghormati
orang lain di tempat-tempat umum ketika bertemu. Tetapi para ahli Taurat dan
orang Farisi ini memakai jubah kebanggaannya dan kemudian berkeliling pasar
atau tempat umum lainnya supaya orang lain yang bertemu dengannya memberikan
penghormatan. Mereka suka dipanggil sebagai rabi atau guru karena dengan
demikian, mereka merasa memiliki pengetahuan lebih dalam hal Hukum Taurat atau
ibadah bangsa Yahudi.
Dalam hal ini jelas bahwa Tuhan Yesus
menekankan kepada para ahli Taurat dan orang Farisi bahwa yang terpenting
bukanlah apa pandangan orang atau penghormatan orang kepada kita, tetapi yang
lebih penting lagi adalah pandangan Tuhan kepada kita. Percuma jika orang lain
menghormati kita tetapi Tuhan tidak memandang kita. Percuma apabila kita bisa
duduk di tempat-tempat terhormat karena status kita, tetapi Tuhan tidak memandang
kita sebagai orang terhormat. Dan suka atau tidak suka, hal seperti ini banyak
terjadi di kalangan pemimpin agama, termasuk para pengkhotbah dan pendeta di
gereja. Tidak heran ada pendeta yang berebut jabatan di sinode atau ada pendeta
yang saling menjatuhkan dan menjelekkan satu sama lain.
Kita mungkin tidak tahu 100% apa motivasi
mereka melakukan itu, tetapi dengan mengerti kebenaran Firman Tuhan maka kita
akan menjadi cerdas. Kita akan mulai mengerti dan dapat membedakan mana-mana
saja tindakan yang bertujuan untuk dilihat orang (ay. 5a) dan mana yang memang
benar-benar tulus bukan untuk mencari kehormatan mereka sendiri. Mungkin juga
ada pelayan Tuhan yang juga masih mencari kehormatan bagi diri mereka sendiri, misalnya
melayani dengan baju bagus supaya dipandang orang. Tapi bagi orang-orang seperti
ini, mereka sesungguhnya tidak sedang melayani Tuhan. Suatu saat, mereka tidak
akan dipandang bahkan tidak dikenal oleh Tuhan (Mat 7:21-23). Betapa celakanya
pelayanan yang hanya didasarkan supaya dilihat orang dan bukan dilihat Tuhan.
Bacaan
Alkitab: Matius 23:5-7
23:5 Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat
orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;
23:6 mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat
terdepan di rumah ibadat;
23:7 mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.