Kamis, 16 Februari 2017

Ciri Ahli Taurat dan Orang Farisi (4): Hanya Supaya Dilihat Orang Lain



Minggu, 19 Februari 2017
Bacaan Alkitab: Matius 23:5-7
Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang. (Mat 23:5)


Ciri Ahli Taurat dan Orang Farisi (4): Hanya Supaya Dilihat Orang Lain


Ketika manusia melakukan suatu tindakan atau perbuatan, tentu ada motivasi di balik tindakan tersebut. Katakanlah ketika seseorang mencuri, ada yang mencuri karena memang hatinya sudah jahat dan gelap (mencuri sudah sebagai kebiasaan), ada juga orang yang mencuri karena terpaksa, misalnya karena tidak punya uang sedangkan anaknya sakit dan ia harus segera membutuhkan uang untuk membawanya ke rumah sakit. Ada juga orang yang mencuri karena ia tidak tahu bahwa barang yang diambil adalah milik orang lain. Jika para pembaca masih ingat, ada kejadian dimana seorang ibu atau nenek yang mengambil kayu sebagai kayu bakar di hutan dekat rumahnya, yang ternyata kayu itu ada di wilayah milik perusahaan, sehingga ibu atau nenek itu akhirnya berurusan dengan hukum, karena dianggap mencuri, padahal ibu atau nenek itu mungkin berpikiran bahwa dia sedang mengambil kayu di hutan yang tidak ada pemiliknya.

Urusan motivasi ini memang sulit untuk dibedakan. Hal tersebut dikarenakan motivasi ada di dalam hati dan sulit untuk dibedakan dari luar, apalagi bagi orang awam. Tidak heran jika ada sejumlah tokoh yang maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), dan kadang-kadang (atau sering kali) kita tidak tahu motivasi di balik majunya tokoh tersebut dalam pilkada. Mungkin kita baru tahu bahwa motivasi tokoh tersebut tidak benar ketika di kemudian hari ia tersangkut sejumlah kasus korupsi atau penyalahgunaan wewenang.

Demikian juga dengan para ahli Taurat dan orang Farisi di masa Perjanjian Baru. Dari luar mereka terlihat sebagai orang yang sempurna. Bagaimana tidak, mereka memakai pakaian khusus yang menunjukkan bahwa mereka adalah ahli-ahli agama. Mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang-panjang (ay. 5b). Tidak hanya dalam pakaian, dalam ibadah-ibadah pun mereka berbondong-bondong dan berjuang untuk duduk di dalam tempat terdepan di rumah ibadat (ay. 6b). Ini terkadang kebalikan dari orang Indonesia yang suka duduk di belakang dan tidak suka duduk di depan. Tetapi bagi ahli Taurat dan orang Farisi, dengan mereka duduk di depan, maka mereka akan terlihat sebagai pemimpin dan orang yang terhormat. Mereka akan terlihat oleh orang banyak di belakang, dan mereka akan terlihat menonjol (apalagi dengan pakaian yang mereka pakai). 

Tidak hanya dalam ibadah, dalam keseharian (seperti dalam perjamuan makan) pun mereka suka duduk di tempat yang terhormat (ay. 6a). Ini menunjukkan sikap ingin dihormati dan dihargai yang tidak sepatutnya. Sah-sah saja jika seeorang dihormati dalam suatu perjamuan, tetapi dalam konteks perjamuan di masa itu, ada tempat-tempat yang memang sengaja “diperuntukkan” bagi orang yang dihormati. Para ahli Taurat dan orang Farisi berebut untuk duduk di tempat tersebut. Bagi mereka, salah satu bentuk “kehormatan” yang dirasakan adalah ketika mereka bisa duduk di tempat-tempat yang diperuntukkan bagi orang-orang yang dihormati.

Bahkan di pasar pun mereka sangat senang jika dihormati atau disapa dengan sebutan “rabi” yang artinya adalah guru (ay. 7). Memang kita yang hidup di budaya timur juga biasa menghormati orang lain di tempat-tempat umum ketika bertemu. Tetapi para ahli Taurat dan orang Farisi ini memakai jubah kebanggaannya dan kemudian berkeliling pasar atau tempat umum lainnya supaya orang lain yang bertemu dengannya memberikan penghormatan. Mereka suka dipanggil sebagai rabi atau guru karena dengan demikian, mereka merasa memiliki pengetahuan lebih dalam hal Hukum Taurat atau ibadah bangsa Yahudi. 

Dalam hal ini jelas bahwa Tuhan Yesus menekankan kepada para ahli Taurat dan orang Farisi bahwa yang terpenting bukanlah apa pandangan orang atau penghormatan orang kepada kita, tetapi yang lebih penting lagi adalah pandangan Tuhan kepada kita. Percuma jika orang lain menghormati kita tetapi Tuhan tidak memandang kita. Percuma apabila kita bisa duduk di tempat-tempat terhormat karena status kita, tetapi Tuhan tidak memandang kita sebagai orang terhormat. Dan suka atau tidak suka, hal seperti ini banyak terjadi di kalangan pemimpin agama, termasuk para pengkhotbah dan pendeta di gereja. Tidak heran ada pendeta yang berebut jabatan di sinode atau ada pendeta yang saling menjatuhkan dan menjelekkan satu sama lain. 

Kita mungkin tidak tahu 100% apa motivasi mereka melakukan itu, tetapi dengan mengerti kebenaran Firman Tuhan maka kita akan menjadi cerdas. Kita akan mulai mengerti dan dapat membedakan mana-mana saja tindakan yang bertujuan untuk dilihat orang (ay. 5a) dan mana yang memang benar-benar tulus bukan untuk mencari kehormatan mereka sendiri. Mungkin juga ada pelayan Tuhan yang juga masih mencari kehormatan bagi diri mereka sendiri, misalnya melayani dengan baju bagus supaya dipandang orang. Tapi bagi orang-orang seperti ini, mereka sesungguhnya tidak sedang melayani Tuhan. Suatu saat, mereka tidak akan dipandang bahkan tidak dikenal oleh Tuhan (Mat 7:21-23). Betapa celakanya pelayanan yang hanya didasarkan supaya dilihat orang dan bukan dilihat Tuhan.



Bacaan Alkitab: Matius 23:5-7
23:5 Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;
23:6 mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat;
23:7 mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.