Jumat, 10 Februari 2017

Jangan Berdusta Melawan Kebenaran!



Minggu, 12 Februari 2017
Bacaan Alkitab: Yakobus 3:13-15
Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! (Yak 3:14)


Jangan Berdusta Melawan Kebenaran!


Di masa-masa sekarang ini, kita dihadapkan pada kondisi dimana sebagian pihak saling melaporkan akibat perkataan yang diucapkan oleh pihak lainnya. Mereka berdalih bahwa ucapan yang dilontarkan oleh pihak lain tersebut adalah perkataan yang menista paham yang dianut, atau melawan kebenaran. Kondisi akhir-akhir ini membuat banyak orang menjadi bingung karena semua pihak sama-sama mengklaim bahwa mereka sedang berada di pihak yang benar. Tidak jarang karena pembelaan mereka terhadap paham yang mereka anggap benar, maka terjadilah aksi, demonstrasi bahkan pengrusakan yang dilakukan dengan dalih “membela kebenaran”. 

Alkitab sendiri menulis bahwa jika seseorang adalah bijak dan berbudi, maka ia harus hidup dengan cara yang baik pula. Kualitas kebijakan dan budi seseorang akan terlihat dari perbuatannya yang penuh hikmat, yaitu perbuatannya yang lahir dari kelemahlembutan (ay. 13). Tentu di sini kelemahlembutan tidak berarti lemah dan tidak berdaya. Akan tetapi, kelemahlembutan di sini merujuk pada sikap Tuhan Yesus yang  tetap membela kebenaran, walau pada akhirnya Ia dihina, disiksa, bahkan disalib. Pada saat menderita pun, Tuhan Yesus telah memberikan teladan untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Dalam penderitaan-Nya yang luar biasa, tidak ada satu kata pun yang salah yang terucap dari mulut Tuhan Yesus. Bahkan, dalam penderitaan-Nya dan saat-saat terakhir menghadapi kematian, Tuhan Yesus berkata “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34). Sikap yang sama juga dimiliki oleh pengikut-pengikut-Nya, seperti Stefanus yang walaupun sedang dilempari batu karena mempertahankan imannya, ia juga berkata hal yang sama yaitu “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” (Kis 7:60). Jelaslah bahwa sikap kelemahlembutan itu harus ada dalam diri setiap orang yang mengaku sebagai orang Kristen, yaitu pengikut Kristus.

Namun di masa gereja mula-mula, masalah pun sudah mulai timbul. Ada orang-orang dalam jemaat yang memiliki perasaan iri hati dan mementingkan diri sendiri (ay. 14a). Mulai ada gesekan dan perselisihan dalam jemaat. Dan kalau kita membaca ayat-ayat selanjutnya, kita mengerti bahwa ada orang-orang yang egois dan memanfaatkan iman mereka (agama Kristen) untuk kepentingan mereka sendiri. Terkait dengan hal tersebut, Yakobus mengingatkan agar orang percaya tidak memegahkan diri sendiri, dan dalam segala hal, jangan berdusta melawan kebenaran (ay. 14b).

Apakah hubungannya antara iri hati dan mementingkan diri sendiri dengan berdusta melawan kebenaran? Tentu kita tahu bahwa ketika seseorang merasa dirinya paling hebat, paling penting, dan paling  terhormat, maka orang tersebut akan menggunakan segala macam cara supaya ia tetap terhormat. Bahkan ia akan mempengaruhi orang lain (jemaat lain) untuk boleh menghormatinya dan membuat posisinya sebagai yang terpenting. Jika orang ini adalah pemimpin jemaat, ia akan menjaga “tahta”nya supaya tidak diusik oleh orang lain. Jika perlu, ia akan membangun suatu dinasti atau rezim yang diisi oleh orang-orang terdekatnya, antara lain keluarganya. Memang tidak salah jika anak seorang pemimpin rohani melanjutkan pelayanan ayahnya karena memang anak tersebut dipandang mampu dan memiliki kualifikasi serta kompetensi untuk meneruskan kepemimpinan ayahnya. Tetapi akan menjadi salah besar dan sesat jika seorang pemimpin menyerahkan pelayanan kepada anaknya hanya karena supaya uang persembahan jemaat tetap dapat masuk ke keluarganya.

Jika pemimpin rohani memiliki perasaan iri hati dan mementingkan kepentingannya sendiri, maka hampir dapat dipastikan bahwa isi khotbah yang disampaikan juga akan berpusat pada bagaimana ia boleh semakin dipandang terhormat di mata jemaat, misalnya melalui kesaksian-kesaksian dirinya yang luar biasa, melalui pengalaman-pengalaman hidupnya yang sudah pergi ke luar negeri, dan lain sebagainya. Ia juga akan membuat kepentingan dirinya seolah-olah adalah kepentingan Tuhan. Misal ketika ia membangun gereja, maka ia akan mengatakan bahwa ia sedang membangun gereja untuk kepentingan Tuhan, padahal jika gereja tersebut sudah dibangun, hanya namanya yang diagung-agungkan. Bahkan juga bisa terjadi, pemimpin rohani tersebut akan merasa sebagai satu-satunya wakil Tuhan di gereja tersebut, sehingga semua orang yang mau dijawab doanya, harus didoakan oleh si pemimpin rohani, atau bahwa Tuhan hanya memberikan wahyu kepada si pemimpin jemaat, sehingga jemaat harus tunduk sepenuhnya kepadanya. Perkataan si pemimpin dianggap sebagai perkataan Tuhan dan jemaat tidak boleh meragukannya sedikitpun. Jika perkataan si pemimpin berbeda dengan isi kitab suci, maka pemimpin rohani tersebut akan membela perkataannya dengan memutarbalikkan isi Firman Tuhan dengan mengutip ayat-ayat yang mungkin tidak sesuai konteksnya. Jika hal ini terjadi, pemimpin rohani tersebut tentu tidak akan mau “disaingi” oleh orang lain. Ia akan marah besar jika ada jemaat yang menjadi cerdas dan kemudian mengkritisi kepemimpinannya. Tidak jarang, khotbah yang disampaikan pun mulai menurun standarnya supaya tidak ada jemaat yang menjadi lebih cerdas dari dirinya.

Jika itu yang terjadi, maka itu bukanlah berasal dari Tuhan. Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia (yaitu iri hati dan mementingkan diri sendiri) dan juga dari setan-setan (yaitu supaya jemaat menjadi tidak cerdas sehingga tidak dapat menjadi manusia-manusia yang berkarakter ilahi seperti yang diingini oleh Tuhan) (ay. 15). Jadi betapa berbahayanya sikap iri hati dan mementingkan diri sendiri. Jika itu tidak segera diatasi, maka yang terjadi adalah dusta melawan kebenaran. Dan dusta melawan kebenaran adalah dusta juga melawan Tuhan. Mari kita belajar sungguh-sungguh mengenai kebenaran ini, supaya kita jangan sampai berdusta melawan kebenaran. Jangan sampai kita membelokkan jalan kebenaran hanya untuk kepentingan kita sendiri. Jangan kita memutarbalikkan kebenaran hanya karena kita iri hati. Biarlah kita boleh hidup di dalam kebenaran, menurut kebenaran, sampai akhir hidup kita, kita tetap membela kebenaran yang sungguh-sungguh benar tersebut.


Bacaan Alkitab: Yakobus 3:13-15
3:13 Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan.
3:14 Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran!
3:15 Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.