Jumat, 10 Februari 2017

Ciri Hikmat yang Benar



Senin, 13 Februari 2017
Bacaan Alkitab: Yakobus 3:16-18
Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. (Yak 3:17)


Ciri Hikmat yang Benar


Masih melanjutkan renungan saya sebelumnya, memang sikap iri hati dan mementingkan diri sendiri itu akan mengakibatkan masalah yang serius di masa yang akan datang. Ketika ada iri hati dan sikap mementingkan diri sendiri, maka di situ akan mulai muncul kekacauan dan perbuatan jahat (ay. 16). Mungkin pada awalnya kekacauan tersebut tidak terlalu terlihat. Demikian juga perbuatan jahat juga tidak akan terlalu terlihat. Namun lama kelamaan, ketika iri hati dan sikap mementingkan diri sendiri tersebut tidak segera diatasi dan diselesaikan, maka pasti kekacauan dan segala macam perbuatan jahat akan timbul. Mulai ada masalah-masalah dan konflik yang semakin besar, yang terjadi karena masalah kecil tidak segera diselesaikan.

Akibatnya, akan terjadi saling tuduh-menuduh dan rasa saling tidak percaya di antara jemaat. Dalam hal ini, satu-satunya yang harus dilakukan oleh jemaat adalah menjaga dirinya tetap dalam kebenaran. Ketika terjadi konflik di dalam jemaat yang disebabkan karena sikap iri hati dan mementingkan diri sendiri, jemaat harus tetap berpegang pada kebenaran, dan meminta hikmat kepada Tuhan untuk dapat dilakukan dalam hidupnya. 

Tentu bicara mengenai hikmat, mereka yang iri dan mementingkan diri sendiri juga pasti akan berkata bahwa mereka berhikmat. Apalagi jika yang iri dan mementingkan diri sendiri adalah pemimpin rohani, pastilah mereka akan mengutip ayat-ayat dan menunjukkan bahwa mereka pun memiliki hikmat, bahkan mungkin mereka sudah hafal seluruh isi kitab suci yaitu isi hikmat tersebut. Menghadapi orang seperti ini, kita harus mengerti ciri-ciri hikmat yang benar, yaitu hikmat yang berasal dari atas (dari Tuhan), yaitu (ay. 17):
  •  Murni, artinya adalah hikmat tersebut benar-benar “diekstrak” dari kebenaran Firman Tuhan. Tentu dalam hal ini kita perlu menjadi dewasa untuk dapat membedakan mana hikmat yang benar-benar murni, dan mana hikmat yang sudah “ditambah-tambahi” dengan pengalaman subyektif yang sebenarnya tidak membangun iman sama sekali, tetapi ditambahkan hanya untuk membela kepentingan pihak-pihak tertentu.

  • Pendamai, artinya dalam segala hal hikmat tersebut harus berorientasi bagaimana tidak memperkeruh suasana, tetapi bertujuan untuk mendamaikan antar manusia dan juga antara manusia dengan Tuhan. Memang hal ini agak sulit dibedakan, karena sikap kita yang bertujuan untuk mendamaikan orang bisa dipandang sebagai sikap memprovokasi, apalagi jika orang-orang yang  bermasalah adalah para pemimpin rohani yang iri hati dan mementingkan diri sendiri
  • Peramah, artinya dalam mengatasi konflik, hikmat Tuhan akan menuntun kita untuk mengucapkan kata-kata dengan ramah. Tidak mungkin hikmat yang dari Tuhan membuat kita datang ke rumah orang lalu melabrak dengan kata-kata yang kasar. Tetapi hikmat yang dari atas akan membuat kita dapat memberikan jawaban tetap dengan kepala yang dingin, meskipun kita sedang difitnah sekalipun.
  • Penurut, artinya kita mencoba menuruti kebenaran Firman Tuhan dengan lengkap. Hikmat yang dari atas akan membuat kita mengerti seluruh kebenaran Firman Tuhan dan tidak hanya sepotong-sepotong. Orang yang memiliki hikmat yang salah justru akan menekankan 1 ayat di luar konteks (yaitu ayat yang ditujukan untuk membela dirinya) tetapi tidak mau disodorkan ayat lain yang tidak sesuai dengan pendapatnya
  • Penuh belas kasihan, artinya sikap kita ditujukan karena kita mengasihi orang lain. Bahkan kita mungkin saja mengalah demi orang lain memperoleh kesempatan untuk tetap mengenal kebenaran dan dimungkinkan untuk diselamatkan. Sementara hikmat yang salah akan membuat orang membela dirinya sendiri dengan “ngawur” tanpa memikirkan akibatnya kepada jiwa-jiwa yang ada. Hikmat yang salah tidak akan peduli jika orang lain tidak diselamatkan, tetapi hanya peduli bagaimana jiwanya disukakan di dunia ini.
  • Menghasilkan buah-buah yang baik, artinya hikmat tersebut akan tercermin dari buah-buah kehidupan yang dapat dilihat oleh orang-orang di sekitar kita. Orang yang memiliki hikmat dari Tuhan akan terlihat dari kualitas hidupnya yang nyaris tanpa cela karena ia berusaha untuk hidup sesuai kebenaran dan membuat orang lain melihat Tuhan yang nyata dalam hidupnya.
  • Tidak memihak, artinya hikmat yang dari Tuhan akan tetap konsisten. Ia tidak akan memihak ke orang yang kaya, sama halnya dengan tidak memihak ke orang yang miskin. Hidupnya akan memancarkan keadilan yang sama kepada orang kaya maupun orang miskin, kepada pemimpin maupun kepada orang yang rendah.
  • Tidak munafik, artinya hikmat yang dari Tuhan pasti tidak akan membuat orang tersebut memakai topeng. Orang yang memiliki hikmat dari Tuhan tidak akan bermuka dua, satu muka yang terlihat alim ketika pelayanan, dan muka aslinya ketika di rumah. Perkataannya akan sama dengan perbuatannya. Hatinya lurus dan tulus. Apa yang ada di hatinya, itulah yang terlihat dari perkataan maupun perbuatannya.
Memang tidak mudah memiliki hikmat yang benar. Tetapi jika kita bisa memperoleh ini, maka kita sungguh-sungguh adalah anak-anak Allah. Buah-buah kebenaran yang kita miliki harus kita taburkan dalam damai supaya menjadi berkat bagi orang lain (ay. 18). Dalam hal inilah kita akan disebut sebagai anak-anak Allah, yaitu ketika buah kebenaran itu boleh membawa damai dan boleh kita bagikan kepada orang lain (Mat 5:9).



Bacaan Alkitab: Yakobus 3:16-18
3:16 Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.
3:17 Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.
3:18 Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.