Senin, 27 Februari 2017
Bacaan
Alkitab: Matius 23:24
Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu,
tetapi unta yang di dalamnya kamu telan. (Mat 23:24)
Ciri Ahli Taurat dan Orang Farisi (12): Pemimpin yang Buta
Suatu saat, saya pernah menonton acara
MasterChef US di televisi, yaitu acara kompetisi masak-memasak antara para
amatir (bukan koki profesional) yang diadakan di Amerika Serikat. Para peserta
kompetisi ini berasal dari berbagai kalangan, mulai dari guru, mahasiswa, perawat
dan profesi-profesi lainnya. Yang menarik, pada salah satu musim penayangan
(yang waktu itu saya tonton), ada salah satu peserta yang buta (seorang wanita).
Ia pun berjalan harus memakai tongkat, serta dalam beberapa kesempatan harus
dibantu oleh orang lain (pemandunya) supaya bisa memasak. Namun peserta yang buta
ini memiliki kelebihan dalam mengkombinasikan rasa masakan, dan pada akhirnya,
percaya atau tidak, ia justru yang keluar menjadi juara, mengalahkan para
peserta lain yang bisa melihat.
Sekilas memang tidak bisa dipercaya,
tetapi ini benar-benar nyata dan terjadi. Ia menang bukan karena jurinya merasa
kasihan (seperti yang beberapa kali terjadi di reality show di Indonesia),
tetapi ia menang karena bakat dan usaha kerasnya dalam lomba tersebut. Peserta
yang buta ini memang tidak dapat melihat, tetapi Tuhan memberikan kelebihan
pada dirinya yaitu imajinasi yang tinggi untuk membayangkan bentuk masakannya
dan juga indera pengecap yang luar biasa peka untuk bisa merasakan apakah
makanannya sudah enak atau belum, dan apakah masih ada bahan yang kurang yang
harus ditambahkan ke dalam masakan.
Nah, terkait dengan orang yang buta,
Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa para ahli Taurat dan orang Farisi itu adalah
para pemimpin-pemimpin yang buta (ay. 24a). Mereka dipandang sebagai orang buta
padahal secara fisik mereka tentu tidak buta. Salah satu hal yang membuat Tuhan
Yesus mengatakan bahwa mereka adalah para pemimpin buta adalah ketika mereka
bisa melihat hal-hal terkecil di dalam Hukum Taurat dan itu mereka lakukan
dengan rinci, bahkan membuat rumusan kalimat yang detail untuk bagaimana hidup
menurut hukum Taurat. Dalam renungan sebelumnya kita bisa baca bagaimana mereka
mengatur mengenai persembahan persepuluhan, hingga selasih, adas manis, dan
jintan pun harus dihitung sepersepuluh untuk dijadikan persembahan
persepuluhan. Mereka ingin melakukan hukum Taurat dengan sempurna, sehingga
ibarat mereka mau minum, ketika mereka melihat ada nyamuk dalam gelas minuman,
mereka akan membuang nyamuk itu supaya minumannya bersih (ay. 24b).
Namun ketika mereka melihat dengan
seksama apakah ada nyamuk di dalam minuman, mereka tidak sadar bahwa ada unta
di dalam minuman mereka (ay. 24c). Mereka terlalu sibuk mempersoalkan nyamuk
sehingga sampai membuat standard operating procedure (SOP) untuk mencegah ada
nyamuk yang masuk di gelas, tetapi mereka tidak sadar jika ada unta di dalam
gelas. SOP mereka difokuskan pada hal-hal yang kecil, sampai-sampai mereka
tidak dapat melihat gambaran besar yang seharusnya mereka perhatikan. Ketika
ditanya, “mengapa kok untanya ditelan?”, maka mereka akan menjawab, “SOP kami
mengatur bahwa tidak boleh ada nyamuk di dalam gelas. Jadi kami menghabiskan
waktu berjam-jam untuk mencari nyamuk di dalam gelas, sampai kami yakin tidak
ada nyamuk. Kalau unta ditelan ya tidak apa-apa, kan tidak ada larangan di
dalam SOP”. Padahal seharusnya mereka bisa membedakan jika ada minuman yang ada hewannya di dalamnya (entah itu nyamuk atau unta), sehingga tidak sampai menelannya. Tidak harus menjadi seorang MasterChef untuk dapat mengerti minuman mana yang sudah terkontaminasi nyamuk atau terkontaminasi unta sehingga kita tidak mau meminum minuman tersebut.
Ini adalah suatu kebutaan yang luar
biasa. Dalam hal nyamuk dan unta ini, Hukum Taurat diberikan bukan supaya
bangsa Israel tidak boleh meminum nyamuk (Sehingga dibuatlah SOP memastikan
tidak ada nyamuk yang terminum), tetapi sebenarnya supaya bangsa Israel tidak
meminum hewan di dalam gelas. Namun para ahli Taurat dan orang Farisi repot
mengurus nyamuk sehingga untanya lupa disingkirkan dari gelas mereka. Ini
sejajar dengan orang-orang yang sibuk memperhatikan selumbar di mata orang
lain, padahal ada balok besar di matanya sendiri (Mat 7:3-5).
Mari kita menjadi orang percaya yang
melihat dan tidak buta. Jangan tiru mereka yang adalah menjadi pemimpin buta.
Pemimpin yang buta akan mengurusi hal-hal kecil yang menghabiskan energi dan
menimbulkan pertentangan, perselisihan dan perpecahan, sementara ada hal
penting yang harus kita kejar dan kita gumulkan. Pemimpin yang buta akan
menghakimi orang lain dengan mengungkit-ungkit dosa orang lain yang “kecil-kecil”,
tetapi ia lupa bahwa semua orang termasuk dirinya pun berdosa, bahkan
seringkali dosa pemimpin buta ini jauh lebih besar dari dosa umat yang sering
diungkit-ungkit. Dosa umat yang sekecil nyamuk atau selumbar dipermasalahkan,
sementara dosanya sendiri yang sebesar unta atau balok justru didiamkan.
Jangan kita menjadi pemimpin yang buta,
sebab jika demikian, kita juga akan membawa umat dalan kesesatan. Umat pun
harus berjuang untuk menjadi cerdas dan jangan mau dipimpin oleh pemimpin yang
buta. Jangan sampai kalimat yang berkata “orang buta menuntun orang buta” terjadi dalam hidup kita, karena jika itu
terjadi, maka kita semua (entah kita sebagai pemimpin yang buta atau sebagai umat yang buta) akan jatuh
ke dalam lubang dan menjadi binasa.
Bacaan
Alkitab: Matius 23:24
23:24 Hai kamu
pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta
yang di dalamnya kamu telan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.