Rabu, 12 April 2017
Bacaan
Alkitab: Lukas 7:24-30
Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah
terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes. (Luk 7:30)
Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 9): Mereka yang
Tidak Mau Dibaptis oleh Yohanes
Latar belakang bacaan Alkitab kita pada
hari ini adalah ketika murid-murid Tuhan Yesus menanyakan apakah Yesus adalah
ketika Yohanes Pembaptis mengutus 2 orang muridnya untuk bertanya kepada Tuhan
Yesus (Luk 7:18-19). Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Tuhan Yesus
berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes (ay. 24a). Tuhan Yesus
bertanya kepada orang banyak itu untuk apa mereka datang kepada Yohanes
Pembaptis?
Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat
bermacam-macam. Tuhan Yesus menyindir orang banyak tersebut, karena mereka ada
yang datang ke Yohanes Pembaptis untuk melihat buluh yang digoyangkan angin
(ay. 24b), atau orang yang berpakaian halus dan indah (ay. 25a), padahal orang
yang berpakaian indah tidak akan ada di padang gurun, karena tempat mereka
adalah di istana (ay. 25b). Mereka harus sadar bahwa orang yang ada di padang
gurun itu adalah seorang nabi, bahkan
jauh lebih besar dari semua nabi (ay. 26).
Yohanes Pembaptis memang adalah seorang
nabi, tetapi ia adalah nabi yang hidup persis sebelum Tuhan Yesus melakukan
pelayanan-Nya di bumi ini. Yohanes Pembaptis adalah utusan Allah (nabi) yang
mempersiapkan jalan bagi Tuhan (ay. 27). Yohanes Pembaptis adalah “jembatan
awal” dari agama Yahudi kepada Kekristenan, dari hukum Taurat kepada Injil,
dari keimaman Yahudi kepada Kerajaan Allah. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus
berkata kepada orang Yahudi, bahwa di antara mereka yang lahir dalam agama
Yahudi (karena Yohanes Pembaptis pun adalah anak imam dan keturunan imam),
tidak ada seorang pun yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis (ay. 28a).
Namun demikian, Tuhan Yesus juga
mengatakan bahwa yang terkecil dalam Kerajaan Allah, lebih besar daripada
Yohanes Pembaptis (ay. 28b). Ini menunjukkan bahwa pada masa hidup Yohanes
Pembaptis, ia sebenarnya belum melihat Kerajaan Allah. Kerajaan Allah baru
nyata sejak kematian Tuhan Yesus. Bisa dibilang, Yohanes Pembaptis adalah
anggota angkatan terakhir sebelum pernyataan Kerajaan Allah, yang dimulai pada
masa jemaat mula-mula yang hidup setelah kematian dan kebangkitan Kristus. Yohanes
Pembaptis tidak masuk ke dalam golongan umat Perjanjian Baru, sehingga
dikatakan bahwa orang yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar daripada
Yohanes Pembaptis. Ini dapat diartikan bahwa dalam Perjanjian Lama, manusia hanya
bisa sampai ke level baik, atau setinggi-tingginya ke level berkenan. Namun
dalam Perjanjian Baru, manusia dapat sampai ke level sempurna, karena memiliki
contoh atau teladan yaitu Yesus Kristus. Ukuran orang Perjanjian Lama adalah bagaimana
mereka melakukan hukum Taurat (yaitu memiliki level baik). Ukuran orang
Perjanjian Lama adalah bagaimana mereka dapat hidup sempurna seperti Tuhan
Yesus Kristus. Yohanes Pembaptis tidak mungkin bisa sempurna karena Tuhan Yesus
belum mencapai kesempurnaan-Nya pada waktu itu. Perlu dipahami bahwa perkataan
Tuhan Yesus di ayat 28 tersebut bukanlah ditujukan untuk merendahkan Yohanes
Pembaptis, tetapi justru untuk menghormatinya.
Hal itu pun diamini oleh orang-orang
berdosa dan para pemungut cukai yang bertobat dan memberi diri dibaptis oleh
Yohanes (ay. 29). Mereka mengakui bahwa Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi,
bahkan lebih daripada nabi-nabi yang lain karena ia memberitakan pertobatan dan
baptisan sebagai lambang pertobatan. Yohanes mempersiapkan hati orang-orang di
masa itu untuk dapat siap mendengarkan Injil dari Tuhan Yesus Kristus. Namun
demikian, ternyata masih ada orang-orang yang menolak untuk dibaptis oleh
Yohanes. Mereka ini adalah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat (ay. 30).
Mengapa mereka menolak dibaptis? Jawaban
paling tepat adalah karena mereka merasa tidak membutuhkan pertobatan. Mereka
merasa bahwa mereka adalah pemimpin umat, pejabat dalam agama Yahudi, para
pengajar yang memiliki pengetahuan hukum Taurat yang nyaris sempurna. Oleh
karena itu, mereka tidak pantas dibaptis oleh orang yang jabatan keimamannya
tidak jelas (yaitu Yohanes Pembaptis). Mereka tidak mau dicap sebagai pengikut
Yohanes karena dibaptis. Padahal Yohanes Pembaptis tidak pernah ingin memiliki
banyak murid. Yohanes ingin agar orang-orang bertobat menjelang penggenapan
Kerajaan Allah. Dan hal ini terbukti ketika orang Farisi dan ahli Taurat juga
tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus sampai akhir hidup-Nya. Di sepanjang
pelayanan Tuhan Yesus, orang Farisi dan ahli Taurat selalu mencari cara untuk
menentang dan menjatuhkan Tuhan Yesus. Mereka yang lebih paham terhadap hukum
Taurat, justru menolak Anak Allah dan Mesias yang benar.
Dalam hidup kita sehari-hari, kita
melihat dan mendengar ada orang-orang yang menolak untuk dibaptis dengan
berbagai alasan: alasan belum siap, alasan “yang penting kan sudah jadi orang
Kristen”, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut sesungguhnya tidak boleh
menjadi alasan untuk menolak dibaptis. Namun yang terpenting adalah pertobatan
diri terlebih dahulu. Orang yang menolak dibaptis biasanya adalah mereka yang
belum bertobat. Oleh karena itu gereja juga harus senantiasa mengajarkan
pertobatan kepada jemaat dan setiap orang, dan kemudian memberi diri untuk
dibaptis.
Lalu bagaimana dengan orang yang dahulu
berjemaat di gereja yang menganut baptis percik (ketika masih bayi) kemudian
pindah atau bergabung di gereja yang menganut baptis selam? Apakah orang
tersebut harus juga dibaptis selam di gereja yang baru? Sebenarnya jawaban ini
tidaklah mutlak. Orang yang memutuskan untuk berjemaat di gereja tertentu, sudah
seyogyanya mereka juga mengikuti tata cara di gereja tersebut. Jika gereja
tersebut mengharuskan jemaatnya untuk dibaptis selam, sedangkan orang itu sudah
dibaptis percik, dibaptis kembali pun tidak apa-apa selama memang orang
tersebut melakukannya sebagai lambang pertobatan dan bukan karena paksaan
(apalagi jika orang itu baru dibaptis percik ketika masih bayi dan belum
disidi). Tetapi di sisi lain, jika memang ia sudah disidi dan merasa sudah bertobat
pada waktu disidi, maka sebenarnya baptisan selam pun tidak perlu dilakukan
lagi. Jadi, melakukan baptis ulang atau tidak pun harus dilihat dari konteks
pertobatan orang tersebut. Baptisan itu tidak menyelamatkan kita dari hukuman
(hal ini akan kita bahas lebih dalam di renungan-renungan yang akan datang).
Yang terpenting adalah ketika kita dibaptis (atau disidi), apakah kita sudah
sungguh-sungguh bertobat? Orang yang menolak baptisan karena merasa bahwa ia sudah
benar dan tidak perlu dibaptis, sesungguhnya tidak ada bedanya dengan orang
Farisi dan ahli Taurat tersebut.
Bacaan
Alkitab: Lukas 7:24-30
7:24 Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Yesus berbicara kepada
orang banyak itu tentang Yohanes: "Untuk apakah kamu pergi ke padang
gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari?
7:25 Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus?
Orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah, tempatnya di istana raja.
7:26 Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata
kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi.
7:27 Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku
mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.
7:28 Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan
tidak ada seorang pun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil
dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya."
7:29 Seluruh orang banyak yang mendengar perkataan-Nya, termasuk para
pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri
dibaptis oleh Yohanes.
7:30 Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah
terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.