Selasa, 11 April 2017

Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 9): Mereka yang Tidak Mau Dibaptis oleh Yohanes

Rabu, 12 April 2017
Bacaan Alkitab: Lukas 7:24-30
Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes. (Luk 7:30)


Baptisan dalam Perjanjian Baru (Bagian 9): Mereka yang Tidak Mau Dibaptis oleh Yohanes


Latar belakang bacaan Alkitab kita pada hari ini adalah ketika murid-murid Tuhan Yesus menanyakan apakah Yesus adalah ketika Yohanes Pembaptis mengutus 2 orang muridnya untuk bertanya kepada Tuhan Yesus (Luk 7:18-19). Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Tuhan Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes (ay. 24a). Tuhan Yesus bertanya kepada orang banyak itu untuk apa mereka datang kepada Yohanes Pembaptis?

Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat bermacam-macam. Tuhan Yesus menyindir orang banyak tersebut, karena mereka ada yang datang ke Yohanes Pembaptis untuk melihat buluh yang digoyangkan angin (ay. 24b), atau orang yang berpakaian halus dan indah (ay. 25a), padahal orang yang berpakaian indah tidak akan ada di padang gurun, karena tempat mereka adalah di istana (ay. 25b). Mereka harus sadar bahwa orang yang ada di padang gurun itu adalah seorang  nabi, bahkan jauh lebih besar dari semua nabi (ay. 26).

Yohanes Pembaptis memang adalah seorang nabi, tetapi ia adalah nabi yang hidup persis sebelum Tuhan Yesus melakukan pelayanan-Nya di bumi ini. Yohanes Pembaptis adalah utusan Allah (nabi) yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan (ay. 27). Yohanes Pembaptis adalah “jembatan awal” dari agama Yahudi kepada Kekristenan, dari hukum Taurat kepada Injil, dari keimaman Yahudi kepada Kerajaan Allah. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus berkata kepada orang Yahudi, bahwa di antara mereka yang lahir dalam agama Yahudi (karena Yohanes Pembaptis pun adalah anak imam dan keturunan imam), tidak ada seorang pun yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis (ay. 28a).

Namun demikian, Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa yang terkecil dalam Kerajaan Allah, lebih besar daripada Yohanes Pembaptis (ay. 28b). Ini menunjukkan bahwa pada masa hidup Yohanes Pembaptis, ia sebenarnya belum melihat Kerajaan Allah. Kerajaan Allah baru nyata sejak kematian Tuhan Yesus. Bisa dibilang, Yohanes Pembaptis adalah anggota angkatan terakhir sebelum pernyataan Kerajaan Allah, yang dimulai pada masa jemaat mula-mula yang hidup setelah kematian dan kebangkitan Kristus. Yohanes Pembaptis tidak masuk ke dalam golongan umat Perjanjian Baru, sehingga dikatakan bahwa orang yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Ini dapat diartikan bahwa dalam Perjanjian Lama, manusia hanya bisa sampai ke level baik, atau setinggi-tingginya ke level berkenan. Namun dalam Perjanjian Baru, manusia dapat sampai ke level sempurna, karena memiliki contoh atau teladan yaitu Yesus Kristus. Ukuran orang Perjanjian Lama adalah bagaimana mereka melakukan hukum Taurat (yaitu memiliki level baik). Ukuran orang Perjanjian Lama adalah bagaimana mereka dapat hidup sempurna seperti Tuhan Yesus Kristus. Yohanes Pembaptis tidak mungkin bisa sempurna karena Tuhan Yesus belum mencapai kesempurnaan-Nya pada waktu itu. Perlu dipahami bahwa perkataan Tuhan Yesus di ayat 28 tersebut bukanlah ditujukan untuk merendahkan Yohanes Pembaptis, tetapi justru untuk menghormatinya.

Hal itu pun diamini oleh orang-orang berdosa dan para pemungut cukai yang bertobat dan memberi diri dibaptis oleh Yohanes (ay. 29). Mereka mengakui bahwa Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi, bahkan lebih daripada nabi-nabi yang lain karena ia memberitakan pertobatan dan baptisan sebagai lambang pertobatan. Yohanes mempersiapkan hati orang-orang di masa itu untuk dapat siap mendengarkan Injil dari Tuhan Yesus Kristus. Namun demikian, ternyata masih ada orang-orang yang menolak untuk dibaptis oleh Yohanes. Mereka ini adalah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat (ay. 30).

Mengapa mereka menolak dibaptis? Jawaban paling tepat adalah karena mereka merasa tidak membutuhkan pertobatan. Mereka merasa bahwa mereka adalah pemimpin umat, pejabat dalam agama Yahudi, para pengajar yang memiliki pengetahuan hukum Taurat yang nyaris sempurna. Oleh karena itu, mereka tidak pantas dibaptis oleh orang yang jabatan keimamannya tidak jelas (yaitu Yohanes Pembaptis). Mereka tidak mau dicap sebagai pengikut Yohanes karena dibaptis. Padahal Yohanes Pembaptis tidak pernah ingin memiliki banyak murid. Yohanes ingin agar orang-orang bertobat menjelang penggenapan Kerajaan Allah. Dan hal ini terbukti ketika orang Farisi dan ahli Taurat juga tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus sampai akhir hidup-Nya. Di sepanjang pelayanan Tuhan Yesus, orang Farisi dan ahli Taurat selalu mencari cara untuk menentang dan menjatuhkan Tuhan Yesus. Mereka yang lebih paham terhadap hukum Taurat, justru menolak Anak Allah dan Mesias yang benar.

Dalam hidup kita sehari-hari, kita melihat dan mendengar ada orang-orang yang menolak untuk dibaptis dengan berbagai alasan: alasan belum siap, alasan “yang penting kan sudah jadi orang Kristen”, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut sesungguhnya tidak boleh menjadi alasan untuk menolak dibaptis. Namun yang terpenting adalah pertobatan diri terlebih dahulu. Orang yang menolak dibaptis biasanya adalah mereka yang belum bertobat. Oleh karena itu gereja juga harus senantiasa mengajarkan pertobatan kepada jemaat dan setiap orang, dan kemudian memberi diri untuk dibaptis.

Lalu bagaimana dengan orang yang dahulu berjemaat di gereja yang menganut baptis percik (ketika masih bayi) kemudian pindah atau bergabung di gereja yang menganut baptis selam? Apakah orang tersebut harus juga dibaptis selam di gereja yang baru? Sebenarnya jawaban ini tidaklah mutlak. Orang yang memutuskan untuk berjemaat di gereja tertentu, sudah seyogyanya mereka juga mengikuti tata cara di gereja tersebut. Jika gereja tersebut mengharuskan jemaatnya untuk dibaptis selam, sedangkan orang itu sudah dibaptis percik, dibaptis kembali pun tidak apa-apa selama memang orang tersebut melakukannya sebagai lambang pertobatan dan bukan karena paksaan (apalagi jika orang itu baru dibaptis percik ketika masih bayi dan belum disidi). Tetapi di sisi lain, jika memang ia sudah disidi dan merasa sudah bertobat pada waktu disidi, maka sebenarnya baptisan selam pun tidak perlu dilakukan lagi. Jadi, melakukan baptis ulang atau tidak pun harus dilihat dari konteks pertobatan orang tersebut. Baptisan itu tidak menyelamatkan kita dari hukuman (hal ini akan kita bahas lebih dalam di renungan-renungan yang akan datang). Yang terpenting adalah ketika kita dibaptis (atau disidi), apakah kita sudah sungguh-sungguh bertobat? Orang yang menolak baptisan karena merasa bahwa ia sudah benar dan tidak perlu dibaptis, sesungguhnya tidak ada bedanya dengan orang Farisi dan ahli Taurat tersebut.



Bacaan Alkitab: Lukas 7:24-30
7:24 Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: "Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari?
7:25 Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah, tempatnya di istana raja.
7:26 Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi.
7:27 Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.
7:28 Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang pun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya."
7:29 Seluruh orang banyak yang mendengar perkataan-Nya, termasuk para pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri dibaptis oleh Yohanes.
7:30 Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.