Minggu, 26
Februari 2012
Bacaan
Alkitab: Kidung Agung 2:1-7
“Kusumpahi kamu, puteri-puteri Yerusalem, demi
kijang-kijang atau demi rusa-rusa betina di padang: jangan kamu membangkitkan
dan menggerakkan cinta sebelum diingininya!” (Kid 2:7)
Sabar Menanti
Judul renungan kita hari ini bukanlah nama sebuah rumah makan Padang, juga
bukan merupakan tulisan yang sering kita lihat di bagian belakang dari sebuah
truk. Ya, memang tidak mudah bagi manusia untuk dapat bersikap sabar, ketika
seakan-akan apa yang kita ingin miliki ada di depan mata. Seringkali
ketidaksabaran kita justru membuat kita mengambil apa yang bukan milik kita,
ataupun mengambil apa yang seharusnya belum boleh kita ambil. Padahal, mungkin
saja akan menjadi lebih baik jika kita dapat menahan diri dan sabar menunggu
saatnya.
Apa yang saya bicarakan dalam paragraf sebelumnya memang terkait dengan
bacaan Alkitab kita hari ini. Hari ini saya ingin menulis tentang kitab Kidung
Agung, sebuah kitab yang sepertinya cukup membuat risih bagi orang-orang yang
membacanya. Tetapi kitab Kidung Agung juga merupakan bagian dari Alkitab, dan
pastilah ada hal-hal yang dapat kita pelajari dari ayat-ayat di kitab Kidung
Agung ini.
Saya sendiri bukan ahli kitab Kidung Agung, tetapi kita dapat melihat bahwa
kitab Kidung Agung berisi tentang percakapan antara mempelai pria, mempelai
wanita, dan teman-temannya. Mempelai wanita menggambarkan dirinya sebagai bunga
mawar dari Saron, dan bunga bakung di lembah (ay. 1). Mempelai pria pun memuji
mempelai wanita yang seperti bunga bakung di antara duri-duri, yang dapat
berarti bahwa bagi mempelai pria, tidak ada yang seindah mempelai wanita (ay.
2). Selanjutnya, mempelai wanita pun memuji mempelai pria dengan
mengibaratkannya seperti pohon apel di antara pohon-pohon lain di hutan (ay.
3).
Banyak penafsiran terhadap ayat-ayat ini, tetapi saya melihat bahwa dalam ayat-ayat
di atas, hal tersebut menggambarkan bagaimana seorang pria dan wanita yang
telah berkomitmen untuk menikah (karena Kidung Agung menggunakan istilah “mempelai”),
harus mengenakan kacamata kuda, yang artinya, pasangannya itulah yang terbaik
bagi dirinya, dan sudah bukan saatnya lagi untuk membanding-bandingkan dengan
orang lain. Sering kali kita masih terjebak dalam membanding-bandingkan
pasangan kita dengan orang lain. Mungkin tidak terlalu masalah ketika kita
masih berpacaran, karena saat berpacaran pun merupakan proses untuk saling
mengenal, dan masih memungkinkan untuk berpisah ketika ada ketidakcocokan.
Tetapi setelah menikah, sudah tidak boleh lagi ada keinginan untuk “melihat” atau
“melirik” orang lain. Komitmen suatu pernikahan adalah komitmen seumur hidup.
Selanjutnya, kita dapat melihat bagaimana mempelai perempuan bersukacita
karena mempelai pria telah membawanya ke rumah pesta (ay. 4), bagaimana
mempelai perempuan menikmati makanan yang ada di pesta tersebut (ay. 5), dan
bagaimana mempelai pria memperlakukan dirinya dengan penuh kasih sayang (ay.
6). Sebuah gambaran akan kehidupan suami isteri yang indah bukan? Hal tersebut
tentu sangat diidam-idamkan setiap pasangan yang akan menikah. Tetapi jika kita
perhatikan ayat 7, maka ada peringatan yang disampaikan oleh mempelai perempuan
kepada teman-temannya, sesama puteri-puteri di Yerusalem, yaitu “Jangan kamu
membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya (sebelum waktunya)”.
Apa yang dikatakan oleh mempelai wanita ini ada benarnya juga. Saya melihat
di masa-masa saat ini, banyak orang yang melakukan apa yang seharusnya belum
boleh mereka lakukan pada saat berpacaran. Mereka “mencicip” apa yang
seharusnya akan mereka nikmati nanti, setelah diberkati dalam pernikahan kudus.
Padahal ada dampak di balik itu semua, bahwa pastinya sukacita yang seharusnya
mereka rasakan akan berkurang karena sebagian telah mereka rasakan sebelumnya.
Memang tidak mudah bagi setiap anak muda untuk menahan diri dari godaan
ini. Tetapi jika kita mengaku bahwa kita sungguh mengasihi pasangan kita, maka
kita pun seharusnya dapat menahan diri kita untuk tidak melakukan apa yang belum
boleh atau tidak boleh kita lakukan. Dalam 1 Korintus 13:4, dikatakan pertama
kali tentang kasih, yaitu “kasih itu sabar”. Sabar merupakan dasar utama dari
kasih. Kita dapat belajar dari Abraham, yang harus menunggu puluhan tahun sebelum
Tuhan memberikan Ishak kepadanya. Kita dapat belajar dari banyak tokoh Alkitab
lain yang juga sabar dalam menunggu janji-janji Tuhan. Kita harus sabar
menunggu saatnya, karena segala sesuatu pasti indah pada waktuNya (Pkh 3:11).
Bacaan
Alkitab: Kidung Agung 2:1-7
2:1 Bunga mawar dari Saron aku, bunga bakung di lembah-lembah.
2:2 -- Seperti bunga bakung di antara duri-duri, demikianlah manisku di
antara gadis-gadis.
2:3 -- Seperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan, demikianlah
kekasihku di antara teruna-teruna. Di bawah naungannya aku ingin duduk, buahnya
manis bagi langit-langitku.
2:4 Telah dibawanya aku ke rumah pesta, dan panjinya di atasku adalah
cinta.
2:5 Kuatkanlah aku dengan penganan kismis, segarkanlah aku dengan buah
apel, sebab sakit asmara aku.
2:6 Tangan kirinya ada di bawah kepalaku, tangan kanannya memeluk aku.
2:7 Kusumpahi kamu, puteri-puteri Yerusalem, demi kijang-kijang atau demi
rusa-rusa betina di padang: jangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta
sebelum diingininya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.