Minggu, 1 April 2012
Bacaan
Alkitab: Yesaya 10:1-4
“Celakalah mereka yang
menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mereka yang mengeluarkan
keputusan-keputusan kelaliman.” (Yes 10:1)
Menjadi Pemimpin yang Adil
Hari ini, berdasarkan isu yang marak beredar, maka
akan terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia. Tapi
karena saya menulis sebelum tanggal 1 April 2011, saya pun tidak tahu apakah
benar-benar terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi di Indonesia pada hari ini. Saya
pun tidak dalam kapasitas memberi komentar mengenai apakah kenaikan harga BBM
bersubsidi tersebut sudah benar atau tidak, karena itu adalah urusan para
ahli-ahli di bidangnya masing-masing. Tetapi saya ingin mengingatkan pembaca
renungan ini, agar kita dapat melakukan apa yang adil di hadapan Tuhan (Mi
6:8). Mungkin ada di antara kita yang berdalih, “Ah, kita kan bukan pemimpin
yang punya kekuasaan untuk mengambil keputusan”. Tetapi karena Tuhan sendiri
telah berjanji untuk menjadikan kita kepala dan bukan ekor, selama kita mau
taat melakukan perintah Tuhan (Ul 28:13), maka kita pun perlu memperhatikan
bagaimana agar kita dapat menjadi pemimpin yang adil.
Ketika kita menjadi pemimpin, kita perlu
berhati-hati dalam mengambil keputusan. Berhati-hati di sini bukan berarti
hati-hati dan gamang sehingga kita akhirnya tidak jadi mengambil keputusan,
bukan pula berarti berhati-hati dan akhirnya menyia-nyiakan kesempatan bisnis
yang ada di depan mata, tetapi lebih ke arah berhati-hati agar
keputusan-keputusan yang kita ambil bukan merupakan keputusan yang tidak adil
dan lalim (ay. 1). Apa yang dimaksud dengan keputusan yang tidak adil? Bukankah
memang setiap keputusan pasti akan mengandung konsekuensi dan pasti ada
orang-orang (terutama mereka yang berseberang pendapat dengan kita) yang selalu
mengatakan bahwa keputusan kita itu tidak adil?
Alkitab menunjukkan apa yang dimaksud dengan
ketidakadilan secara garis besar. Dalam ayat 2 dikatakan bahwa ketidakadilan
berarti menghalangi orang yang lemah dan merebut hak-hak orang yang sudah
sengsara, meramas milik janda-janda dan menjarah anak-anak yatim. Apa yang
Tuhan maksud? Memang kita tidak mungkin dapat membuat keputusan yang 100% adil
dan menyenangkan semua pihak. Tetapi kita perlu melihat, apakah setiap
keputusan yang kita ambil itu tidak merugikan orang lain, khususnya orang-orang
yang lemah. Kita harus ingat Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa orang-orang
miskin selalu ada di antara kita (Mat 26:11), dan sudah menjadi tanggung jawab
kita untuk memperhatikan dan membela orang-orang lemah.
Ingat, bahwa ketika kita merampas hak-hak orang-orang
yang lemah, maka itu pun akan diperhitungkan pada hari penghukuman kita (ay.
3). Kita yang telah diselamatkan oleh karena kasih karunia Allah tidak hanya
cukup berdiam diri saja, tetapi juga harus memancarkan kasih Allah tersebut
kepada orang-orang di sekitar kita. Percuma saja kita menjadi pendeta hebat
yang memiliki jemaat ribuan jiwa, tetapi jika dengan orang-orang terdekat kita
yang lebih “lemah”, seperti pembantu rumah tangga kita, supir kita, atau
pemulung yang setiap hari mengambil sampah kita, kita justru sering menunjukkan
sikap kita yang kasar dan tidak ada kasih Kristus di dalamnya.
Apa yang Yesus tidak sukai dari para imam, orang
Farisi, dan ahli Taurat pada zamanNya adalah bahwa mereka menganggap diri
mereka sebagai pemimpin bangsa dan pemimpin rohani yang memiliki kehidupan
rohani yang luar biasa baik. Mereka mempersembahkan korban dan persembahan
kepada Tuhan, mereka menjalankan ibadah mereka dengan rajin, mereka menghafal
ayat-ayat Kitab Suci di luar kepala. Akan tetapi itu hanyalah hidup kerohanian
saja. Sebagai pemimpin rohani, seharusnya mereka melakukan “sesuatu” yang
berguna bagi jemaat mereka. Akan tetapi dengan segala peraturan dan ketetapan
yang mereka buat, mereka justru menindas umat Israel, terlebih orang-orang
miskin yang akhirnya terbebani dengan kebijakan-kebijakan mereka yang sangat
memberatkan orang miskin (Mat 23:1-35). Sebagai hukuman atas pemimpin-pemimpin
lalim seperti itu, maka Tuhan akan menunjukkan murkaNya kepada mereka dan
tanganNya akan teracung kepada mereka (ay. 4).
Kita harus berhati-hati, ketika kita dalam posisi
sebagai pemimpin. Kita harus tetap menjadi pemimpin yang benar, dalam artian
melakukan yang benar dan mengambil keputusan atau kebijakan yang benar.
Tentunya tidak ada cara yang lebih baik untuk belajar melakukan yang benar
selain belajar dari Alkitab mengenai kebenaran itu sendiri. Alkitab sebagai
Firman Allah akan menuntun kita dalam kebenaran, karena Firman itu sendiri
adalah kebenaran (Yoh 17:17). Oleh karena itu, saya rindu setiap kita yang saat
ini telah menjadi pemimpin, entah pemimpin di kantor atau di lingkungan tempat
tinggal, pemimpin di gereja atau pelayanan, atau pemimpin di keluarga kita,
kita perlu memiliki pemahaman yang sama agar kita dapat menjadi pemimpin yang
benar, sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran dari Firman Tuhan.
Bacaan
Alkitab: Yesaya 10:1-4
10:1 Celakalah mereka yang menentukan
ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mereka yang mengeluarkan
keputusan-keputusan kelaliman,
10:2 untuk menghalang-halangi orang-orang lemah
mendapat keadilan dan untuk merebut hak orang-orang sengsara di antara umat-Ku,
supaya mereka dapat merampas milik janda-janda, dan dapat menjarah anak-anak
yatim!
10:3 Apakah yang akan kamu lakukan pada hari
penghukuman, dan pada waktu kebinasaan yang datang dari jauh? Kepada siapakah
kamu hendak lari minta tolong, dan di manakah hendak kamu tinggalkan
kekayaanmu?
10:4 Tak dapat kamu lakukan apa-apa selain dari
meringkuk di antara orang-orang yang terkurung, dan tewas di antara orang-orang
yang terbunuh! Sekalipun semuanya ini terjadi, murka TUHAN belum surut, dan
tangan-Nya masih teracung.