Sabtu, 31 Maret 2012

Menjadi Pemimpin yang Adil


Minggu, 1 April 2012
Bacaan Alkitab: Yesaya 10:1-4
Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mereka yang mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman.” (Yes 10:1)


Menjadi Pemimpin yang Adil


Hari ini, berdasarkan isu yang marak beredar, maka akan terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia. Tapi karena saya menulis sebelum tanggal 1 April 2011, saya pun tidak tahu apakah benar-benar terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi di Indonesia pada hari ini. Saya pun tidak dalam kapasitas memberi komentar mengenai apakah kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut sudah benar atau tidak, karena itu adalah urusan para ahli-ahli di bidangnya masing-masing. Tetapi saya ingin mengingatkan pembaca renungan ini, agar kita dapat melakukan apa yang adil di hadapan Tuhan (Mi 6:8). Mungkin ada di antara kita yang berdalih, “Ah, kita kan bukan pemimpin yang punya kekuasaan untuk mengambil keputusan”. Tetapi karena Tuhan sendiri telah berjanji untuk menjadikan kita kepala dan bukan ekor, selama kita mau taat melakukan perintah Tuhan (Ul 28:13), maka kita pun perlu memperhatikan bagaimana agar kita dapat menjadi pemimpin yang adil.

Ketika kita menjadi pemimpin, kita perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Berhati-hati di sini bukan berarti hati-hati dan gamang sehingga kita akhirnya tidak jadi mengambil keputusan, bukan pula berarti berhati-hati dan akhirnya menyia-nyiakan kesempatan bisnis yang ada di depan mata, tetapi lebih ke arah berhati-hati agar keputusan-keputusan yang kita ambil bukan merupakan keputusan yang tidak adil dan lalim (ay. 1). Apa yang dimaksud dengan keputusan yang tidak adil? Bukankah memang setiap keputusan pasti akan mengandung konsekuensi dan pasti ada orang-orang (terutama mereka yang berseberang pendapat dengan kita) yang selalu mengatakan bahwa keputusan kita itu tidak adil?

Alkitab menunjukkan apa yang dimaksud dengan ketidakadilan secara garis besar. Dalam ayat 2 dikatakan bahwa ketidakadilan berarti menghalangi orang yang lemah dan merebut hak-hak orang yang sudah sengsara, meramas milik janda-janda dan menjarah anak-anak yatim. Apa yang Tuhan maksud? Memang kita tidak mungkin dapat membuat keputusan yang 100% adil dan menyenangkan semua pihak. Tetapi kita perlu melihat, apakah setiap keputusan yang kita ambil itu tidak merugikan orang lain, khususnya orang-orang yang lemah. Kita harus ingat Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa orang-orang miskin selalu ada di antara kita (Mat 26:11), dan sudah menjadi tanggung jawab kita untuk memperhatikan dan membela orang-orang lemah.

Ingat, bahwa ketika kita merampas hak-hak orang-orang yang lemah, maka itu pun akan diperhitungkan pada hari penghukuman kita (ay. 3). Kita yang telah diselamatkan oleh karena kasih karunia Allah tidak hanya cukup berdiam diri saja, tetapi juga harus memancarkan kasih Allah tersebut kepada orang-orang di sekitar kita. Percuma saja kita menjadi pendeta hebat yang memiliki jemaat ribuan jiwa, tetapi jika dengan orang-orang terdekat kita yang lebih “lemah”, seperti pembantu rumah tangga kita, supir kita, atau pemulung yang setiap hari mengambil sampah kita, kita justru sering menunjukkan sikap kita yang kasar dan tidak ada kasih Kristus di dalamnya.

Apa yang Yesus tidak sukai dari para imam, orang Farisi, dan ahli Taurat pada zamanNya adalah bahwa mereka menganggap diri mereka sebagai pemimpin bangsa dan pemimpin rohani yang memiliki kehidupan rohani yang luar biasa baik. Mereka mempersembahkan korban dan persembahan kepada Tuhan, mereka menjalankan ibadah mereka dengan rajin, mereka menghafal ayat-ayat Kitab Suci di luar kepala. Akan tetapi itu hanyalah hidup kerohanian saja. Sebagai pemimpin rohani, seharusnya mereka melakukan “sesuatu” yang berguna bagi jemaat mereka. Akan tetapi dengan segala peraturan dan ketetapan yang mereka buat, mereka justru menindas umat Israel, terlebih orang-orang miskin yang akhirnya terbebani dengan kebijakan-kebijakan mereka yang sangat memberatkan orang miskin (Mat 23:1-35). Sebagai hukuman atas pemimpin-pemimpin lalim seperti itu, maka Tuhan akan menunjukkan murkaNya kepada mereka dan tanganNya akan teracung kepada mereka (ay. 4).

Kita harus berhati-hati, ketika kita dalam posisi sebagai pemimpin. Kita harus tetap menjadi pemimpin yang benar, dalam artian melakukan yang benar dan mengambil keputusan atau kebijakan yang benar. Tentunya tidak ada cara yang lebih baik untuk belajar melakukan yang benar selain belajar dari Alkitab mengenai kebenaran itu sendiri. Alkitab sebagai Firman Allah akan menuntun kita dalam kebenaran, karena Firman itu sendiri adalah kebenaran (Yoh 17:17). Oleh karena itu, saya rindu setiap kita yang saat ini telah menjadi pemimpin, entah pemimpin di kantor atau di lingkungan tempat tinggal, pemimpin di gereja atau pelayanan, atau pemimpin di keluarga kita, kita perlu memiliki pemahaman yang sama agar kita dapat menjadi pemimpin yang benar, sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran dari Firman Tuhan.


Bacaan Alkitab: Yesaya 10:1-4
10:1 Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mereka yang mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman,
10:2 untuk menghalang-halangi orang-orang lemah mendapat keadilan dan untuk merebut hak orang-orang sengsara di antara umat-Ku, supaya mereka dapat merampas milik janda-janda, dan dapat menjarah anak-anak yatim!
10:3 Apakah yang akan kamu lakukan pada hari penghukuman, dan pada waktu kebinasaan yang datang dari jauh? Kepada siapakah kamu hendak lari minta tolong, dan di manakah hendak kamu tinggalkan kekayaanmu?
10:4 Tak dapat kamu lakukan apa-apa selain dari meringkuk di antara orang-orang yang terkurung, dan tewas di antara orang-orang yang terbunuh! Sekalipun semuanya ini terjadi, murka TUHAN belum surut, dan tangan-Nya masih teracung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.