Selasa, 4 Desember 2012
Bacaan Alkitab: 2 Timotius 2:23-26
“Sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh
bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar,
sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan” (2 Tim
2:24-25a)
Karakter Hamba Tuhan
Suatu ketika saya
diminta untuk melayani di persekutuan hamba-hamba Tuhan di suatu kota. Para
hamba-hamba Tuhan yang datang minimal adalah para pendeta, yang tentunya saya
yakin sudah memiliki kualitas kehidupan rohani yang teruji. Saat itu saya
berpikir, “Wah, saya pasti bisa banyak belajar dari para hamba-hamba Tuhan.
Pasti persekutuannya akan menjadi luar biasa, dan saya bisa melihat bagaimana karakter
hamba-hamba Tuhan tersebut yang dapat saya tiru”.
Singkat cerita,
acara berjalan dengan lancar, hingga pada akhir acara ada acara ramah tamah.
Panitia sudah menyiapkan makanan berupa nasi kotak, dan di luar gedung gereja,
disiapkan juga sejumlah air mineral dalam kemasan gelas bagi mereka yang
mungkin masih haus. Saat itu saya pun sudah selesai melayani dan saya membantu
menyiapkan makanan dan air mineral tersebut. Akan tetapi karena saya juga tidak
“ngeh”, saya lupa menyiapkan
sedotannya di atas meja (sedotannya masih ada di kardus air mineral). Saat itu
ada seorang hamba Tuhan yang nyeletuk “Gimana
sih masa dikasih air mineral tapi nggak
disiapin sedotannya? Gimana mau minum?”.
Saat itu, saya
sangat terkejut dan berpikir, kok bisa ya orang yang sudah jadi pendeta
mengucapkan kalimat seperti itu? Bukankah ia bisa saja meminta kepada saya atau
siapa saja yang sedang berada di situ, “Boleh saya minta sedotannya?”. Bukankah
hal tersebut lebih halus dan lebih alkitabiah? Tidak sampai di sana, saya pun
melihat bahwa banyak hamba Tuhan yang makan di dalam gedung gereja tetapi hanya
meletakkan dus kosong berisi sisa makanan di bawah kursi di dalam gereja. Memang
tidak sepenuhnya salah, tetapi apa tidak sebaiknya mereka membawa dus kosongnya
dan menaruhnya ke tempat sampah, atau jika mereka tidak mengetahui tempat
sampahnya dimana minimal mereka bisa menanyakan kepada panitia. Ini gedung
gereja bung, bukan gedung untuk acara
kawinan, masa iya habis makan lalu langsung ditaruh begitu saja?
Setelah acara itu
saya agak protes kepada Tuhan, “Tuhan, kok
begini ya? Apa mereka tidak sadar bahwa mereka itu adalah pendeta? Bukankah
seharusnya pendeta lebih memiliki karakter Kristus dibanding saya yang hanyalah
jemaat biasa?”. Saat itu Tuhan pun sepertinya berbicara dengan halus, “Memang tidak
semua pendeta memiliki karakter Kristus, tetapi apakah kamu jauh lebih baik
daripada para pendeta tersebut?”. Kalimat Tuhan tersebut pun membuat saya
tersadar dan meminta ampun karena sudah “menghakimi” orang lain, dan menyadari
bahwa memang namanya pendeta juga manusia yang tidak sempurna.
Akan tetapi
menarik bagaimana Paulus mengajar Timotius, anak rohaninya, untuk bersikap
sebagai hamba Tuhan yang sejati, yang memiliki karakter Kristus dalam
kehidupannya. Nasihat paulus memang sederhana yaitu menghindari persoalan yang
dicari-cari, bodoh, dan tidak layak, karena semua itu mengarah kepada
pertengkaran (ay. 23). Paulus menekankan bahwa sebagai seorang hamba Tuhan, Timotius
tidak boleh terpancing dengan hal-hal atau percakapan yang sia-sia dan tidak
berguna, yang semua itu akan memancing Timotius untuk bertengkar. Bertengkar
itu hanya akan memancing kita untuk mengeluarkan perkataan yang sia-sia dan
tidak berguna. Paulus dalam suratnya yang lain kepada jemaat Efesus juga meminta
agar jangan ada perkataan kotor yang keluar dari mulut kita (Ef 4:29).
Seorang hamba Tuhan
juga harus ramah terhadap semua orang (ay. 24a). Ramah merupakan salah satu
karakter Kristus. Ramah ini bukan ramah yang dibuat-buat seperti para sales yang selalu tersenyum agar orang
lain mau membeli produk yang ditawarkan, tetapi ramah ini adalah ramah yang
berasal dari hati dan dari Kristus sendiri. Seorang hamba Tuhan boleh “keras”
di atas mimbar, tetapi harus ramah ketika sudah turun dari mimbar.
Seorang hamba
Tuhan juga harus cakap mengajar (ay. 24b). Seorang hamba Tuhan harus
memperlengkapi diri mereka sedemikian rupa dengan segala macam ilmu dan
kompetensi sehingga harus bisa menjadi hamba Tuhan yang kompeten dan mampu mengajar
dengan benar, yaitu sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Seorang hamba Tuhan
harus mempersiapkan khotbah dengan sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya sehingga
jangan sampai khotbah yang disampaikan terkesan terburu-buru atau tidak
disiapkan dengan baik.
Selain itu,
seorang hamba Tuhan juga harus sabar dan lemah lembut (ay. 24c & 25),
terutama kepada orang-orang yang suka melawan. Inilah karakter Kristus. Hamba
Tuhan akan menghadapi banyak orang yang tidak suka dengannya. Ada yang berusaha
menjatuhkan mereka, ada yang menghujat mereka, ada yang mengganggu mereka, dan
lain sebagainya. Dibutuhkan kesabaran dan kelemahlembutan yang luar biasa bagi
seorang hamba Tuhan. Saya sendiri pernah diceritakan teman saya bahwa seorang
hamba Tuhan yang sudah terkenal, di akun twitternya banyak orang yang “mencobai”
dirinya. Puji Tuhan karena sampai saat ini hamba Tuhan tersebut tetap tidak
terpancing dan tetap melayani Tuhan dengan baik.
Seorang hamba
Tuhan pun harus memiliki jiwa yang rindu akan pertobatan (ay. 26). Ia harus
memiliki kerinduan agar banyak orang diselamatkan. Ia harus memiliki doa yang
luar biasa, mendoakan orang lain agar menerima Kristus, bahkan mendoakan
orang-orang yang memusuhinya. Seorang hamba Tuhan yang tidak punya belas
kasihan terhadap orang lain sesungguhnya belum mengerti mengapa ia menjadi
hamba Tuhan.
Semua hal di atas
merupakan karakter minimal yang harus dimiliki seorang hamba Tuhan. Bahkan kita
yang belum menjadi hamba Tuhan (baca: Pendeta) sekalipun juga harus memiliki karakter
tersebut. Jangan kita menjadi batu sandungan bagi orang lain. Akan tetapi mari
kita berusaha agar hidup kita menjadi hidup yang memuliakan Tuhan, dan orang
lain bisa melihat Tuhan dari kehidupan kita. Seorang hamba Tuhan harus
mencerminkan karakter Tuhan dalam kehidupan kita, jika tidak demikian, maka
patut dipertanyakan, sebenarnya kita itu hamba siapa?
Bacaan Alkitab: 2 Timotius 2:23-26
2:23 Hindarilah
soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa
soal-soal itu menimbulkan pertengkaran,
2:24 sedangkan
seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua
orang. Ia harus cakap mengajar, sabar
2:25 dan dengan
lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga
mereka mengenal kebenaran,
2:26 dan dengan
demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang
telah mengikat mereka pada kehendaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.