Selasa, 13
Desember 2011
Bacaan
Alkitab: Markus 1:40-45
"Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu
Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku
mau, jadilah engkau tahir."" (Mrk 1:41)
Jika Tuhan Mau, Tuhan Dapat Menjawab Doa Kita
Kisah Alkitab kita pada hari ini bercerita tentang bagaimana seseorang yang
sakit kusta datang kepada Yesus. Dalam kisah Alkitab terutama di Perjanjian
Lama, penyakit kusta merupakan hukuman Allah atas dosa seseorang. Seseorang
yang terkena penyakit kusta adalah orang yang najis, dan orang tersebut harus
tinggal di luar perkemahan, atau dengan kata lain harus hidup terasing dari
orang lainnya, termasuk dari keluarganya (Im 13:45-46). Itulah mengapa ketika
Alkitab mengatakan bahwa ada orang kusta yang datang kepada Yesus, Alkitab mau
mengatakan bagaimana usaha orang tersebut untuk mau disembuhkan.
Bayangkan kondisi pada zaman di mana Tuhan Yesus hidup, mungkin ketika
Yesus sedang mengajar orang banyak, tiba-tiba ada orang kusta yang mendekat
kepada Tuhan Yesus. Pastilah banyak orang banyak yang sehat akan lari ketakutan
karena takut tertular penyakit kusta orang tersebut. Pastilah banyak orang yang
marah kepada orang tersebut, karena seharusnya orang yang kena penyakit kusta tidak
boleh datang mendekat kepada orang yang sehat, malahan ketika ada orang sehat
yang tidak sengaja datang mendekat ke orang yang terkena kusta tersebut, orang
kusta itu harus berkata “najis, najis” agar orang yang tidak sengaja mendekat
tahu bahwa ia sedang mendekati seseorang yang sakit kusta.
Tetapi orang yang sakit kusta ini berbeda. Ia datang kepada Yesus, dan
berlutut dan berkata kepada Yesus, “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan
aku” (ay. 40). Dapat dikatakan bahwa orang ini adalah orang yang cukup nekad.
Pernahkah ketika kita sakit, kita nekad mendatangi rumah seorang pendeta yang
terkenal untuk minta didoakan olehnya? Saya rasa kita pun tidak akan bertindak
senekad orang tersebut bukan? Kita pasti akan berpikir dua kali bahkan lebih sebelum
kita memutuskan untuk nekad mendatangi rumah pendeta tersebut. Tetapi orang
yang sakit kusta ini tentu saja tidak hanya bertindak karena nekad, tetapi ia
juga bertindak karena imannya kepada Tuhan Yesus.
Satu hal yang cukup menarik adalah ucapannya kepada Yesus. Ia tidak
berteriak-teriak, “Yesus, sembuhkanlah aku!”, tetapi ia berkata, “Jika Engkau
[Tuhan Yesus] mau, Engkau dapat mentahirkan aku”. Ucapannya adalah ucapan yang
memposisikan Yesus sebagai Tuhan. Orang itu tentunya tahu bahwa Tuhan Yesus mampu
menyembuhkan siapapun dari penyakit apapun, permasalahannya adalah apakah Tuhan
Yesus mau menyembuhkan dirinya dari penyakit kusta tersebut.
Tuhan Yesus pun tergerak hatinya oleh belas kasihan (ay. 41), dan singkat
cerita Tuhan Yesus pun mau menyembuhkan orang tersebut (ay. 42). Setelah
menyembuhkan orang tersebut dari penyakit kustanya, selain Tuhan Yesus meminta
orang tersebut untuk tidak memberitahukan tentang hal ini kepada orang lain, Tuhan
Yesus juga meminta orang tersebut untuk tetap melakukan kewajiban keagamaan Yahudinya,
yaitu memperlihatkan kepada imam dan mempersembahkan korban untuk kesembuhan
dari penyakitnya itu. Tuhan ingin agar orang tersebut tidak hanya sembuh dari
penyakit kustanya begitu saja, tetapi Tuhan Yesus juga ingin agar ia dapat kembali
diterima di masyarakat. Saat itu, satu-satunya orang yang dapat menyatakan bahwa status seseorang telah sembuh dari
kusta adalah para imam, sesuai dengan
hukum Taurat yang diperintahkan oleh Musa kepada bangsa Israel (Im 14:1-32).
Ketika saya membaca kisah ini, saya kagum dengan sikap orang kusta itu yang
meminta Tuhan untuk menyembuhkannya dengan kata-kata yang luar biasa. Bukankah
kita pun meminta sesuatu kepada Tuhan dengan sikap yang tidak semestinya?
Ketika kita meminta sesuatu, kita memintanya dengan ngotot, seakan-akan kita
meminta sesuatu kepada pembantu kita. Seringkali saya dan anda meminta sesuatu
seperti ini, “Tuhan, saya minta Tuhan memberkati saya dengan A, B, C, D, E, dan
seterusnya...”. Bahkan mungkin secara tidak sadar kita merasa diri kita lebih
tahu daripada Tuhan sendiri dengan berkata, “Tuhan, aku ingin punya isteri yang
putih, cantik, tinggi, kaya, pintar memasak, dan seterusnya...”. Bukankah Tuhan
pasti lebih tahu apa yang kita perlukan daripada kita sendiri? Tidak salah
memang meminta kepada Tuhan, tetapi mari kita juga boleh meminta kepada Tuhan
seperti orang yang sakit kusta tersebut, “Jika Tuhan mau, Tuhan dapat menjawab
doaku ini dan memberkati aku dalam kehidupanku”. Bukankah itu lebih baik? Ingat
bahwa kita berdoa kepada Tuhan di atas segala Tuhan. Ia adalah Tuhan yang
berkuasa, bukan pembantu kita yang harus selalu melakukan apa yang kita
inginkan. Kalau Tuhan mau dan berkenan akan permohonan kita, pasti Tuhan akan
mampu mengabulkan apapun yang kita minta kepada Tuhan.
Bacaan
Alkitab: Markus 1:40-45
1:40 Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di
hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: "Kalau Engkau mau, Engkau
dapat mentahirkan aku."
1:41 Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan
tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah
engkau tahir."
1:42 Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi
tahir.
1:43 Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras:
1:44 "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal
ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan
persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa,
sebagai bukti bagi mereka."
1:45 Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya
kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam
kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga
datang kepada-Nya dari segala penjuru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.