Sabtu, 1 Desember 2012
Bacaan Alkitab: Imamat 21:13-15
“Ia [Imam] harus mengambil seorang perempuan
yang masih perawan.” (Im 21:13)
Perawan bagi Hamba Tuhan
Saya sendiri
sangat jarang melihat ada Pendeta menikah. Mengapa? Karena umumnya seseorang
menjadi pendeta setelah sudah menikah atau berkeluarga. Memang ada beberapa
orang yang saya kenal sejak belajar di sekolah theologi, dan akhirnya menjadi
pendeta dan kemudian menikah, tetapi jumlahnya cukup jarang. Justru ada salah
seorang pendeta yang isterinya dipanggil Tuhan kemudian menikah kembali dengan
seorang janda yang juga adalah anggota jemaat di gerejanya.
Firman Tuhan hari
ini berkata bahwa seorang imam yang kudus di hadapan Tuhan, harus mengambil
seorang perempuan yang masih perawan sebagai isterinya (ay. 3). Dijelaskan lagi
bahwa ia tidak boleh mengambil seorang janda atau perempuan yang telah
diceraikan atau yang sudah rusak kesuciannya atau perempuan sundal (ay. 14).
Intinya, seorang imam harus mengambil isteri yang masih perawan.
Saya sih oke-oke
saja dengan Firman Tuhan ini, khususnya bagi para imam yang masih muda dan
memang baru akan mengambil isteri. Seorang imam akan menjadi pemimpin jemaat,
tentu saja ia harus memilih isteri yang terbaik juga, yang bisa mendampinginya
sebagai pemimpin jemaat. Tidak mungkin dong seorang imam mengambil perempuan
sundal untuk jadi isterinya, sementara masih banyak gadis-gadis lain yang
tersedia.
Akan tetapi saya
berpikir, bagaimana jika imam tersebut isterinya meninggal kemudian ia ingin
menikah kembali? Bagaimana jika imam tersebut katakanlah usianya sudah 50
tahun, apakah ia harus mengambil gadis yang masih muda untuk menjadi isterinya?
Apa hal itu jika diterapkan di masa kini nggak akan menimbulkan gunjingan di jemaat dan juga masyarakat?
Saya sendiri
masih belum yakin 100% jawabannya, akan tetapi saya melihat seperti ini: Jika
seorang imam (hamba Tuhan/pelayan Tuhan) ingin mengambil isteri, Firman Tuhan
berkata dengan tegas: harus mengambil perawan. Menurut pendapat saya secara
pribadi, mungkin jalan tengahnya adalah imam harus mencari gadis yang masih
perawan yang usianya juga tidak terlalu muda, minimal tidak akan terlalu banyak
gunjingan dari jemaat dan masyarakat. Jika tidak mau, maka lebih baik ia mundur
dari pelayanannya dan menjadi jemaat awam barulah ia menikah dengan pilihannya yang
bukan gadis. Tetapi tentu saja sebaiknya hamba Tuhan tersebut mampu menahan
diri, dan tetap hidup selibat (melajang) hingga akhir hidupnya, sehingga ia pun
masih tetap melayani Tuhan dan tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Hal ini
sebenarnya tidak hanya berlaku bagi imam/hamba Tuhan. Pada zaman Israel, yang
menjadi imam hanyalah kaum pria/laki-laki. Akan tetapi saat ini pun banyak wanita
yang menjadi hamba Tuhan, dan hal ini juga berlaku bagi mereka, yaitu mencari
suami yang masih perjaka. Di sisi lain, orang-orang yang ingin menjadi isteri
atau suami dari hamba Tuhan, juga harus menjaga dirinya agar tetap kudus dan
suci, hingga hari pernikahan tiba. Mungkin ada orang yang berkata, “Kok rasanya
susah dan njelimet banget sih? Lah kalau dulu seseorang sudah terlanjur
mengambil isteri yang tidak perawan lalu baru menjadi hamba Tuhan apakah itu
salah?”. Menurut pendapat saya pribadi, ayat ini lebih menekankan pada para
hamba Tuhan yang ingin menikah (entah dalam konteks baru menikah pertama kali
atau menikah lagi karena pasangannya meninggal dunia). Jika seseorang tersebut
sudah menikah ketika ia menjadi hamba Tuhan, maka ayat ini pun tidak berlaku
lagi.
Hal ini memang
sepertinya sederhana, tetapi dalam kenyataannya hal ini bisa menjadi rumit dan
kompleks. Hal ini juga sepertinya tidak adil bagi orang yang sudah tidak
perawan dan tidak perjaka lagi. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak perawan
karena diperkosa misalnya, atau karena
hal lain? Apakah ia tidak boleh menikah dengan imam/hamba Tuhan? Jawaban
saya secara pribadi, tetapi sama dengan jawaban di atas, jika ia mau menikah,
sebaiknya jangan menikah dengan orang yang menjadi imam/hamba Tuhan. Sebaiknya
ia menikah dengan jemaat biasa saja. Imam di sini berarti hamba Tuhan yang
diurapi, dengan demikian ia harus menjaga kekudusan (Mungkin dalam konteks saat
ini adalah para pendeta, entah itu Pdp., Pdm., atau Pdt) yang dalam pengangkatannya
dilakukan pengurapan di hadapan Tuhan. Selain orang-orang tersebut, saya rasa
tidak ada masalah mau menikah dengan siapa saja. Ingat, bahwa Tuhan Yesus
sendiri juga lahir dari nenek moyang yang bermacam-macam, ada Tamar (yang hamil
dari mertuanya), ada Rahab (yang pernah menjadi pelacur), ada Rut (yang berasal
dari bangsa Moab/non Israel dan sudah pernah menjadi janda), dan lain
sebagianya.
Jika demikian,
alangkah sangat baiknya jika kita mau mengerti kebenaran Firman Tuhan dan mau
mengaplikasikannya dalam hidup kita. Ini bukan perintah saya, ini adalah
perintah Tuhan. Alasan utamanya adalah agar para imam/hamba Tuhan menjaga
kekudusan di hadapan orang-orang sebangsanya dan di hadapan Tuhan, karena Tuhan
sendiri yang menguduskan orang tersebut (ay. 15). Sekali lagi saya tekankan
bahwa ayat ini ditujukan khusus kepada para hamba Tuhan, dan saya harap para
hamba Tuhan yang memiliki rencana untuk menikah, alangkah baiknya untuk
memperhatikan ayat ini sebagai suatu perintah dari Tuhan. Bagi para jemaat
juga, alangkah baiknya juga mendukung para hamba Tuhan dalam doa, sehingga
semua Firman Tuhan juga bisa kita terapkan. Jika hamba Tuhan saja tidak mau
menuruti Firman Tuhan ini, bagaimana ia bisa mengharapkan jemaat yang
dilayaninya juga mau menuruti Firman Tuhan?
Bacaan Alkitab: Imamat 21:13-15
21:13 Ia harus
mengambil seorang perempuan yang masih perawan.
21:14 Seorang
janda atau perempuan yang telah diceraikan atau yang dirusak kesuciannya atau
perempuan sundal, janganlah diambil, melainkan harus seorang perawan dari
antara orang-orang sebangsanya,
21:15 supaya jangan
ia melanggar kekudusan keturunannya di antara orang-orang sebangsanya, sebab
Akulah TUHAN, yang menguduskan dia."