Sabtu, 18 Maret 2017
Bacaan
Alkitab: Ibrani 4:1-2
Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu
yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya
masih berlaku. (Ibr 4:1)
Kewaspadaan Umat Perjanjian Baru (10): terhadap
Ketertinggalan
Beberapa waktu yang lalu saya hendak
berpergian ke luar kota naik kereta api. Saya tiba di stasiun kira-kira 15
menit sebelum waktu keberangkatan kereta api saya. Ketika saya hendak mengantri
untuk boarding (masuk ke dalam peron stasiun), pada waktu itu ada kereta api
lain yang hendak berangkat. Ketika peluit mulai ditiup, kereta api tersebut
mulai bergerak perlahan-lahan. Pada waktu itu, datang seorang penumpang yang
seharusnya naik ke atas kereta api yang mulai berjalan tersebut. Ia hendak lari
mengejar kereta (pada waktu itu jalannya masih cukup pelan), namun dilarang
oleh petugas karena kereta tersebut sudah berjalan dan tidak dapat dihentikan
kembali (akan berbahaya jika ia tetap nekad mencoba naik). Penumpang tersebut
mungkin hanya terlambat sekitar 1 menit, tetapi dampaknya ternyata cukup fatal,
ia ketinggalan kereta, tiketnya hangus, dan ia harus mencari tiket lain
(seperti tiket kereta api jadwal selanjutnya atau tiket moda transportasi
lainnya).
Ketinggalan itu memang tidak
mengenakkan. Ketinggalan kereta, ketinggalan pesawat, ketinggalan naik kelas, ataupun
ketinggalan hal lainnya. Akan tetapi ketinggalan yang satu ini begitu berbahaya
sehingga kita perlu waspada. Alkitab mengatakan supaya kita (semua orang
percaya) waspada, yaitu agar jangan ada di antara kita yang dianggap
ketinggalan (ay. 1a). Kata ketinggalan pada ayat 1 tersebut dalam bahasa
aslinya adalah kataleipó (καταλείπω), yang juga dapat diartikan
sebagai “dibiarkan”. Menjadi menarik melihat kalimat selanjutnya yang dalam
Alkitab Bahasa Indonesia Terjemahan Baru disebutkan sebagai “sekalipun janji
akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku” (ay. 1b). Dalam bahasa
aslinya, frasa “masih berlaku” ini menggunakan kata hustereó (ὑστερέω) yang
sebenarnya lebih tepat bermakna “datang terlambat, tertinggal (dalam
perlombaan) sehingga gagal mencapai garis akhir)”.
Jadi, penulis kitab Ibrani ini ingin
mengatakan bahwa janji Tuhan tetap berlaku, persoalannya bukan pada Tuhan
tetapi pada kita semua, apakah kita mau berjuang untuk masuk ke dalam janji
perhentian Tuhan tersebut ataukah kita memilih untuk berlambat-lambat dalam perlombaan
yang diwajibkan bagi kita (Ibr 12:1). Pilihan ada di tangan kita. Kita
seharusnya melakukan perlombaan dengan setia dan tekun, berlari dengan tujuan
yang jelas supaya kita bisa mencapai garis akhir. Seorang pelari profesional tidak
akan bersantai-santai dalam lintasan lari. Ia akan berlari begitu rupa sehingga
mencapai garis finis sesegera mungkin. Kita hidup dalam suatu perlombaan, bukan
dalam suatu “jalan santai”. Oleh karena itu jika kita berlambat-lambat (tidak
berusaha untuk menjadi sempurna secepat mungkin), suatu saat kita akan dianggap
ketinggalan.
Pada masa Perjanjian Lama, Tuhan
mengikat perjanjian dengan bangsa Israel/Yahudi. Dalam hal ini Tuhan ingin
menjadikan bangsa Israel/Yahudi sebagai bangsa pilihan, yaitu bangsa yang
mengenal Tuhan dengan benar, bangsa yang hidup menurut tuntunan Tuhan dan
bangsa yang melakukan perintah-Nya dengan sempurna. Pada saat bangsa Israel
baru keluar dari tanah Mesir, Tuhan masih sabar ketika bangsa Israel meminta
air, mengeluh kepada Tuhan, dan lain sebagainya. Namun seiring berjalannya
waktu, ketika mereka sudah menetap di tanah Kanaan dan mulai mapan, Tuhan juga
menuntut mereka untuk menjadi bangsa yang
benar. Sayangnya, seiring berjalannya waktu bangsa Israel tidak kunjung berubah
menjadi lebih baik tetapi justru menjadi lebih jahat. Tuhan mengutus
nabi-nabi-Nya kepada bangsa Israel tetapi mereka tidak mau mendengarkan suara
Tuhan. Ini yang dikatakan bahwa pemberitaan Firman tidak berguna bagi mereka
(ay. 2a). Sehingga pada suatu titik tertentu, Tuhan menganggap bangsa Israel
sudah ketinggalan sehingga mereka terbuang dari tanah perjanjian mereka.
Dalam hal ini janji Tuhan sebenarnya
tetap ada, namun bangsa Israel sendiri yang membuat diri mereka tertinggal
dalam perlombaan hidupnya. Oleh karena itu, mereka pun akhirnya menuai dampak
dari apa yang mereka tabur selama ini. Hal ini juga menjadi peringatan bagi
kita, sudah berapa lama kita menjadi orang Kristen? 1 tahun? 5 tahun? 10 tahun?
25 tahun? Atau 50 tahun? Coba kita ukur diri kita, kira-kira apakah kita masih
ada dalam perlombaan atau sudah tertinggal jauh dari posisi kita yang
seharusnya. Jika kita tertinggal, mungkin selama ini kita sudah banyak mendengar
Firman tetapi Firman itu tidak pernah kita rawat supaya bertumbuh dalam hati
kita (ay. 2b). Ini yang berbahaya, karena suatu saat jika kita tidak bertumbuh
secara proporsional, kita ibarat pohon yang seharusnya sudah menghasilkan buah
tetapi belum menghasilkan buah. Jika waktu Tuhan bagi kita sudah habis, kita
bisa dianggap ketinggalan dan ditebang (Luk 13:6-9). Waspadalah supaya kita
tidak sampai ketinggalan dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.
Bacaan
Alkitab: Ibrani 4:1-2
4:1 Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara
kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam
perhentian-Nya masih berlaku.
4:2 Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada
mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak
bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.