Senin, 6 Agustus 2012
Bacaan Alkitab: Kejadian 20:1-7
“Bukankah orang itu sendiri mengatakan
kepadaku: Dia saudaraku? Dan perempuan itu sendiri telah mengatakan: Ia
saudaraku. Jadi hal ini kulakukan dengan hati yang tulus dan dengan tangan yang
suci.” (Kej 20:5)
Hati yang Tulus dan Tangan yang Suci
Saat ini banyak
sekali orang berpacaran yang sudah melampaui batas. Tidak heran jika kita
sering mendengar banyak orang yang harus menikah karena “kecelakaan”. Banyak
juga yang akhirnya melakukan aborsi karena belum siap menerima risiko hamil
sebelum nikah. Sayangnya, hal ini juga banyak terjadi di kalangan orang
Kristen. Cukup sering kita melihat bahwa para pemuda atau pemudi Kristen yang
terlanjur hamil lalu terpaksa “dinikahkan” di Gereja. Sayangnya, cukup banyak
pula pemuda atau pemudi Kristen yang akhirnya menikah dengan orang yang tidak
seiman. Sungguh disayangkan apabila terjadi hal seperti itu. Jika mereka hamil
duluan dan dua-duanya adalah sama-sama orang percaya, maka hal tersebut tidak
akan terlalu sulit, akan tetapi jika salah satunya adalah orang non Kristen,
maka akan menjadi jauh lebih sulit karena ada potensi pemuda atau pemudi
Kristen tersebut (dan juga anaknya nanti) akan mengikuti agama pasangannya itu.
Lalu bagaimanakah
prinsip berpacaran yang baik? Alkitab memang tidak mengenal prinsip berpacaran,
karena pacaran itu baru ada di masa modern ini. Akan tetapi ada beberapa hal
yang dapat kita pelajari dari Alkitab, dan salah satunya akan kita bahas pada
hari ini.
Bacaan Alkitab
kita hari ini berbicara tentang Abraham dan Sara yang pindah dari Tanah Negeb
dan tinggal di daerah Gerar (ay. 1). Saat itu Abraham takut akan dibunuh karena
isterinya, Sara, adalah orang yang cantik (walaupun saat itu Sara sudah tua dan
sudah memasuki masa menopause), sehingga Abraham mengatakan bahwa Sara adalah
saudaranya, dan tidak mengatakan bahwa Sara adalah isterinya (ay. 2). Hal
tersebut mengakibatkan Abimelekh, raja Gerar menyuruh untuk mengambil Sara
menjadi isterinya (atau gundiknya).
Sangat mungkin
bahwa Abimelekh dalam hal ini sudah menikahi Sara secara adat yang berlaku pada
masyarakat zaman itu. Akan tetapi, pada malam Abimelekh telah mengambil Sara,
Tuhan datang kepada Abimelekh melalui mimpi dan memperingatkan Abimelekh atas
kesalahannya, yaitu mengambil Sara yang sudah bersuami (ay. 3). Tentu saja
Abimelekh kaget, dan ia pun membela diri. Perhatikan pembelaan yang diucapkan
Abimelekh, “Tuhan! Apakah Engkau membunuh bangsa yang tak bersalah? Bukankah
orang itu sendiri (Abraham) mengatakan kepadaku: Dia saudaraku? Dan perempuan
itu sendiri telah mengatakan: Ia saudaraku. Jadi hal ini kulakukan dengan hati
yang tulus dan dengan tangan yang suci” (ay. 4-5). Abimelekh mengambil Sara
menjadi isterinya bukan karena nafsu semata dan juga bukan karena ambisi atau
kekuasaannya sebagai raja Gerar, melainkan dengan hati yang tulus dan tangan
yang suci. Untungnya, walaupun Abimelekh telah mengambil Sara, ia belum
menghampiri Sara (ay. 4a), sehingga ia masih belum melakukan dosa secara fisik.
Itulah mengapa
Tuhan mengingatkan Abimelekh melalui mimpi, yaitu untuk mencegah Abimelekh
berbuat dosa, karena Tuhan tahu bahwa Abimelekh telah mengambil Sara dengan
hati yang tulus (ay. 6). Walaupun demikian, hati yang tulus dan tangan yang
suci saja tidak cukup. Allah ingin agar Abimelekh juga mengembalikan Sara
kepada yang berhak, yaitu Abraham, suaminya. Pilihannya hanya ada dua: Pertama,
mengembalikan Sara kepada Abraham dengan konsekuensi bahwa ia tidak akan mendapatkan
Sara sebagai isterinya, atau Kedua, tidak mengembalikan Sara dengan konsekuensi
akan dibunuh Tuhan. Tentu saja Abimelekh akhirnya memilih pilihan kedua
yaitu mengembalikan Sara kepada Abraham.
Apa yang dapat
kita pelajari hari ini, adalah bahwa penting kita memiliki hati yang tulus dan tangan
yang suci dalam hidup kita, khususnya ketika kita sedang menjalin hubungan
dengan seseorang. Hati yang tulus berarti memiliki motivasi yang benar, dalam
konteks berpacaran berarti kita memiliki motivasi dan tujuan yang benar yaitu
untuk saling mengenal menuju pernikahan yang kudus. Oleh karena itu jika kita
memiliki hati yang tulus, maka kita tidak akan berpacaran dengan orang yang tak
seiman, karena kita tahu bahwa hal tersebut tidak akan menyenangkan hati Tuhan.
Tangan yang suci berarti kita memiliki sikap yang benar, menjaga kekudusan di
hadapan Tuhan, dan tidak melakukan sesuatu yang belum waktunya. Terutama bagi
para pemuda dan pemudi Kristen, sudahkah kita memiliki hati yang tulus dan
tangan yang suci dalam hidup kita?
Bacaan Alkitab: Kejadian 20:1-7
20:1 Lalu Abraham
berangkat dari situ ke Tanah Negeb dan ia menetap antara Kadesh dan Syur. Ia
tinggal di Gerar sebagai orang asing.
20:2 Oleh karena
Abraham telah mengatakan tentang Sara, isterinya: "Dia saudaraku,"
maka Abimelekh, raja Gerar, menyuruh mengambil Sara.
20:3 Tetapi pada
waktu malam Allah datang kepada Abimelekh dalam suatu mimpi serta berfirman
kepadanya: "Engkau harus mati oleh karena perempuan yang telah kauambil
itu; sebab ia sudah bersuami."
20:4 Adapun
Abimelekh belum menghampiri Sara. Berkatalah ia: "Tuhan! Apakah Engkau
membunuh bangsa yang tak bersalah?
20:5 Bukankah
orang itu sendiri mengatakan kepadaku: Dia saudaraku? Dan perempuan itu sendiri
telah mengatakan: Ia saudaraku. Jadi hal ini kulakukan dengan hati yang tulus
dan dengan tangan yang suci."
20:6 Lalu
berfirmanlah Allah kepadanya dalam mimpi: "Aku tahu juga, bahwa engkau
telah melakukan hal itu dengan hati yang tulus, maka Aku pun telah mencegah
engkau untuk berbuat dosa terhadap Aku; sebab itu Aku tidak membiarkan engkau
menjamah dia.
20:7 Jadi
sekarang, kembalikanlah isteri orang itu, sebab dia seorang nabi; ia akan
berdoa untuk engkau, maka engkau tetap hidup; tetapi jika engkau tidak
mengembalikan dia, ketahuilah, engkau pasti mati, engkau dan semua orang yang
bersama-sama dengan engkau."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.