Sabtu, 18 Agustus 2012
Bacaan Alkitab: Galatia 6:15-16
“Sebab bersunat
atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang
ada artinya.” (Gal 6:15)
Relevansi Tradisi yang Ditulis dalam Alkitab
Ketika saya masih
bersekolah di SMP atau SMA Katolik, saya pernah membaca sebuah tulisan dalam
buku pelajaran agama Katolik yang kurang lebih berbunyi seperti ini:
Pada suatu waktu di
suatu biara, ada seekor kucing yang hidup berkeliaran di biara tersebut. Kucing
ini memiliki kebiasaan yaitu datang ke acara ibadah dan mengeong keras-keras
pada waktu ibadah sedang dimulai. Akibatnya, kepala Biara kemudian
memerintahkan agar kucing tersebut diikat dan ditutup mulutnya ketika ibadah
akan dilaksanakan. Murid-murid di biara tersebut segera melakukan apa yang
diminta kepala biara. Setelah sekian lama, kepala biara tersebut meninggal
dunia dan digantikan orang lain. Orang lain itu pun mengikuti apa yang sudah
biasa dilakukan, yaitu mengikat kucing dan menutup mulutnya setiap kali ibadah
diadakan. Dan setelah itu, kucing itu pun mati. Para murid di biara tersebut
pun merasa ada yang kurang ketika tidak ada lagi kucing yang diikat dan ditutup
mulutnya, akhirnya mereka pun mencari kucing lain dan mengikatnya serta menutup
mulutnya setiap kali ibadah akan dimulai. Hal itu pun menjadi tradisi dan
kebiasaan yang berlangsung hingga saat ini.
Membaca tulisan
atau kisah di atas, saya rasa kita semua sudah cukup paham apa maksudnya
tulisan tersebut. Tulisan tersebut bukan mengartikan bahwa agama Katolik adalah
agama yang berpegang pada tradisi, tetapi saya melihat justru agama Katolik
sendiri sudah mengajarkan bahwa penting bagi kita untuk dapat membedakan mana sebetulnya
hal-hal yang penting, dan mana yang sebenarnya adalah hal-hal yang bersifat
tradisi dan kebiasaan, yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi. Jika kita
membaca Alkitab, cukup banyak tradisi orang Israel dan orang Yahudi yang
ditulis dalam Alkitab. Apakah semuanya masih relevan bagi kita saat ini? Ataukah
sebenarnya kita cukup mengambil esensi dari tradisi tersebut?
Ada banyak tradisi
dalam Alkitab yang sebenarnya masih relevan kita terapkan dalam kehidupan kita saat
ini. Sebagai contoh memberikan persembahan persepuluhan, memuji Tuhan melalui nyanyian
kita, melakukan perjamuan kudus untuk mengingat apa yang Tuhan telah lakukan
bagi kita, dan lain sebaginya. Tetapi ada juga sejumlah tradisi yang menurut
saya sudah tidak relevan, misalnya adalah sunat. Ini adalah perintah yang
diberikan Tuhan kepada Abraham (Kej 17:10). Itulah mengapa dua dari tiga agama
besar di dunia yang berasal dari keturunan Abraham, yaitu agama Yahudi dan agama
Islam mensyaratkan sunat sebagai hal yang wajib dilakukan oleh setiap
laki-laki. Akan tetapi, agama Kristen (jika kekristenan dapat dianggap sebagai
agama), tidak mewajibkan sunat sebagai syarat mutlak.
Mengapa demikian?
Kita harus melihat konteks peristiwa yang terjadi pada zaman gereja mula-mula.
Awalnya gereja mula-mula terdiri dari orang-orang Yahudi yang percaya kepada
Yesus, yang dirintis oleh kesebelas murid-murid Tuhan Yesus (minus Yudas Iskariot
yang mengkhianati Yesus). Akan tetapi gereja ternyata berkembang dan menjangkau
bangsa-bangsa lain. Mereka tidak memiliki kebiasaan sunat dan hal ini menjadi
pertentangan besar dalam gereja waktu itu. Akibatnya diadakan sidang atau
pertemuan para hamba-hamba Tuhan yang menghasilkan keputusan pada waktu itu
yaitu sunat tidak diwajibkan dalam ajaran gereja karena bukan sunatlah yang
menyelamatkan, tetapi iman kepada Yesus Kristuslah yang menyelamatkan. Namun
bagi orang-orang yang sudah bersunat, atau yang percaya bahwa sunat adalah
perjanjian turun temurun (terutama bagi orang percaya dari kalangan Yahudi),
gereja membebaskan mereka untuk bersunat. Akan tetapi bagi orang-orang non
Yahudi yang tidak ingin disunat, gereja juga tidak memaksa mereka untuk
bersunat. Ini adalah keputusan penting yang dibuat gereja mula-mula yang
menyebabkan pertumbuhan gereja menjadi sangat pesat.
Tentu para
hamba-hamba Tuhan itu memiliki pemahaman yang benar, bahwa esensi dari sunat
adalah perjanjian antara Abraham dan keturunannya dengan Tuhan. Oleh karena
itu, bangsa Yahudi yang merupakan keturunan jasmani dari Abraham, boleh-boleh
saja memelihara sunat. Sedangkan bangsa non Yahudi yang telah percaya kepada
Kristus, yang merupakan keturunan rohani dari Abraham, juga boleh-boleh saja disunat
jika mereka mau, akan tetapi Paulus lebih mementingkan “sunat rohani” ketimbang
“sunat jasmani” (Rm 2:28), walaupun Paulus sendiri adalah orang yang telah
disunat secara jasmani sejak hari kedelapan, sesuai adat istiadat atau tradisi
bangsa Yahudi pada waktu itu (Flp 3:5).
Oleh karena itu,
dalam bacaan Alkitab kita ini kita melihat bahwa sebenarnya sunat atau tidak
bersunat itu tidak ada artinya, atau dalam kalimat lain, bukanlah hal yang
terpenting, melainkan menjadi ciptaan baru, mengenal Allah dalam kebenaran, dan
menjadi anak-anak Allah, itulah hal yang lebih penting (ay. 15). Penting bagi
kita untuk memiliki pola pikir seperti ini, sehingga kita dapat membedakan mana
sebenarnya tradisi-tradisi yang masih relevan bagi kita, dan mana
tradisi-tradisi yang sebenarnya tidak terlalu esensial. Dengan berpegangan pada
pola pikir dan patokan seperti ini, kita akan merasakan damai sejahtera dari
Tuhan (ay. 16).
Terkait dengan
tulisan yang saya kutip di awal renungan hari ini, saya ingin menyampaikan
bahwa seringkali gereja memiliki kebiasaan yang turun temurun, tanpa mengerti
esensi dari kebiasaan tersebut. Contoh paling mudah, kita berdoa dengan melipat
tangan. Apakah itu salah? Tidak salah, tetapi juga sebenarnya tidak ada ayatnya
di Alkitab. Atau contoh lain, kita bernyanyi dengan bertepuk tangan. Apakah itu
salah? Tidak salah, tetapi juga sebenarnya tidak ada ayatnya di Alkitab. Lalu
bagaimana pandangan kita terhadap hal-hal seperti ini? Menurut saya, jika
memang kita lebih merasa khusyuk berdoa dengan melipat tangan, maka silahkan
berdoa dengan melipat tangan. Tetapi bagi mereka yang terbiasa berdoa dengan
tangan yang bergerak bebas, silahkan berdoa denga cara tersebut. Yang
terpenting adalah doa kita adalah doa yang kita ucapkan dengan benar, dan kita
tujukan kepada Tuhan, bukan kepada yang lain. Lalu jika kita terbiasa bernyanyi
di gereja dengan bertepuk tangan, silahkan bertepuk tangan. Jika kita tidak
terbiasa dengan hal itu, menyanyilah seperti biasa. Yang penting adalah kita sadar
bahwa kita memuji Tuhan yang benar dan dengan hati yang benar pula, dan
nyanyian kita itu memuliakan nama Tuhan. Dengan demikian, jangan ada di antara
kita yang kemudian menjadi ragu-ragu dalam melakukan sesuatu hal, terlebih jangan
ada di antara kita yang menjadi tersandung karena ajaran-ajaran tertentu yang
bilang bahwa hal ini boleh, hal itu tidak boleh, dan lain sebagainya. Yang
penting bagi kita adalah mengerti esensi di balik tradisi yang ada, sehingga
oleh hikmat Tuhan kita boleh tetap mengerti kebenaran dan menjadikan kebenaran
itu menjadi hal yang paling penting. Apapun cara kita berdoa, apapun cara kita
memuji Tuhan, yang terpenting adalah apakah Tuhan dimuliakan melalui apa yang
kita lakukan.
Bacaan Alkitab: Galatia 6:15-16
6:15 Sebab
bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru,
itulah yang ada artinya.
6:16 Dan semua
orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai
sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.