Kamis, 16 Agustus 2012

Relevansi Tradisi yang Ditulis dalam Alkitab


Sabtu, 18 Agustus 2012
Bacaan Alkitab: Galatia 6:15-16
 Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.” (Gal 6:15)


Relevansi Tradisi yang Ditulis dalam Alkitab


Ketika saya masih bersekolah di SMP atau SMA Katolik, saya pernah membaca sebuah tulisan dalam buku pelajaran agama Katolik yang kurang lebih berbunyi seperti ini:

Pada suatu waktu di suatu biara, ada seekor kucing yang hidup berkeliaran di biara tersebut. Kucing ini memiliki kebiasaan yaitu datang ke acara ibadah dan mengeong keras-keras pada waktu ibadah sedang dimulai. Akibatnya, kepala Biara kemudian memerintahkan agar kucing tersebut diikat dan ditutup mulutnya ketika ibadah akan dilaksanakan. Murid-murid di biara tersebut segera melakukan apa yang diminta kepala biara. Setelah sekian lama, kepala biara tersebut meninggal dunia dan digantikan orang lain. Orang lain itu pun mengikuti apa yang sudah biasa dilakukan, yaitu mengikat kucing dan menutup mulutnya setiap kali ibadah diadakan. Dan setelah itu, kucing itu pun mati. Para murid di biara tersebut pun merasa ada yang kurang ketika tidak ada lagi kucing yang diikat dan ditutup mulutnya, akhirnya mereka pun mencari kucing lain dan mengikatnya serta menutup mulutnya setiap kali ibadah akan dimulai. Hal itu pun menjadi tradisi dan kebiasaan yang berlangsung hingga saat ini.

Membaca tulisan atau kisah di atas, saya rasa kita semua sudah cukup paham apa maksudnya tulisan tersebut. Tulisan tersebut bukan mengartikan bahwa agama Katolik adalah agama yang berpegang pada tradisi, tetapi saya melihat justru agama Katolik sendiri sudah mengajarkan bahwa penting bagi kita untuk dapat membedakan mana sebetulnya hal-hal yang penting, dan mana yang sebenarnya adalah hal-hal yang bersifat tradisi dan kebiasaan, yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi. Jika kita membaca Alkitab, cukup banyak tradisi orang Israel dan orang Yahudi yang ditulis dalam Alkitab. Apakah semuanya masih relevan bagi kita saat ini? Ataukah sebenarnya kita cukup mengambil esensi dari tradisi tersebut?

Ada banyak tradisi dalam Alkitab yang sebenarnya masih relevan kita terapkan dalam kehidupan kita saat ini. Sebagai contoh memberikan persembahan persepuluhan, memuji Tuhan melalui nyanyian kita, melakukan perjamuan kudus untuk mengingat apa yang Tuhan telah lakukan bagi kita, dan lain sebaginya. Tetapi ada juga sejumlah tradisi yang menurut saya sudah tidak relevan, misalnya adalah sunat. Ini adalah perintah yang diberikan Tuhan kepada Abraham (Kej 17:10). Itulah mengapa dua dari tiga agama besar di dunia yang berasal dari keturunan Abraham, yaitu agama Yahudi dan agama Islam mensyaratkan sunat sebagai hal yang wajib dilakukan oleh setiap laki-laki. Akan tetapi, agama Kristen (jika kekristenan dapat dianggap sebagai agama), tidak mewajibkan sunat sebagai syarat mutlak.

Mengapa demikian? Kita harus melihat konteks peristiwa yang terjadi pada zaman gereja mula-mula. Awalnya gereja mula-mula terdiri dari orang-orang Yahudi yang percaya kepada Yesus, yang dirintis oleh kesebelas murid-murid Tuhan Yesus (minus Yudas Iskariot yang mengkhianati Yesus). Akan tetapi gereja ternyata berkembang dan menjangkau bangsa-bangsa lain. Mereka tidak memiliki kebiasaan sunat dan hal ini menjadi pertentangan besar dalam gereja waktu itu. Akibatnya diadakan sidang atau pertemuan para hamba-hamba Tuhan yang menghasilkan keputusan pada waktu itu yaitu sunat tidak diwajibkan dalam ajaran gereja karena bukan sunatlah yang menyelamatkan, tetapi iman kepada Yesus Kristuslah yang menyelamatkan. Namun bagi orang-orang yang sudah bersunat, atau yang percaya bahwa sunat adalah perjanjian turun temurun (terutama bagi orang percaya dari kalangan Yahudi), gereja membebaskan mereka untuk bersunat. Akan tetapi bagi orang-orang non Yahudi yang tidak ingin disunat, gereja juga tidak memaksa mereka untuk bersunat. Ini adalah keputusan penting yang dibuat gereja mula-mula yang menyebabkan pertumbuhan gereja menjadi sangat pesat.

Tentu para hamba-hamba Tuhan itu memiliki pemahaman yang benar, bahwa esensi dari sunat adalah perjanjian antara Abraham dan keturunannya dengan Tuhan. Oleh karena itu, bangsa Yahudi yang merupakan keturunan jasmani dari Abraham, boleh-boleh saja memelihara sunat. Sedangkan bangsa non Yahudi yang telah percaya kepada Kristus, yang merupakan keturunan rohani dari Abraham, juga boleh-boleh saja disunat jika mereka mau, akan tetapi Paulus lebih mementingkan “sunat rohani” ketimbang “sunat jasmani” (Rm 2:28), walaupun Paulus sendiri adalah orang yang telah disunat secara jasmani sejak hari kedelapan, sesuai adat istiadat atau tradisi bangsa Yahudi pada waktu itu (Flp 3:5).

Oleh karena itu, dalam bacaan Alkitab kita ini kita melihat bahwa sebenarnya sunat atau tidak bersunat itu tidak ada artinya, atau dalam kalimat lain, bukanlah hal yang terpenting, melainkan menjadi ciptaan baru, mengenal Allah dalam kebenaran, dan menjadi anak-anak Allah, itulah hal yang lebih penting (ay. 15). Penting bagi kita untuk memiliki pola pikir seperti ini, sehingga kita dapat membedakan mana sebenarnya tradisi-tradisi yang masih relevan bagi kita, dan mana tradisi-tradisi yang sebenarnya tidak terlalu esensial. Dengan berpegangan pada pola pikir dan patokan seperti ini, kita akan merasakan damai sejahtera dari Tuhan (ay. 16).

Terkait dengan tulisan yang saya kutip di awal renungan hari ini, saya ingin menyampaikan bahwa seringkali gereja memiliki kebiasaan yang turun temurun, tanpa mengerti esensi dari kebiasaan tersebut. Contoh paling mudah, kita berdoa dengan melipat tangan. Apakah itu salah? Tidak salah, tetapi juga sebenarnya tidak ada ayatnya di Alkitab. Atau contoh lain, kita bernyanyi dengan bertepuk tangan. Apakah itu salah? Tidak salah, tetapi juga sebenarnya tidak ada ayatnya di Alkitab. Lalu bagaimana pandangan kita terhadap hal-hal seperti ini? Menurut saya, jika memang kita lebih merasa khusyuk berdoa dengan melipat tangan, maka silahkan berdoa dengan melipat tangan. Tetapi bagi mereka yang terbiasa berdoa dengan tangan yang bergerak bebas, silahkan berdoa denga cara tersebut. Yang terpenting adalah doa kita adalah doa yang kita ucapkan dengan benar, dan kita tujukan kepada Tuhan, bukan kepada yang lain. Lalu jika kita terbiasa bernyanyi di gereja dengan bertepuk tangan, silahkan bertepuk tangan. Jika kita tidak terbiasa dengan hal itu, menyanyilah seperti biasa. Yang penting adalah kita sadar bahwa kita memuji Tuhan yang benar dan dengan hati yang benar pula, dan nyanyian kita itu memuliakan nama Tuhan. Dengan demikian, jangan ada di antara kita yang kemudian menjadi ragu-ragu dalam melakukan sesuatu hal, terlebih jangan ada di antara kita yang menjadi tersandung karena ajaran-ajaran tertentu yang bilang bahwa hal ini boleh, hal itu tidak boleh, dan lain sebagainya. Yang penting bagi kita adalah mengerti esensi di balik tradisi yang ada, sehingga oleh hikmat Tuhan kita boleh tetap mengerti kebenaran dan menjadikan kebenaran itu menjadi hal yang paling penting. Apapun cara kita berdoa, apapun cara kita memuji Tuhan, yang terpenting adalah apakah Tuhan dimuliakan melalui apa yang kita lakukan.


Bacaan Alkitab: Galatia 6:15-16
6:15 Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.
6:16 Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.