Sabtu,
26 Mei 2012
Bacaan
Alkitab: Imamat 11:45-47
“Yakni untuk membedakan
antara yang najis dengan yang tahir, antara binatang yang boleh dimakan dengan
binatang yang tidak boleh dimakan.” (Im 11:47)
Halal
dan Haram
Jika kita sepintas melihat judul renungan ini,
sepertinya bakal banyak yang protes, “Hari gini masih bahas makanan yang halal
dan haram? Bukannya di dalam Tuhan sudah tidak ada lagi makanan yang halal dan
haram?”. Memang betul, Tuhan sendiri memberikan
penglihatan kepada Petrus tentang makanan haram dan meminta Petrus untuk
memakannya. Tuhan sendiri menyatakan bahwa “Apa yang dinyatakan halal oleh
Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram” (Kis 10:15). Tuhan Yesus sendiri juga
secara eksplisit pernah mengatakan bahwa segala makanan adalah halal (Mrk
7:18-19). Paulus juga mengatakan bahwa di dalam Kristus memang segala seuatu
adalah halal (1 Kor 6:12), tetapi ingat bahwa di ayat yang sama juga ada lanjutannya,
yaitu “Tetapi bukan semuanya berguna”.
Saya memiliki pola pikir sepert ini, jika memang Tuhan
Yesus sendiri menyatakan segala sesuatu adalah halal, mengapa kita tidak pernah
membaca bahwa Tuhan Yesus makan sesuatu yang haram? Atau jika ditarik lebih
jauh lagi, mengapa di ayat-ayat pada Perjanjian Lama yang kita baca ini, bangsa
Israel dilarang makan makanan-makanan tertentu, sedangkan di Perjanjian baru
kemudia dinyatakan bahwa segala sesuatu adalah halal? Apakah kemudian Firman
Tuhan dalam Perjanjian Lama itu berarti tidak berlaku lagi ketika ada Firman
Tuhan di Perjanjian Baru? Saya sendiri berpendapat bahwa seluruh Firman Tuhan,
mau itu di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru, masih tetap relevan
hingga saat ini. Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa Ia datang bukan untuk
meniadakan atau menghilangkan atau membatalkan hukum Taurat (Perjanjian Lama),
tetapi untuk menggenapinya (Mat 5:17).
Saya meyakini, bahwa tujuan Allah memberikan
perintah bagi bangsa Israel untuk menghindari hewan-hewan tertentu yang haram
alias tidak boleh dimakan, adalah untuk menjaga agar bangsa Israel selalu dalam
kondisi sehat. Saya rasa alasan utamanya bukan karena Firman tersebut diberikan
di padang gurun dan di padang gurun tidak ada babi, lalu kemudian bangsa Israel
dilarang makan babi. Toh, nanti begitu masuk ke tanah Kanaan, mereka akan
mendapatkan makanan yang berlimpah, termasuk babi dan segala hewan yang
dinyatakan haram. Jadi menurut saya, dengan perintah mengenai apa yang halal
dan haram, Tuhan sebenarnya ingin membuat bangsa Israel menjadi bangsa yang
kudus, sebab Tuhan itu adalah kudus (ay. 45).
Apa artinya kudus? Secara sederhana, kudus berarti
“dipisahkan keluar”. Persembahan yang dikuduskan adalah persembahan yang
dipisahkan karena akan dipersembahkan khusus kepada Tuhan. Demikian juga bangsa
Israel juga adalah bangsa yang kudus, karena dipisahkan keluar dari
bangsa-bangsa lain untuk menjadi bangsa kesayangan Tuhan. Bangsa Israel memiliki
peraturan yang khusus yang membedakan dari bangsa-bangsa lain. Jika bangsa lain
memiliki banyak dewa, bangsa Israel hanya memiliki satu Tuhan, Tuhan yang esa
dan Tuhan yang berkuasa, pencipta langit dan bumi. Demikian juga dengan hal-hal
lainnya, bahkan Tuhan sampai mengatur pola makan bangsa Israel, apa yang boleh
dimakan, dan apa yang tidak boleh.
Jika kita melihat dan memperhatikan daftar hewan
yang tidak boleh dimakan oleh bangsa Israel, sesungguhnya kita pun akan
mengerti alasannya. Hampir semua hewan yang dinyatakan haram, memang sebenarnya
tidak baik bagi kesehatan karena pada umumnya mengandung lemak dan kolesterol
yang tinggi, walaupun bagi orang-orang yang pernah memakannya, mereka pasti
berkata bahwa makanan-makanan yang dilarang itu adalah makanan yang enak-enak,
contohnya saja: babi (karena berkuku belah), udang, kepiting, kerang (karena
tidak bersirip dan bersisik), katak, siput, belut (karena merayap), dan
lain-lain. Kita pasti setuju bahwa makanan tersebut sebenarnya adalah makanan
yang enak walaupun memang mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi.
Saya melihat seperti ini, perintah Tuhan tentang
makanan adalah agar kita bisa membedakan mana yang najis dengan yang tahir,
mana yang haram dan yang halal, mana yang boleh dimakan dan mana yang tidak
boleh dimakan (ay. 46-47), semata-mata adalah agar kita dapat hidup sehat. Perintah
Tuhan untuk menjauhi makanan-makanan yang haram memang berguna agar kita bisa
hidup sehat. Malah jika kita membaca Perjanjian Lama, ketika orang Israel
mempersembahkan hewan sebagai korban maka seluruh isi perut (jeroan) dari hewan
tersebut harus dipersembahkan kepada Tuhan, dan hanya dagingnya yang boleh
dimakan. Sedangkan di budaya kita, justru jeroan yang menjadi makanan favorit,
walau kita tahu bahwa jeroan itu adalah makanan yang “berbahaya” terutama
terkait kolesterolnya yang tinggi. Salah seorang teman saya pernah bercanda, “Pantas
saja orang Indonesia banyak yang sakit, lha wong seharusnya jeroan itu
dipersembahkan kepada Tuhan, kok malah dimakan sama orang Indonesia. Makanan Tuhan
kok ya malah dimakan manusia, ya makanya nggak heran kalau banyak penyakit-penyakit
baru karena makanan”. Ingatlah, tubuh kita adalah Bait Tuhan, dan kita harus
menjaga tubuh kita sebagai Bait Tuhan ini dengan cara makan makanan yang sehat,
sehingga kita juga bisa memuliakan Tuhan dengan tubuh kita. Renungan kita hari
ini, bagaimana kita bisa melayani Tuhan jika tubuh kita sakit? Walaupun tidak
ada halal dan haram lagi di dalam Tuhan, usahakanlah kita makan makanan yang
sehat dan berimbang, agar kita pun dapat melayani Tuhan dengan maksimal.
Bacaan
Alkitab: Imamat 11:45-47
11:45 Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu
keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini
kudus.
11:46 Itulah hukum tentang binatang berkaki empat,
burung-burung dan segala makhluk hidup yang bergerak di dalam air dan segala
makhluk yang mengeriap di atas bumi,
11:47 yakni untuk membedakan antara yang najis
dengan yang tahir, antara binatang yang boleh dimakan dengan binatang yang
tidak boleh dimakan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.