Selasa, 24 Juli 2012

Kesalahan Saul sebagai Pemimpin


Jumat, 20 Juli 2012
Bacaan Alkitab: 1 Tawarikh 10:13-14
Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN.” (1 Taw 10:13-14a)


Kesalahan Saul sebagai Pemimpin


Ketika saya menulis renungan ini, salah seorang hamba Tuhan, gembala sidang saya di gereja saya yang lama, telah dipanggil Tuhan pulang ke rumah Bapa di surga. Memang almarhum adalah seorang yang sudah cukup berumur bahkan dapat dikatakan sudah sepuh, tetapi satu hal yang salut adalah tentang kesetiaannya dalam melayani Tuhan tidak perlu diragukan. Almarhum adalah salah seorang pendiri sinode gereja saya, bahkan sempat menjabat sebagai ketua sinode untuk beberapa periode kepemimpinan, padahal gereja tempat almarhum menggembalakan jemaatnya hanyalah gereja yang dapat dikatakan kecil, di sebuah gang, dan jemaatnya hanya berkisar 200-an orang.

Jujur saja, ketika orang meninggal dunia, maka orang lain akan diingatkan lagi tentang segala hal dan segala jasa-jasa yang telah dilakukan orang yang telah meninggal dunia tersebut. Rasa-rasanya, kecuali yang meninggal adalah seorang penjahat, maka orang akan memberikan kesan positif terhadap orang yang meninggal. Akan tetapi, ketika kita membaca Firman Tuhan pada hari ini, kita melihat bahwa penulis Alkitab, yaitu penulis kitab Tawarikh tidak segan-segan menulis kebenaran ketika ia menceritakan tentang kematian raja Saul.

Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa Saul mati bukan karena ia tidak mampu berperang dan bukan karena musuh lebih hebat dan berhasil mengalahkannya, melainkan Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap Tuhan (ay. 13a). Penulis kitab Tawarikh ini ingin menunjukkan bahwa Saul bukan mati karena musuhnya, tetapi karena kesalahannya sendiri. Saul tidak mati karena kesalahan strategi yang diterapkannya ketika melawan orang Filistin, tetapi karena kesalahannya tidak setia terhadap Tuhan. Padahal dalam sepuluh perintah Allah, Tuhan sudah jelas mengatakan perintah “Jangan ada padamu allah lain dihadapanKu” (Kel 20:3). Alkitab mengatakan dengan jelas apa yang dimaksud dengan tidak setia terhadap Tuhan, yaitu:

Pertama, Saul tidak berpegang pada firman Tuhan (ay. 13b). Firman Tuhan adalah Firman dari Tuhan sendiri. Dalam Firman Tuhan tekandung nasihat-nasihat Tuhan, perintah-perintah, larangan-larangan, dan ajaran-ajaran dari Tuhan yang berguna bagi kita agar kita bisa hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Seseorang tidak dapat mengatakan “Aku setia kepada Tuhan” ketika ia tidak mau melakukan apa yang Tuhan mau. Seseorang tidak dapat melakukan apa yang Tuhan mau ketika ia tidak mau membaca Firman Tuhan. Oleh karena itu, seseorang akan dapat dengan mudah menyimpang, berdosa, bahkan murtad dan meninggalkan Tuhan ketika ia sudah tidak pernah lagi membaca Firman Tuhan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk senantiasa menjadikan Firman Tuhan sebagai kesukaan kita, sebagai makanan rohani kita yang harus kita baca setiap harinya.

Kedua, Saul tidak meminta petunjuk dari Tuhan, melainkan meminta petunjuk dari arwah (ay. 13c-14a). Saya tidak ingin membahas apakah memang kita bisa meminta petunjuk dari arwah, akan tetapi yang ingin saya tekankan adalah bagaimana Saul sebagai raja, justru tidak meminta petunjuk dari Tuhan yang telah mengangkatnya sebagai raja atas bangsa Israel. Ia lebih suka meminta petunjuk dari orang lain, bahkan dalam hal ini Saul justru lebih suka meminta petunjuk kepada arwah. Tidak ada cara lain agar kita menjadi berhasil kecuali kita berdoa kepada Tuhan dan memohon Tuhan menunjukkan kepada kita jalan mana yang harus kita tempuh dan pilihan apa yang harus kita perbuat. Jika kita tidak mau mengandalkan Tuhan sebagai penuntun hidup kita, ya jangan salahkan Tuhan jika hidup kita menjadi berantakan karena kita lebih mengandalkan orang lain dan diri kita sendiri daripada mengandalkan Tuhan.

Itulah inti dari kesalahan yang Saul lakukan, yang dapat diringkas dalam dua hal, yaitu tidak berpegang pada Firman Tuhan dan tidak meminta petunjuk dari Tuhan. Oleh karena dua hal tersebut maka Tuhan menyerahkan kerajaan Israel kepada Daud (ay. 14b). Memang jika kita membaca sejarah raja-raja bangsa Israel, tidak ada raja yang sempurna, semua memiliki kelemahan. Akan tetapi, jika kita perhatikan, apa yang dilakukan oleh Saul ini sungguh fatal. Ketika ia tidak menjadikan Tuhan sebagai pihak yang nomor satu dalam kehidupannya, maka sebagai pemimpin ia sesungguhnya telah membawa seluruh bangsa yang dipimpinnya menuju kehancuran.

Adakah kita saat ini menjadi seorang pemimpin? Jika ya, mari kita belajar dari Saul, dan jangan melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh Saul. Jika tidak, mari belajar juga dari kisah Saul ini, agar kita juga tidak melakukan kesalahan yang sama ketika nantinya kita menjadi seorang pemimpin. Namun di sisi lain, kita juga perlu mendukung pemimpin-pemimpin kita, baik di dalam keluarga, gereja, dan masyarakat agar mereka juga memiliki prinsip yang benar. Entah pemimpin kita adalah orang percaya atau orang yang belum percaya, tugas kita adalah mendukung mereka dalam doa, menyerahkan mereka dalam tangan Tuhan, dan mendoakan agar para pemimpin kita memiliki prinsip hidup yang benar, yang berpegang pada kebenaran Firman Tuhan dan meminta petunjuk kepada Tuhan, bukan kepada yang lain.


Bacaan Alkitab: 1 Tawarikh 10:13-14
10:13 Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah,
10:14 dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.