Jumat, 20 Juli 2012
Bacaan Alkitab: 1 Tawarikh 10:13-14
“Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang
tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN,
dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta
petunjuk TUHAN.” (1 Taw 10:13-14a)
Kesalahan Saul sebagai Pemimpin
Ketika saya
menulis renungan ini, salah seorang hamba Tuhan, gembala sidang saya di gereja
saya yang lama, telah dipanggil Tuhan pulang ke rumah Bapa di surga. Memang
almarhum adalah seorang yang sudah cukup berumur bahkan dapat dikatakan sudah
sepuh, tetapi satu hal yang salut adalah tentang kesetiaannya dalam melayani
Tuhan tidak perlu diragukan. Almarhum adalah salah seorang pendiri sinode
gereja saya, bahkan sempat menjabat sebagai ketua sinode untuk beberapa periode
kepemimpinan, padahal gereja tempat almarhum menggembalakan jemaatnya hanyalah gereja
yang dapat dikatakan kecil, di sebuah gang, dan jemaatnya hanya berkisar 200-an
orang.
Jujur saja,
ketika orang meninggal dunia, maka orang lain akan diingatkan lagi tentang
segala hal dan segala jasa-jasa yang telah dilakukan orang yang telah meninggal
dunia tersebut. Rasa-rasanya, kecuali yang meninggal adalah seorang penjahat,
maka orang akan memberikan kesan positif terhadap orang yang meninggal. Akan
tetapi, ketika kita membaca Firman Tuhan pada hari ini, kita melihat bahwa
penulis Alkitab, yaitu penulis kitab Tawarikh tidak segan-segan menulis
kebenaran ketika ia menceritakan tentang kematian raja Saul.
Alkitab dengan
tegas mengatakan bahwa Saul mati bukan karena ia tidak mampu berperang dan bukan
karena musuh lebih hebat dan berhasil mengalahkannya, melainkan Saul mati
karena perbuatannya yang tidak setia terhadap Tuhan (ay. 13a). Penulis kitab
Tawarikh ini ingin menunjukkan bahwa Saul bukan mati karena musuhnya, tetapi
karena kesalahannya sendiri. Saul tidak mati karena kesalahan strategi yang
diterapkannya ketika melawan orang Filistin, tetapi karena kesalahannya tidak
setia terhadap Tuhan. Padahal dalam sepuluh perintah Allah, Tuhan sudah jelas mengatakan
perintah “Jangan ada padamu allah lain dihadapanKu” (Kel 20:3). Alkitab
mengatakan dengan jelas apa yang dimaksud dengan tidak setia terhadap Tuhan,
yaitu:
Pertama, Saul
tidak berpegang pada firman Tuhan (ay. 13b). Firman Tuhan adalah Firman dari
Tuhan sendiri. Dalam Firman Tuhan tekandung nasihat-nasihat Tuhan,
perintah-perintah, larangan-larangan, dan ajaran-ajaran dari Tuhan yang berguna
bagi kita agar kita bisa hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Seseorang tidak dapat
mengatakan “Aku setia kepada Tuhan” ketika ia tidak mau melakukan apa yang Tuhan
mau. Seseorang tidak dapat melakukan apa yang Tuhan mau ketika ia tidak mau
membaca Firman Tuhan. Oleh karena itu, seseorang akan dapat dengan mudah menyimpang,
berdosa, bahkan murtad dan meninggalkan Tuhan ketika ia sudah tidak pernah lagi
membaca Firman Tuhan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk senantiasa
menjadikan Firman Tuhan sebagai kesukaan kita, sebagai makanan rohani kita yang
harus kita baca setiap harinya.
Kedua, Saul tidak
meminta petunjuk dari Tuhan, melainkan meminta petunjuk dari arwah (ay.
13c-14a). Saya tidak ingin membahas apakah memang kita bisa meminta petunjuk
dari arwah, akan tetapi yang ingin saya tekankan adalah bagaimana Saul sebagai
raja, justru tidak meminta petunjuk dari Tuhan yang telah mengangkatnya sebagai
raja atas bangsa Israel. Ia lebih suka meminta petunjuk dari orang lain, bahkan
dalam hal ini Saul justru lebih suka meminta petunjuk kepada arwah. Tidak ada
cara lain agar kita menjadi berhasil kecuali kita berdoa kepada Tuhan dan
memohon Tuhan menunjukkan kepada kita jalan mana yang harus kita tempuh dan
pilihan apa yang harus kita perbuat. Jika kita tidak mau mengandalkan Tuhan
sebagai penuntun hidup kita, ya jangan salahkan Tuhan jika hidup kita menjadi
berantakan karena kita lebih mengandalkan orang lain dan diri kita sendiri
daripada mengandalkan Tuhan.
Itulah inti dari
kesalahan yang Saul lakukan, yang dapat diringkas dalam dua hal, yaitu tidak
berpegang pada Firman Tuhan dan tidak meminta petunjuk dari Tuhan. Oleh karena
dua hal tersebut maka Tuhan menyerahkan kerajaan Israel kepada Daud (ay. 14b).
Memang jika kita membaca sejarah raja-raja bangsa Israel, tidak ada raja yang
sempurna, semua memiliki kelemahan. Akan tetapi, jika kita perhatikan, apa yang
dilakukan oleh Saul ini sungguh fatal. Ketika ia tidak menjadikan Tuhan sebagai
pihak yang nomor satu dalam kehidupannya, maka sebagai pemimpin ia sesungguhnya
telah membawa seluruh bangsa yang dipimpinnya menuju kehancuran.
Adakah kita saat
ini menjadi seorang pemimpin? Jika ya, mari kita belajar dari Saul, dan jangan
melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh Saul. Jika tidak,
mari belajar juga dari kisah Saul ini, agar kita juga tidak melakukan kesalahan
yang sama ketika nantinya kita menjadi seorang pemimpin. Namun di sisi lain,
kita juga perlu mendukung pemimpin-pemimpin kita, baik di dalam keluarga,
gereja, dan masyarakat agar mereka juga memiliki prinsip yang benar. Entah
pemimpin kita adalah orang percaya atau orang yang belum percaya, tugas kita adalah
mendukung mereka dalam doa, menyerahkan mereka dalam tangan Tuhan, dan
mendoakan agar para pemimpin kita memiliki prinsip hidup yang benar, yang
berpegang pada kebenaran Firman Tuhan dan meminta petunjuk kepada Tuhan, bukan
kepada yang lain.
Bacaan Alkitab: 1 Tawarikh 10:13-14
10:13 Demikianlah
Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia
tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk
dari arwah,
10:14 dan tidak
meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan
raja itu kepada Daud bin Isai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.