Minggu, 3 Februari 2013
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul
7:54-57
“Maka berteriak-teriaklah mereka dan sambil
menutup telinga serentak menyerbu dia.” (Kis 7:57)
Sulit untuk
Mendengar
Pernahkah kita berpikir, siapa orang yang
paling sulit untuk disuruh mendengarkan orang lain berbicara? Saya beritahu
jawabannya: orang yang paling susah disuruh diam dan mendengarkan orang lain
adalah Pendeta/Pengkhotbah. Mengapa demikian? Karena mereka sudah terbiasa
untuk berbicara di depan orang lain, sehingga akan menjadi sulit bagi mereka
untuk disuruh diam dan mendengarkan orang lain. Jika anda mau melihat apakah
hal tersebut benar adanya, cobalah lihat pada saat para pendeta berkumpul
(misal ada sidang sinode untuk memilih ketua umum sinode gereja), pastilah di
sana banyak orang yang berstatus pendeta yang ingin bicara dan ingin pendapatnya
didengar, tetapi tidak mau mendengarkan
pendapat orang lain.
Pada masa Yesus dan jemaat mula-mula hidup, hal
tersebut juga terjadi pada para imam dan anggota Mahkamah Agama. Mereka adalah
orang-orang yang tahu tentang Kitab Suci (Taurat dan kitab para nabi lainnya).
Mereka juga biasa dihormati dan sering diminta untuk berbicara di rumah-rumah
ibadat. Akan tetapi mereka punya satu kelemahan, yaitu tidak mau mendengar pendapat
orang lain yang berbeda dengan pendapatnya.
Ketika Stefanus ditangkap, dan menyampaikan “pembelaan”nya
di depan para anggota Mahkamah Agama, kata-kata yang diucapkan Stefanus sungguh
menusuk hati para anggota Mahkamah Agama Yahudi tersebut, sehingga mereka pun
menyambutnya dengan kertakan gigi (ay. 54). Bahkan ketika setelah itu Stefanus
meneruskan kata-katanya (ay. 55-56), maka semakin marahlah para anggota
Mahkamah Agama tersebut. Mereka berteriak-teriak sambil menutup telinga dan
sambil menyerbu Stefanus (ay. 57).
Saya merenungkan, mengapa mereka sampai berteriak-berteriak
sambil menutup telinga begitu? Bukankah kalau marah ya sudahlah, marah saja.
Kalau mereka tidak suka, kan tidak perlu sampai berteriak dan menutup telinga
bukan? Tetapi inilah ciri-ciri orang yang terlalu suka berbicara tanpa mau
mendengarkan orang lain. Mereka berteriak-teriak karena mereka terbiasa
berkhotbah kepada orang lain, dan pada masa itu ketika seseorang ahli agama
sedang berbicara di rumah ibadat, tidak ada seorangpun yang berani untuk
bertanya kepadanya (hampir mirip dengan pendeta masa kini juga sih ya). Dan
budaya ini membuat para imam dan ahli agama tidak mau mendengar jawaban yang tidak
sesuai dengan pemikirannya. Bahkan mereka pun sampai menutup telinga mereka
agar mereka tidak mendengar apa yang dikatakan Stefanus.
Saya rasa (dan mudah-mudahan perasaan saya
ini benar), saat ini tidak ada Pendeta di Indonesia yang seperti para anggota
Mahkamah Agama tersebut. Kalau iya, saya rasa Pendeta tersebut harus lebih
banyak belajar dari Tuhan Yesus sebagai Kepala Gereja. Bahkan tidak hanya
Pendeta atau hamba Tuhan, kita yang adalah jemaat biasa pun harus mulai
membentuk diri kita, sehingga kita cepat mendengar tetapi lambat untuk
berkata-kata (Yak 1:19). Kita harus meneladani Tuhan kita, Yesus Kristus, yang
selalu memiliki waktu untuk mendengar orang lain, walaupun Ia juga banyak
berkhotbah dan mengajar. Jadikan Tuhan Yesus teladan kita, bukan yang lain.
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul
7:54-60
7:54 Ketika anggota-anggota Mahkamah Agama
itu mendengar semuanya itu, sangat tertusuk hati mereka. Maka mereka
menyambutnya dengan gertakan gigi.
7:55 Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh
Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di
sebelah kanan Allah.
7:56 Lalu katanya: "Sungguh, aku melihat
langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah."
7:57 Maka berteriak-teriaklah mereka dan
sambil menutup telinga serentak menyerbu dia.