Senin, 28 Januari 2013
Bacaan Alkitab: 1 Samuel 7:15-8:3
“Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti
ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan.” (1 Sam 8:3)
[Not] Like Father, [Not] Like Son
Kita pasti pernah mendengar istilah atau
peribahasa dalam bahasa Inggris yang berbunyi “Like father, like son”. Dalam bahasa Indonesia sederhana, istilah
tersebut bisa diartikan sebagai “seorang anak biasanya akan sama atau mirip
dengan ayah (orang tua) nya”. Memang seorang anak pasti akan mewarisi gen dari
kedua orang tuanya. Tetapi bisa jadi (dan sangat mungkin terjadi) bahwa seorang
anak memiliki sifat atau karakter yang
jauh berbeda dari kedua orang tuanya.
Hal yang sama terjadi dengan Samuel. Samuel
adalah salah satu nabi Tuhan yang paling luar biasa. Mengapa demikian? Kita
bisa membaca dalam Alkitab bahwa hampir tidak ada dosa yang dilakukan oleh
Samuel. Ketika ia bertindak sebagai pelayan Allah, ia berani tampil beda
dibandingkan dengan anak-anak Imam Eli yang telah banyak berdosa di hadapan
Tuhan. Samuel yang hidup semasa dengan anak-anak Imam Eli bisa menjaga hidupnya
tetap bersih di hadapan Tuhan.
Alkitab mengatakan bahwa Samuel memerintah
sebagai hakim atas orang Israel seumur hidupnya (ay. 15). Tentu hal ini karena Samuel benar-benar hidup
sesuai dengan Firman Tuhan dan seluruh orang Israel pun dapat melihatnya. Dalam
menjalankan pekerjaannya sebagai hakim maupun nabi yang menyuarakan suara
Tuhan, Samuel berkeliling ke daerah-daerah di Israel dan ia pun memerintah orang
Israel dimanapun ia berada (ay. 16). Walaupun demikian, di masa tuanya ia pun
memerintah orang Israel dari Rama, kota asalnya (ay. 17).
Akan tetapi masalah justru timbul ketika
Samuel sudah tua dan harus ”lengser
keprabon”. Sebagaimana kebiasaan dan budaya pada masa itu, seorang pemimpin
biasanya mewariskan jabatannya kepada anak-anaknya. Demikian juga yang
dilakukan oleh Samuel, yaitu mengangkat anak-anaknya yang laki-laki (Yoel dan
Abia) menjadi hakim atas orang Israel (ay. 1-2). Sebenarnya Samuel pun sudah
melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Imam Eli tidak bisa mendidik
anak-anaknya, sehingga anak-anak Imam Eli pun berdosa kepada Tuhan. Akan tetapi
ternyata Samuel juga “gagal” mendidik anak-anaknya untuk bisa hidup takut akan
Tuhan. Alkitab mengatakan bahwa anak-anak Samuel tidak hidup seperti Samuel,
mereka mengejar laba, menerima suap, dan memutarbalikkan keadilan.
Apa yang kita dapat pelajari dari hal ini?
Pertama, kita sebagai orang tua harus hidup takut akan Tuhan. Jika Samuel yang
adalah seorang hamba Tuhan dan nabi Tuhan yang luar biasa saja bisa memiliki
anak-anak yang tidak takut akan Tuhan, bagaimana mungkin kita masih mau hidup jauh
dari Tuhan? Memang Tuhan pun bisa saja membuat seseorang menjadi takut akan
Tuhan walaupun orang tuanya tidak takut akan Tuhan. Tetapi alangkah baiknya
apabila kita sebagai orang tua harus hidup dalam kekudusan dan ketaatan kepada
Tuhan.
Kedua, kita harus dapat belajar dari
pengalaman. Mungkin saja ada anggota keluarga kita (entah orang tua, kakek
nenek, atau yang lainnya) yang memiliki pengalaman hidup yang sangat baik, atau
justru yang sangat buruk. Bagian kita adalah bagaimana kita bisa belajar dan
meniru cara hidup orang lain yang baik dan bagaimana kita bisa belajar dan
menghindari kesalahan-kesalahan yang dilakukan orang lain. Pengalaman adalah
guru yang paling berharga, jadi kita pun harus benar-benar belajar dari
pengalaman, baik pengalaman kita sendiri di masa lalu maupun belajar dari
pengalaman (kesuksesan dan kegagalan) orang lain.
Ketiga, kita harus dapat memfilter
faktor-faktor eksternal yang berdampak negatif bagi kita dan juga bagi
anak-anak kita. Jika kita perhatikan kehidupan Samuel, saya yakin pasti anak-anak
Samuel mendapatkan pengajaran dari Samuel yang keras dan ketat. Samuel saja
tidak kompromi terhadap dosa raja Saul, tentu saja ia pasti mendidik
anak-anaknya dengan Firman Tuhan. Akan tetapi sangat mungkin anak-anak Samuel
tersebut terpengaruh dari hal-hal
eksternal, seperti kebiasaan bangsa Israel pada saat itu, sehingga
mereka pun melakukan apa yang tidak berkenan di hadapan Tuhan.
Jika demikian, kita pun harus hidup
sungguh-sungguh dan senantiasa berdoa bagi anak-anak kita. Zaman yang akan
dilalui anak-anak kita pun pasti jauh lebih keras dan lebih sulit, serta
lebih banyak godaannya dibandingkan dengan
zaman kita. Saatnya kita mulai mendidik anak-anak kita dalam kebenaran. Status
kita sebagai hamba Tuhan pun bukan merupakan jaminan. Banyak kasus dimana
anak-anak pendeta pun terlibat narkoba atau seks bebas. Oleh karena itu, mari
kita menjaga hidup kita dan anak-anak kita di dalam Firman Tuhan, agar mereka
pun selalu hidup sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.
Bacaan Alkitab: 1 Samuel 7:15-8:3
7:15 Samuel memerintah sebagai hakim atas
orang Israel seumur hidupnya.
7:16 Dari tahun ke tahun ia berkeliling ke
Betel, Gilgal dan Mizpa, dan memerintah atas orang Israel di segala tempat itu,
7:17 lalu ia kembali ke Rama, sebab di
sanalah rumahnya dan di sanalah ia memerintah atas orang Israel; dan di sana ia
mendirikan mezbah bagi TUHAN.
8:1 Setelah Samuel menjadi tua,
diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel.
8:2 Nama anaknya yang sulung ialah Yoël, dan
nama anaknya yang kedua ialah Abia; keduanya menjadi hakim di Bersyeba.
8:3 Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup
seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan
keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.