Selasa, 29 Januari 2013

[Not] Like Father, [Not] Like Son



Senin, 28 Januari 2013
Bacaan Alkitab: 1 Samuel 7:15-8:3
Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan.” (1 Sam 8:3)


[Not] Like Father, [Not] Like Son


Kita pasti pernah mendengar istilah atau peribahasa dalam bahasa Inggris yang berbunyi “Like father, like son”. Dalam bahasa Indonesia sederhana, istilah tersebut bisa diartikan sebagai “seorang anak biasanya akan sama atau mirip dengan ayah (orang tua) nya”. Memang seorang anak pasti akan mewarisi gen dari kedua orang tuanya. Tetapi bisa jadi (dan sangat mungkin terjadi) bahwa seorang anak memiliki sifat atau karakter yang  jauh berbeda dari kedua orang tuanya.

Hal yang sama terjadi dengan Samuel. Samuel adalah salah satu nabi Tuhan yang paling luar biasa. Mengapa demikian? Kita bisa membaca dalam Alkitab bahwa hampir tidak ada dosa yang dilakukan oleh Samuel. Ketika ia bertindak sebagai pelayan Allah, ia berani tampil beda dibandingkan dengan anak-anak Imam Eli yang telah banyak berdosa di hadapan Tuhan. Samuel yang hidup semasa dengan anak-anak Imam Eli bisa menjaga hidupnya tetap bersih di hadapan Tuhan.

Alkitab mengatakan bahwa Samuel memerintah sebagai hakim atas orang Israel seumur hidupnya (ay. 15).  Tentu hal ini karena Samuel benar-benar hidup sesuai dengan Firman Tuhan dan seluruh orang Israel pun dapat melihatnya. Dalam menjalankan pekerjaannya sebagai hakim maupun nabi yang menyuarakan suara Tuhan, Samuel berkeliling ke daerah-daerah di Israel dan ia pun memerintah orang Israel dimanapun ia berada (ay. 16). Walaupun demikian, di masa tuanya ia pun memerintah orang Israel dari Rama, kota asalnya (ay. 17).

Akan tetapi masalah justru timbul ketika Samuel sudah tua dan harus ”lengser keprabon”. Sebagaimana kebiasaan dan budaya pada masa itu, seorang pemimpin biasanya mewariskan jabatannya kepada anak-anaknya. Demikian juga yang dilakukan oleh Samuel, yaitu mengangkat anak-anaknya yang laki-laki (Yoel dan Abia) menjadi hakim atas orang Israel (ay. 1-2). Sebenarnya Samuel pun sudah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Imam Eli tidak bisa mendidik anak-anaknya, sehingga anak-anak Imam Eli pun berdosa kepada Tuhan. Akan tetapi ternyata Samuel juga “gagal” mendidik anak-anaknya untuk bisa hidup takut akan Tuhan. Alkitab mengatakan bahwa anak-anak Samuel tidak hidup seperti Samuel, mereka mengejar laba, menerima suap, dan memutarbalikkan keadilan.

Apa yang kita dapat pelajari dari hal ini? Pertama, kita sebagai orang tua harus hidup takut akan Tuhan. Jika Samuel yang adalah seorang hamba Tuhan dan nabi Tuhan yang luar biasa saja bisa memiliki anak-anak yang tidak takut akan Tuhan, bagaimana mungkin kita masih mau hidup jauh dari Tuhan? Memang Tuhan pun bisa saja membuat seseorang menjadi takut akan Tuhan walaupun orang tuanya tidak takut akan Tuhan. Tetapi alangkah baiknya apabila kita sebagai orang tua harus hidup dalam kekudusan dan ketaatan kepada Tuhan.

Kedua, kita harus dapat belajar dari pengalaman. Mungkin saja ada anggota keluarga kita (entah orang tua, kakek nenek, atau yang lainnya) yang memiliki pengalaman hidup yang sangat baik, atau justru yang sangat buruk. Bagian kita adalah bagaimana kita bisa belajar dan meniru cara hidup orang lain yang baik dan bagaimana kita bisa belajar dan menghindari kesalahan-kesalahan yang dilakukan orang lain. Pengalaman adalah guru yang paling berharga, jadi kita pun harus benar-benar belajar dari pengalaman, baik pengalaman kita sendiri di masa lalu maupun belajar dari pengalaman (kesuksesan dan kegagalan) orang lain.

Ketiga, kita harus dapat memfilter faktor-faktor eksternal yang berdampak negatif bagi kita dan juga bagi anak-anak kita. Jika kita perhatikan kehidupan Samuel, saya yakin pasti anak-anak Samuel mendapatkan pengajaran dari Samuel yang keras dan ketat. Samuel saja tidak kompromi terhadap dosa raja Saul, tentu saja ia pasti mendidik anak-anaknya dengan Firman Tuhan. Akan tetapi sangat mungkin anak-anak Samuel tersebut terpengaruh dari hal-hal  eksternal, seperti kebiasaan bangsa Israel pada saat itu, sehingga mereka pun melakukan apa yang tidak berkenan di hadapan Tuhan.

Jika demikian, kita pun harus hidup sungguh-sungguh dan senantiasa berdoa bagi anak-anak kita. Zaman yang akan dilalui anak-anak kita pun pasti jauh lebih keras dan lebih sulit, serta lebih  banyak godaannya dibandingkan dengan zaman kita. Saatnya kita mulai mendidik anak-anak kita dalam kebenaran. Status kita sebagai hamba Tuhan pun bukan merupakan jaminan. Banyak kasus dimana anak-anak pendeta pun terlibat narkoba atau seks bebas. Oleh karena itu, mari kita menjaga hidup kita dan anak-anak kita di dalam Firman Tuhan, agar mereka pun selalu hidup sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.


Bacaan Alkitab: 1 Samuel 7:15-8:3
7:15 Samuel memerintah sebagai hakim atas orang Israel seumur hidupnya.
7:16 Dari tahun ke tahun ia berkeliling ke Betel, Gilgal dan Mizpa, dan memerintah atas orang Israel di segala tempat itu,
7:17 lalu ia kembali ke Rama, sebab di sanalah rumahnya dan di sanalah ia memerintah atas orang Israel; dan di sana ia mendirikan mezbah bagi TUHAN.
8:1 Setelah Samuel menjadi tua, diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel.
8:2 Nama anaknya yang sulung ialah Yoël, dan nama anaknya yang kedua ialah Abia; keduanya menjadi hakim di Bersyeba.
8:3 Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.