Kamis, 31 Januari 2013

Sulit untuk Mendengar



Minggu, 3 Februari 2013
Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 7:54-57
Maka berteriak-teriaklah mereka dan sambil menutup telinga serentak menyerbu dia.” (Kis 7:57)


Sulit untuk Mendengar


Pernahkah kita berpikir, siapa orang yang paling sulit untuk disuruh mendengarkan orang lain berbicara? Saya beritahu jawabannya: orang yang paling susah disuruh diam dan mendengarkan orang lain adalah Pendeta/Pengkhotbah. Mengapa demikian? Karena mereka sudah terbiasa untuk berbicara di depan orang lain, sehingga akan menjadi sulit bagi mereka untuk disuruh diam dan mendengarkan orang lain. Jika anda mau melihat apakah hal tersebut benar adanya, cobalah lihat pada saat para pendeta berkumpul (misal ada sidang sinode untuk memilih ketua umum sinode gereja), pastilah di sana banyak orang yang berstatus pendeta yang ingin bicara dan ingin pendapatnya didengar,  tetapi tidak mau mendengarkan pendapat orang lain.

Pada masa Yesus dan jemaat mula-mula hidup, hal tersebut juga terjadi pada para imam dan anggota Mahkamah Agama. Mereka adalah orang-orang yang tahu tentang Kitab Suci (Taurat dan kitab para nabi lainnya). Mereka juga biasa dihormati dan sering diminta untuk berbicara di rumah-rumah ibadat. Akan tetapi mereka punya satu kelemahan, yaitu tidak mau mendengar pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapatnya.

Ketika Stefanus ditangkap, dan menyampaikan “pembelaan”nya di depan para anggota Mahkamah Agama, kata-kata yang diucapkan Stefanus sungguh menusuk hati para anggota Mahkamah Agama Yahudi tersebut, sehingga mereka pun menyambutnya dengan kertakan gigi (ay. 54). Bahkan ketika setelah itu Stefanus meneruskan kata-katanya (ay. 55-56), maka semakin marahlah para anggota Mahkamah Agama tersebut. Mereka berteriak-teriak sambil menutup telinga dan sambil menyerbu Stefanus (ay. 57).

Saya merenungkan, mengapa mereka sampai berteriak-berteriak sambil menutup telinga begitu? Bukankah kalau marah ya sudahlah, marah saja. Kalau mereka tidak suka, kan tidak perlu sampai berteriak dan menutup telinga bukan? Tetapi inilah ciri-ciri orang yang terlalu suka berbicara tanpa mau mendengarkan orang lain. Mereka berteriak-teriak karena mereka terbiasa berkhotbah kepada orang lain, dan pada masa itu ketika seseorang ahli agama sedang berbicara di rumah ibadat, tidak ada seorangpun yang berani untuk bertanya kepadanya (hampir mirip dengan pendeta masa kini juga sih ya). Dan budaya ini membuat para imam dan ahli agama tidak mau mendengar jawaban yang tidak sesuai dengan pemikirannya. Bahkan mereka pun sampai menutup telinga mereka agar mereka tidak mendengar apa yang dikatakan Stefanus.

Saya rasa (dan mudah-mudahan perasaan saya ini benar), saat ini tidak ada Pendeta di Indonesia yang seperti para anggota Mahkamah Agama tersebut. Kalau iya, saya rasa Pendeta tersebut harus lebih banyak belajar dari Tuhan Yesus sebagai Kepala Gereja. Bahkan tidak hanya Pendeta atau hamba Tuhan, kita yang adalah jemaat biasa pun harus mulai membentuk diri kita, sehingga kita cepat mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata (Yak 1:19). Kita harus meneladani Tuhan kita, Yesus Kristus, yang selalu memiliki waktu untuk mendengar orang lain, walaupun Ia juga banyak berkhotbah dan mengajar. Jadikan Tuhan Yesus teladan kita, bukan yang lain.


Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 7:54-60
7:54 Ketika anggota-anggota Mahkamah Agama itu mendengar semuanya itu, sangat tertusuk hati mereka. Maka mereka menyambutnya dengan gertakan gigi.
7:55 Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.
7:56 Lalu katanya: "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah."
7:57 Maka berteriak-teriaklah mereka dan sambil menutup telinga serentak menyerbu dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.